Semua orang bisa dan berhak menjadi penggerak literasi. Terlepas dari berbagai perbedaan latar belakang yang mendasari. Hal ini dikarenakan krisis literasi di Indonesia sudah berada pada taraf yang membahayakan. Menurut data PISA (Program for International Student Assessment), pada 2016 Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara berdasarkan skor membaca siswa. Sedangkan, UNESCO pada 2012 dengan data statistiknya menyatakan bahwa indeks minat baca di Indonesia sekitar 0,001%. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya satu orang yang memiliki minat baca.
Iroisnya, berdasarkan data riset oleh IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) pada 2015, kira-kira ada lebih dari 30.000 judul buku yang terbit setiap tahunnya di Indonesia. Namun demikian, angka tersebut hanya berlandaskan pada catatan resmi dari berbagai toko buku serta pengajuan ISBN di Perpusnas, belum termasuk buku-buku yang diterbitkan secara indie (self publisher). Pertanyaannya, mengapa bencana literasi masih melanda?
Problematika Dunia Literasi Zaman Sekarang
Rendahnya minat baca di Indonesia berdampak serius pada kualitas pendidikan, sehingga jauh dari kata memuaskan. Padahal, digitalisasi informasi yang kian masif sekarang ini seharusnya menjadi angin segar yang bisa menyejukkan dunia literasi di kalangan anak muda. Transformasi atau proses alih media dari bentuk cetak ke bentuk digital, harusnya membuat minat baca generasi milenial bertambah karena fasilitas yang disuguhkan menjadi lebih menarik.
Nyatanya, perjuangan mengembalikan semangat literasi pada generasi muda bukanlah sesuatu yang mudah. Karena banyak di antara mereka justru terjebak dalam kemudahan-kemudahan di era digital ini. Hal tersebut tentu saja membuat krisis literasi kian menjadi, sehingga diperlukan adanya sebuah inovasi guna menghidupkan kembali geliat literasi pada kehidupan generasi muda.
Aspek-aspek Literasi
Literasi merupakan suatu kecakapan terntentu yang dimiliki oleh seseorang dan biasanya berhubungan dengan kegiatan membaca dan menulis. Dalam hal ini, membaca adalah ruh untuk menghidupkan kembali literasi, sedangkan menulis adalah jasadnya. Keduanya harus berjalan beriringan agar tujuan dari membudayakan literasi itu sendiri dapat tercapai. Selain itu dengan meningkatkan kecakapan kita dalam suatu hal, niscaya budaya literasi akan tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu. Misalnya dengan memaksimalkan dan memasifkan gerakan kreatif di kalangan milenial.
Gerakan Kreatif Literasi
Salah satu upaya untuk menghidupkan kembali budaya literasi ialah melalui gerakan kreatif. Gerakan tersebut bisa berupa komunitas, badan, bahkan individu yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menunjang pembudayaan literasi. Dewasa ini, teknologi sangat berperan penting dalam segala aspek kehidupan. Gerakan kreatif literasi melalui teknologi bisa dilakukan dengan memanfaatkan media sosial sebaik mungkin. Selain itu, pembuatan konten-konten kreatif seperti halnya infografik yang merupakan representasi visual informasi, data atau ilmu pengetahuan secara grafis, diharapkan dapat menarik minat generasi milenial untuk meningkatkan minat baca mereka.
Penyajian literasi melalui media visual maupun audiovisual saat ini memang sedang sangat digemari generasi milenial. Oleh karena itu, masifikasi gerakan kreatif pada tataran tersebut harus digalakkan guna tercapainya tujuan budaya literasi yang dicita-citakan. Namun demikian, pelatihan atau workshop pembuatan konten kreatif perlu dilakukan untuk menambah kemampuan para pegiat literasi dalam rangka mengampanyekan budaya literasi untuk generasi milenial.