Sebelumnya saya termasuk perempuan kebanyakan yang terkesan skeptis pada perempuan yang memilih suratan takdir menjadi 'mistress' atau gundik atau istri tidak resmi dari seorang lelaki. Begitupun saya mengutuk lelaki yang memilih memiliki perempuan lain, padahal di rumah ada seorang istri yang telah menghadiahinya anak-anak yang lucu.
Walau saya paham betul bahwa di dalam agama saya, poligami atau menikahi lebih dari seorang perempuan adalah dihalalkan menurut syariat karena memang ada dalilnya dalam Al quran dan hadits. Namun, tentu saja poligami tidak semudah kelihatannya. Poligami tidak hanya merupakan pintu darurat dari ketakutan akan berbuat zina yang diharamkan oleh agama. Tetapi ada nilai tanggung jawab di dalamnya.
Seorang lelaki yang memutuskan untuk menikah sesuai syariat. Maka sesungguhnya lelaki sudah berniat baik untuk menjaga kehormatan perempuan yang dicintainya. Pernikahan adalah penghargaan tertinggi untuk perempuan terhormat. Karena saat lelaki mengucap ijab kabul, sang lelaki harus menanggung dunia akhirat istri dan anak-anaknya. Lelaki harus siap menjadi pemimpin, menafkahi dan memberikan cinta.
Tujuannya bukan hanya kebahagiaan duniawi tetapi juga akhirat. Di akhirat nanti, para lelaki akan dimintai pertanggung-jawabannya dalam mengurus istri dan anak-anaknya di dunia.
Lalu jika sang lelaki memilih untuk menikahi perempuan kedua, ketiga dan keempat menurut syariat. Itu berarti lelaki harus mampu menanggung dunia akhirat seluruh istri dan anak-anaknya. Nah lo! Satu saja ada istri atau anak yang 'tergelincir' bisa ditanya 'habis-habisan'oleh malaikat di akhirat nanti. Bisa saja, salah satu istri atau anak menggugat keadilan dari lelaki yang menjadi imamnya. Dikira gampang apa poligami?
Nah, terlepas dari adanya hukum poligami. Sebelumnya, saya termasuk perempuan yang menganggap sebelah mata para perempuan yang memilih menjadi gundik. Mungkin, karena saya terlalu mudah mengasosiasikan istilah gundik, mistress, atau istri kesekian itu dengan tipikal perempuan nakal perebut suami orang. Itu semua didukung oleh banyak sekali film, sinetron, roman picisan yang mendeskripsikan para gundik sedemikian.
Entah mengapa, Istilah gundik rasanya membuat telinga yang mendengarnya menjadi panas. Gundik bisa disebut juga istri tak resmi, perempuan simpanan. Jika mau lebih diperjelas perempuan yang difungsikan sebagai pelepasan nafsu birahi, atau istilah keren adalah WIL (wanita idaman lain).
Begitupun, saya rasanya ingin 'meludahi' para lelaki yang memilih perempuan lain. Setelah istrinya di rumah memberikannya keturunan. Dalam bayangan saya, betapa kejam 'membuang' istri yang sudah 'turun mesin' setelah melahirkan berkali-kali demi perempuan lain yang masih 'kinyis-kinyis' karena masih gadis.
Hingga saya bertemu dengan seorang perempuan yang kini menjadi sahabat saya. Walau dahulu saya dan teman saya, sebut saja 'Zahra' (=dalam bahasa Arab berarti bunga :p) punya intensitas hubungan yang cukup dekat. Kami sering jalan bareng, membawa anak-anak kami.
Sebelumnya saya tidak pernah tahu kalau dia adalah 'mistress' atau gundik. Karena saya bukan tipikal teman yang ingin tahu segalanya urusan orang. Toh, saya juga tidak mau urusan saya diurusi orang. Hingga teman saya ini bercerita sendiri kepada saya.
Ekspresi awal saya, hanya ternganga. Zahra bukan tipikal perempuan genit yang suka berpakaian seksi. Dia cenderung perempuan rumahan yang mengurus segalanya sendiri termasuk seorang balita lucu. Zahra juga bukan seorang perempuan pesolek yang tidak bisa lepas dari make up. Zahra tipikal perempuan sederhana yang cantik alami, baik hati dan tidak sombong.Sama sekali jauh dari kesan 'mistress' yang selama ini ada di film, sinetron atau roman picisan.