Lamunan buram menikmati riuh pikiran ialah puncak dari ketenangan.
Bahkan perlahan menatap kelam, tetap hanya tersisa suara dalam benak.
Kian mendalam perenungan, seketika terlampau kacaunya.
Pandangan cukup lama bertahan dalam bayang-bayang ingatan,
begitu lama, hingga nampak begitu nyata dan menyakitkan.
Lantas, bagaimana diri mesti berlaku?
Yang ada hanya sibuk menggamit ingatan akan trauma yang tak kunjung selesai.
Lenyapkan segalanya, dan biarkan relung liar bersama harapan akan kebahagiaan kelak?
Yah, kendati pelik, namun itulah yang mesti.
Larut berlama-lama, bukan kepastian akan memperoleh ketentraman.
Buang dan terbukalah, dunia realita nampak begitu asik dan menyenangkan.
Sudah cukup, tak ada lagi trauma, tak ada lagi luka, dan tak lagi terucap "hakikat tidur hanyalah jeda dari rasa sakit".
Pada dasarnya, kesakitan meluap karena diri yang tak kuasa untuk menerima, tak mampu sesuai, selalu saja menuntut sama dengan harapan yang telah diukir.
Dan benar saja, pentas dunia memang menoreh banyak kebaikan-kebaikan.
Sekali lagi, derita tergantung bagaimana diri menata kendali untuk bersikap melayani kenyataan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H