Namun tanpa disadari, kegiatan tersebut membuat pemborosan pada setiap individu, menjauh dari hal sakral, dan aura suci dari akitivitas keagamaan.
Berbanding terbalik pada pemberian sumbangan oleh anak-anak kurang mampu. Banyak orang berasumsi bahwa "Setiap aktivitas menolong dan pemberian yang dilakukan kepada anak-anak kurang mampu maupun orang lain, akan membawa rezeki dua kali lipat daripada bersembahyang dengan tangan kosong." Mereka berasumsi bahwa jika kita memberikan hal baik kepada orang lain, akan termasuk dalam Manusa Yadnya dan Dewa Yadnya. Mengapa Dewa Yadnya juga termasuk di dalamnya? Karena, manusia dan makhluk lainnya sama-sama merupakan ciptaan Tuhan.Â
Sebagai makhluk sosial yang dikaruniai Idep atau Pikiran, sudah sepantasnya memiliki jiwa sosialis dan peduli terhadap sesama. Hal serupa juga tertera pada Pancasila, Sila ke-3 "Persatuan Indonesia", dan ke-5 "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Berbagi terhadap sesama, tidak hanya berupa Dana atau Uang, tetapi dapat berupa pemberian makanan, pakaian, benda-benda berguna lainnya, dan pengalaman atau ilmu yang bermanfaat.
Dalam pembahasan di atas, dapat diberikan sebuah kasus berupa pesan moral. Jika Anda sebagai umat beragama dan umat sosialis, dan Anda hanya memiliki satu buah koin. Koin tersebut bisa Anda berikan kepada orang lain yang lebih membuthkan sebagai bentuk Manusa Yadnya.Â
Anda dapat pula menghaturkan koin tersebut, sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan pada pelaksanaan Upacara Agama dalam bentuk Dewa Yadnya. Di hari pelaksanaan upacara agama, Anda ingin melakukan Punia dan membantu keluarga dalam menopang pengeluaran pembuatan banten. Ternyata terdapat anak kecil yang membutuhkan koin untuk membeli makanan. Manakah hal yang akan Anda lakukan? Menggunakan koin untuk melakukan Punia pada Upacara Agama, atau Punia untuk anak yang membutuhkan?
(Jika Anda memiliki pandangan ataupun Jawaban, dapat dicantumkan pada kolom komentar!)
 Tentunya kita sebagai umat beragama akan bijak memilih jalan baik yang harus diutamakan. Sesuai dengan penggunaannya, Punia dapat menjadi jalan mulia dalam pelaksanaan Upacara Agama dan Punia juga alternatif berbagi yang relevan kepada sesama yang masih membutuhkan.
 Apabila punia dilakukan secara seimbang atau dilakukan berdasarkan perhitungan Dewa Yadnya dan Manusa Yadnya, maka seharusnya pemikiran "Lebih Penting Mana?" atau hal yang utama diantara keduanya tidak seharusnya ada. Karena, kedua hal tersebut bersifat objektif dan disesuaikan dengan keadaan. Tak ada yang tahu masa depan seperti apa. Layaknya kita sebagai umat beragama, memilih suatu Agama untuk menjalani kehidupan dan takdir. "Takdir memang tidak dapat diubah, Namun kita akan memilih jalan sebagai jembatan takdir yang akan ditempuh." -Risma Klaudia
Sekian Artikel yang dapat saya sampaikan terkait Asumsi Implementasi Punia dalam Bentuk Dua Arah Yadnya yakni Dewa Yadnya dan Manusa Yadnya. Jika terdapat kesalahan kata maupun kekurangan lainnya, mohon dimaafkan. Terima Kasih telah mengunjungi artikel ini sebagai media pembelajaran saya (penulis). Komentar yang membangun akan membantu dalam penyempurnaan artikel ini.
Om Santih, Santih, Santih Om
Salam Harmoni