Mohon tunggu...
Risma Damayanti
Risma Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - manusia

Awal Peralihan Lisanku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merusak Dongeng Ketika Mendongeng

25 Oktober 2021   12:00 Diperbarui: 25 Oktober 2021   12:01 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Sastra anak memang seperti sastra pada umumnya. Lalu, apa yang membedakan sastra anak dan sastra dewasa? Sastra dewasa memuat unsur-unsur yang levelnya lebih tinggi, seperti pada ciptaan sastrawan-sastrawan lainnya. Untuk sastra anak sendiri, tentu memiliki kualitas dan mutu yang dikhususkan untu anak-anak. Sastra anak dapat dipecah menjadi dua yaitu, sastra anak yang ditulis atau oleh pengarang anak-anak, dan sastra anak yang ditulis oleh pengarang dewasa untuk dinikmati anak-anak. Bahkan, adapula tulisan atau karangan ciptaan anak yang dinikmati kaum remaja maupun dewasa.

     Sastra anak yang dihasilkan di Indonesia dari karya orang dewasa pernah populer di tahun 1970-1990-an. Mulai dari buku-buku dongeng, kisah petualangan hingga novel anak. Pada saat itu ramai sekali cerita, novel, puisi dan segala sastra yang diciptakan untuk anak-anak. Terdapat tujuan karya sastra untuk anak dari karya orang dewasa. Tujuannya untuk mengubah etika anak, memberi pendidikan kepada anak dan segala pengetahuan untuk anak. Hal ini membuat pengarang dewasa mengatur bahasa yang sesuai untuk memenuhi tujuan tersebut. Bahasa sederhana yang mudah dipahami, kalimat tidak etele-tele, dan menciptakan situasi serta kondisi yang dibutuhkan anak-anak antara lain, keluarga, sekolah, dan lingkungan lainnya.

     Dari kumpulan karya sastra anak orang dewasa dapat dijadikan sebagai media untuk melestarikan sastra anak sekaligus memperkenalkan dan mengedukasi anak-anak melalui kegiatan mendongeng. Apalagi di zaman yang modern, adanya globalisasi, dan dunia digital, banyak anak-anak yang terpengaruh oleh modernitas atau lebih tertarik dengan kegiatan yang modern sehingga kurang mengenal sastra anak bahkan cerita-cerita, kisah, dongeng, baik lokal maupun luar. Sastra anak adalah sastra yang diciptakan khusus dunia anak yang disesuaikan dengan perkembangan emosi dan jiwa anak sehingga anak dapat memahami dan menanggapi secara emosional psikologis dan sebagian besar berdasarkan fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan (Nurgiyantoro, 2013:6).

     Jika sastra anak dibagi menjadi dua berdasarkan pengarang atau penciptanya yaitu, sastra anak karya orang dewasa dan sastra anak karya anak. Maka, untuk mengembangkan potensi sastra terhadap anak dengan mengenalkan sastra anak yaitu, pertama melakukan proses kreatif anak dengan menulis dan membaca. Yang nantinya akan tercipta sastra anak karya anak. Baik itu novel, puisi, cerpen, dan sastra anak lainnya. Suyatno (2009: 11) menyebutkan bahwa proses kreatif anak dalam menghasilkan novel dapat terjadi ketika mereka, menuangkan perasaan diri sendiri; menuliskan cerita yang pernah didengar dan dibaca dalam bentuk lain; mencatat pengalaman pribadi; dan mengisi kebosanan atau waktu luangnya. Sadar atau tidak, secara tidak langsung anak-anak telah menulis rangkaian cerita walaupun penuangan tulisan tersebut hanya berdasarkan keinginan semata. Kalau anak sedang serius dan terdapat mood untuk menulis, mereka akan menulis cerita dengan mudah dan cepat. Selain itu, terdapat faktor yang dapat mendorong anak menciptakan karyanya dari kebiasaan membaca buku cerita atau buku lainnya; mendengarkan cerita lisan dari orang tua atau orang lain; menulis buku harian; menulis pengalaman; merekam kosakata yang didapat ketika bermain game; dan mengamati lingkungan sekitar (suyatno, 2009: 44).

