Darurat Aksi Kekerasan Dunia Pendidikan
Rentetan kasus kekerasan di dunia pendidikan yang melibatkan siswa dan guru masih terus terjadi di beberapa waktu ini. Kejadian ini seakan sulit untuk diberhentikan. Kasus-kasus seperti ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi pendidikan di Indonesia. Kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan sangat perlu diperhatikan dan dikembangkan lebih serius. Berbagai peristiwa kekerasan dengan pelaku atau korban menyangkut guru, siswa maupun wali murid.
Seperti viralnya kasus guru yang diketapel oleh wali murid hingga buta permanen. Kejadian ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia belum steril dari tindak kekerasan Kasus seperti ini bukan lagi kasus pertama yang terjadi. Beberapa bulan terakhir berita di TV dan media sosial dipenuhi dengan kasus kekerasan di lingkup sekolah. Kembali pada kasus guru yang diketapel orang tua siswa. Kasus ini terjadi di SMAN 7 Rejang Lebong, Bengkulu pada saat pembelajaran di sekolah. Motif pengetapelan ini adalah orang tua siswa tidak terima kalau anaknya mendapat perlakuan kekerasan di sekolah karena guru menendang siswa.
Setelah dilakukan penyelidikan, diketahui bahwa guru menendang siswa karena siswa tersebut sedang merokok di kantin sekolah pada jam pembelajaran. Siswa tersebut sudah ditegur dengan baik,namun siswa malah mengabaikan sehingga membuat guru terbawa emosi dan menendang mengenai muka siswa. Siswa pulang mengadu ke orang tuanya tanpa menceritakan kronologi. Orang tua siswa yang tidak terima langsung ke sekolah cekcok dengan guru sampai akhirnya terjadi tragedi pengetapelan. Mengetahui mata guru sebelah kanan berdarah dan dilarikan ke RS, walimurid tersebut langsung melarikan diri. Terkait hal ini pelaku wali murid dijatuhi hukuman 13 tahun dipenjara dan Dinas pendidikan provinsi Bengkulu merasa prihatin serta berharap kasus tidak terulang lagi (Viva.co.id, 4/8/2023).
Ada juga kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum guru SD kepada muridnya sendiri. Kasus baru saja terjadi di bulan Januari ini di daerah Yogyakarta. Guru SD di sekolah swasta ini melakukan pelecehan kepada anak didiknya perempuan dan laki-laki. Pelecehan seksual yang dimaksud yaitu mulai dari memaksa korban menonton video porno,memegang alat vital hingga mengajari siswa menggunakan aplikasi yang menyediakan layanan open BO atau layanan pekerja seks komersial. Guru tersebut dijerat Pasal 82 ayat (2) Â UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 Miliyar (Kompas TV, 15/1/2024). Hal yang paling disayangkan dari kasus pelecehan guru ini adalah pelakuan guru yang tega melakukan perbuatan tidak senonoh kepada muridnya. Hal membuat banyak orang terkhusus wali murid merasa kecewa terhadap peran guru. Â Â Â Â
Berdasarkan terjadinya kasus-kasus di ataa, dapat diketahui bahwa guru sangat berperan pada perkembangan karakter peserta didik di sekolah. Guru harus dapat menciptakan pendidikan yang tidak membelenggu kemerdekaan peserta didik. Kasus pengetapelan guru oleh walimurid di Bengkulu bukan perbuatan yang dapat dibenarkan. Memang guru harus menciptakan pendidikan yang tidak membelenggu, namun bukan berarti siswa melakukan kesalahan juga harus dibiarkan/dibebaskan. Apalagi orang tua ikut membela kesalahan anak dengan menghakimi guru. Disini yang perlu diperhatikan dalam mendidik karakter atau budi pekerti anak bukan hanya dari pihak sekolah melainkan juga oleh pihak keluarga.Â
Lingkungan keluarga menjadi tempat yang paling berpengaruh untuk melatih pendidikan sosial dan karakter/budi pekerti anak. Lingkungan keluarga menjadi ruang bagi anak untukmendapatkan teladan, tuntunan dan pengajaran dari orang tua.lingkungan keluarga menjadi tempat untuk berinteraksi antar anggota keluarga sehingga kemandirian anak tercipta karena anak saling belajar dari menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.Â
Seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara terkait Budi Pekerti anak bahwa "Keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya."Â
Guru dapat menanamkan pendidikan moral dan budi pekerti pada peserta didikpada setiap pembelajaran namun orang tua dan lingkungan keluarga juga harus mendukung dan membantu melakukan pendidikan moral dan budi pekerti tersebut.
Dari kasus di atas, para guru dalam pembelajaran diharapkan bisa menerapkan pemikiran-pemikiran pendidikan yang sudah diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara seperti menerapkan sistem among dan pendidikan yang menuntun. Guru dapat memberikan tuntutan bukan paksaan bagi anak agar dapat berkembang. Tentu disini yang dimaksud memberikan tuntunan/arahan ke dalam ranah pendidikan yang positif seperti mengembangkan keterampilan/pengetahuan pembelajaran di kelas, bukan ke arah yang negatif seperti kasus kedua di atas guru malah memandu penggunaan aplikasi layanan seks komersial.