HISAB 03: Orang-orang sudah ramai berdatangan di Bukit Cinta. Sebahagian lainnya masih terus menembuh bukit yang pemandangannya penuh hutan hijau disebelah kanan dan samudera laut biru disebelah kiri jalan.
Ada yang sengaja singgah sejenak untuk merasakan harum kisah percintaan segitiga pohon, udara dan tanah. Aroma wangi dan desah cinta alam itu masih bisa dilihat dari bulir air yang masih melekat di kulit pohon yang gagah atau di permadani rumput hijau.
Ada pula yang duduk sejenak memandang biru laut yang tenang seakan tak pernah tahu akan riwayat rindu daratan padahal pucuk daun senantiasa melambai.
Meski pakaian tidak seragam namun hati semua insan yang berbeda kelamin, usia, wajah, tempat sama yakni menuju bukit cinta. Bukit tempat semua manusia mendengar kembali khotbah dengan suara cinta di hati. Inilah kenapa kemudian disebut Khotbah Cinta.
Tidak ada pidato dengan teks kitab suci plus tafsir penceramah. Tidak ada simbol-simbol atau panji-panji yang menunjukkan identitas. Semua lebur di satu jalan, yakni Jalan Lurus mendaki Bukit Cinta.
Semua sudah berkumpul tanpa azan. Semua sudah menundukkan wajah tanpa nyanyian. Suara hati adalah panggilan suci, suara alam adalah nyanyian kekusyukan. Semua tunduk pada hati yang terbimbing.
"Engkaulah rabb kau," bisik hati-hati yang pasrah.
Sebuah perjanjian primordial kembali ditegaskan untuk memastikan hati dan diri yang tiada luput dari salah dan khilaf tiada berpaling untuk menyembah syetan sebagai musuh yang nyata.
Di bukit inilah kotbah hati dimulai dengan mengingat ulang ikatan kasih antara Tuan dan hamba dalam kalimat pembenaran "Engkaulah Tuhan ku" yang kemudian dilanjutkan dengan mengingat kembali ikatan cinta semua kenabian dan kerasulan dengan Tuhan yang satu: Allah. Sebuah perjanjian suci yang menegaskan kesatuan gerak hidup semua manusia meski secara kelembagaan agama tumbuh dan berkembang dalam takdir perbedaannya.
Semua pada tenang dengan jiwa masing-masing setenang pohon-pohon yang menjulang tinggi namun tetap berakar ke bumi. Lautan bergerak pelan sepelan gelombang hati kala masing-masing mengkotbahi diri dan jiwa dengan ayat-ayat perjanjian diri dan para nabi.
Nuh A.S “Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun daripadamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku (Nuh A.S) disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)”. (Q.S. 10:72).
Ibrahim A.S “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (Q.S. 3:67).
Musa A.S “Berkata Musa, “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri“. (Q.S. 10:84).
Ya’qub A.S “Dan Ya’qub berkata,”Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri,“ (Q.S. 12:67).
Sulaiman A.S “Berkatalah Balqis,”Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam,” (Q.S. 27:44).
Isa A.S “Aku (Isa A.S) tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku yaitu:”Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu”, dan adalah aku menjadi saksi (syahiidan) terhadap mereka”. Q.S.5 :117). “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka berkatalah dia:”Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk Allah” Para hawariyyin menjawab:”Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri,” (Q.S. 3:52).
Muhammad SAW “Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku (Muhammad SAW) adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”(Q.S. 6:162-163).
“Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah),” (Q.S. 6:14)
Di antara yang hadir dan sudah mengakhiri khutbah hati serta kembali pulang sesosok tubuh masih menyatukan diri dengan alam, yakni Sufi Aceh, Teungku Malek Daud. Seakan ingin mengajak alam untuk sebuah doa penutup, "Semoga hukum universalitas Tuhan masih terus berlaku: pasrah, damai, budi baik, dan keseimbangan. Amin."
Saleum peACEHeart
Risman A Rachman
Catatan:
HISABsingkatan dari: Humor "I" Sufi Aceh Baru. "I" bisa 'Inspirasi', kadang bisa 'Introspeksi', bisa juga hanya sekedar 'Iseng' saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H