     Dari salah satu faktor mendorong tersebut, yaitu mendengarkan cerita dari orang tua atau orang lain. Cerita lisan dapat berupa mendongeng. Alur cerita dongeng-dongeng yang bisa mereka tangkap pada saat malam atau siang hari sebelum tidur, konsentrasi anak pada pada saat itu kuat akan memengaruhi daya pemahaman dan imajinasi mereka. Dengan mendongeng, dapat membantu daya kreativitas, imanijasi, dan pembendaharaan kata seorang anak sekaligus memperkenalkan kepada anak tentang dongeng merupakan sebuah sastra tradisional  yang dapat dijadikan sebagai sastra anak untuk anak dan sebagai para sastrawan atau sastra anak karya orang dewasa menjadikan dongeng sebagai modal pembaruan dan pelestarian sastra untuk anak-anak di era modernisasi.

     Dongeng sebagai salah satu sarana untuk menghadapi tantangan modernisasi di abad ke-21 untuk meningkatkan kompetensi dan karakter anak berkaitan dengan Pendapat Wagner (Neina, 2018: 210) tujuh keterampilan yang dibutuhkan yaitu, kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah; kolaborasi dan kepemimpinan; ketangkasan dan kemampuan untuk beradaptasi; inisiatif dan berjiwa interpreneur; mampu berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis; mampu mengakses dan menganalisis informasi; dan memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi. 

Sastra Yang Dapat Dijadikan Untuk Mendongeng

  •      Anak-anak mendengarkan cerita dari orang terdekatnya terlebih dahulu. Yang pertama kali adalah seorang ibu. Kisah apa dan bagaimana yang diceritakan ibu kepada anaknya? Cerita-cerita dahulu yang didapat dari turun-temurun. Bahkan terdapat kisah atau jalan cerita yang sama dengan yang ada pada penjuru dunia. Kebiasaan lama bersastra dengan mengandalkan penyampaian atau penceritaan secara lisan masih tetap bisa dibawa ke era modern dengan menyesuaikan teknologi yang ada. Apalagi di Indonesia yang banyak budaya dan cerita di seluruh nusantara, di setiap daerahnya. Jenis sastra yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan cerita mendongeng adalah sastra tradisional.
  •      Dongeng, salah satu cerita rakyat dengan beragam cakupan. Dongeng bisa berasal dari seriap daerah -- daerah dengan kesan fantasi. Dengan ciri khas pembuka kisah "Pada zaman dahulu.. ", "Pada suatu hari..", "Di sebuah kerajaan...", "Di sebuah hutan larangan..." dongeng yang terkenal di kalangan anak- anak bahkan orang dewasa yang memang pada masa kecilnya juga mendapatkan cerita ini. Seperti, si kancil, seribu satu malam, dll. Dongeng dapat dibagi menjadi dua yaitu dongeng klasik atau tradisional dan dongeng modern. Dongeng klasik yang benar-benar dongeng murni dari turun-temurun, telah muncul sejak zaman dahulu, diwariskan secara lisan dari mulut ke mulut. Berbeda dengan dongeng modern, yang sengaja ditulis sebagai bentuk karya sastra dongeng yang secara jelas tertera pengarang, penerbit, dll.
  •      Menurut Nurgiyantoro, dongeng merupakan bagian dari jenis sastra tradisional. Selain dongeng, yang termasuk jenis sastra tradisional meliputi, mitos, legenda, fabel atau cerita binatang, cerita wayang, dan nyanyian rakyat.
  •     Dongeng dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan anak-anak kepada sastra anak. Sekaligus melestarikan dan bisa mengasah kreativitas yang dimiliki. Pendapat Suyatno, fabel, legenda, mite, sage, epos merupakan cakupan dari dongeng.
  •       Klasifikasi lain pembagian jenis dongeng menurut Yudha dalam Kusmiadi A, dkk. (2008: 199) dongeng tradisional, dongeng yang ada hubungannya dengan cerita rakyat dan biasanya cerita dari turun-temurun; dongeng modern atau furuturistik, dengan sebutan lain dongeng fantasi; dongeng pendidikan, dongeng yang sengaja ditulis dengan misi pendidikan bagi dunia anak-anak; fabel, dongeng dengan tokoh binatang yang kehidupan dan dapat berbicara seperti manusia; dongeng sejarah, dongeng yang ada hubungannya dengan peristiwa atau kisah sejarah maupun tema-tema kepahlawanan; dongeng terapi, dongeng yang dikhususkan bagi anak-anak yang terkena musibah, misalnya bencana alam, atau anak-anak yang sakit.

Cara Agar Kegiatan Mendongeng Terasa Menyenangkan, Mengedukasi Dan Modern

     Perlunya menciptakan rasa kebahagiaan seorang anak karena masa anak-anak adalah bermain dan belajar. Dari usia 5 tahun sampai 12 tahun. Baik anak-anak yang belum maupun sudah bersekolah. Untuk anak sekolah dasar pun juga masih perlu. Itu tahapan mereka mengetahui banyak hal, mengolah daya inetelektual dan kreativitas yang tentunya dengan rasa senang atau bahagia. Menyenangkan dapat membuat mereka cepat menangkap atau merekam memori. Menurut Burns dalam Kusmiadi A, dkk. (2008: 199) dengan mendongeng bisa mendapatkan sifat-sifat positif berupa kedekatan emosional anak. Dongeng memiliki fungsi menghibur, mendidik, membentuk emosi, imajinasi, kreativitas meningkatkan kemampuan berbahasa, dan menambah pembendaharaan kosakata.

     Ketika cerita atau dongeng berupa tulisan yang akan dibawakan secara lisan tidak ada jalan cerita yang dapat membuat anak anak tertawa atau senang, dan banyak pesan tersirat. Hal tersebut dapat dimodifikasi dengan bagaimana cara pendongeng menyampaikan cerita atau dongeng tersebut. Dapat melakukan berikut ini:

  • Memberi lagu, pendongeng membuat atau melagukan sendiri disela-sela cerita.
  • Membuat karakter suara yang menarik, dengan warna warna suara.
  • Menyelipkan unsur komedi di adegan atu tindakan tokoh pada bagian- bagian cerita dengan suara dan gestur pendongeng.
  • Gerak atau gestur, tidak jauh dari karakter suara, gestur ini membantu imajinasi anak-anak pada bentuk atau apa yang dilakukan tokoh di dalam cerita.
  • Ekspresi, supaya anak juga merasakan, salah satunya rasa apa yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Menjadi ikut terbawa suasana tersebut.
  • Intonasi, jika ekspresi itu perlu maka, untuk menstabilkan atau menyeimbangkannya dengan intonasi. Ekspresi marah dengan intonasi tinggi atau cepat, ekspresi sedih dengan intonasi rendah atau mendayu.
  • Menggunakan karakter suara yang berbeda tiap tokoh. Selain membuat anak suapaya tidak bosan, mempermudah anak membayangkan beberapa tokoh yang ada dalam cerita.
  • Bahasa yang digunakan untuk mendongeng tidak terlalu formal, jika ada formal dapat dijadikan semi formal untuk pengantar. Ketika sudah orientasi cerita beralih menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak.

     Pada intinya merusak dongeng ketika mendongeng yaitu mendongeng tidak harus sesuai dengan cerita tertulis yang sudah ada. Baik itu fabel, sage, mite, legenda, dll. Kita bisa memodifikasi cerita tersebut ketika pendongeng sudah mulai mendongeng. Untuk mengembangkan sastra anak apalagi di era modernisasi, tetap bisa berkarya. Kegiatan mendongeng sebagai hiburan yang menyenangkan untuk anak sekaligus pendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, baik itu emosional, kognitif, afektif, imajinatif, maupun kebahasaan. Mengakulturasi kegiatan mendongeng lama dengan pembaruan yang mengikut perkembangan zaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun