Mohon tunggu...
Risky  Pratama
Risky Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Farmer

Petani yang kadang-kadang nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jungkir Balik Tanpa Timbal Balik

24 April 2020   18:22 Diperbarui: 24 April 2020   18:19 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini Sugeng merasakan galau yang tidak wajar, dikatakan tidak wajar karena galaunya kadang terletak di kepala, kadang di hati, kadang di pundak, bahkan beberapa waktu yang lalu galaunya Sugeng terletak di telapak kaki. Ruwet memang. Pagi, siang, malam kerjaannya nyari sumber datangnya galau.

Pergi ke sawah, muteri guludan, lihat disela-sela rumput liar, manjat keatas gubuk, seharian tetep nggak nemu letaknya galau. Esok harinya Sugeng tetap nyari, ia tak putus asa sebelum sumber kegalauan dirinya ketemu, karena setiap malam tidur Sugeng nggak pernah tenang, bagaimana mau tenang? Sedangkan jiwa sugeng dirundung pilu dan dihantui keingintahuan yang seakan-akan melayang dan cekikikan di tiap sudut kamar Sugeng.

Ia kembali mencari keberadaan galau yang rumit itu, kali ini ia pergi ke pantai, sesampainya di sana ia langsung ngurek-ngurek pasir, meraba-raba pohon bakau, menerawang lobang-lobang kecil pada pecahan batu karang, meniup cangkang kerang yang seolah-olah dalam pikiran sugeng akan keluar dan nemu makhluk yang bernama galau itu, tapi ia belum juga nemu. Terlihat murung kali ini wajah Sugeng. Sore tiba keletihan datang menyapa. Ia kembali ke rumah.

Ketika berjalan menuju rumah, Sugeng bertemu dengan Khambali, teman karibnya. Khambali seketika bingung dengan muka sugeng yang tidak keliatan seperti biasanya, kali ini cemberut seolah-olah bukan Sugeng yang biasanya. Lantas Khambali langsung menanyai sugeng yang murung itu.
"Woi, kamu kenapa Geng! Kok murung gitu nggak kayak biasanya. Ada apa?". Tanya Khambali sambil mengikuti jalannya Sugeng.
"Lagi bingung Mbal.....". Jawab Sugeng yang masih tetap jalan sambil murung.
"Bingung kenapa kamu Geng? Mukamu udah kayak digusur Pak Hansip aja nih hahaha". Ucap Khambali sembari ketawa untuk meriang kan keadaan.
"Jadi Mbal, dari kemaren itu aku ke sawah nyari galau, hari ini ke pantai juga nyari galau. Tapi nggak nemu-nemu, kamu tau nggak mbal dimana galau itu?". Jawab Sugeng sekaligus melontarkan pertanyaan kepada Khambali.
"Wah bento kamu Geng! Masak iya galau dicari di sawah, ditelusuri di pantai. Yo jelas gak ada lah, wong galau itu makhluk yang nggak kasat mata, tak jelas bentuknya, dan nggak bisa diraba, apalagi diterawang. Yang jelas kamu Geng! Edan!".  Sahut Khambali sembari ngegas setelah tau apa yang sedang membuat Sugeng bingung.
"Terserah kamu lah Mbal, males aku tanya sama kamu". Jawab Sugeng sembari mengernyitkan dahi dan agak nyingkir.
"Kamu yang nggak bener Geng! Nggak rasional kamu! Nggak bisa diterima akal!". Ngegas Khambali pada Sugeng.
"Bukan gitu Mbal, ini bukan masalah rasional atau irasional, ini masalah hati dan alam pikiran!". Jawab Sugeng kembali.
"Yowislah terserah kamu Geng, ruwet kamu! Semoga nemu galau wes, nitip salam juga buat galau. Bilangi jangan susah-susah dicari, biar kamu nggak remuk hati". Khambali pasrah dengan jawaban sugeng dan ia memberi semangat yang nyelekit pada Sugeng.
"Hemmm..... Iyo Mbal". Jawab Sugeng sembari mengakhiri percakapan dengan sobat karibnya, Khambali.

Malam tiba. Sugeng mapan dikamar tidur yang kusut itu sembari masih mikirin galau. Dalam hatinya berkata, "kenapa sih susah banget nyari sumber galau, di pantai Nggak ada, di sawah nggak ada, hemmm....". Akhirnya Sugeng tidur tapi bayangannya masih saja dalam masa pencarian galau.

Keesokan harinya Sugeng terbangun dan terkejut serta terheran-heran, setelah mengalami mimpi semalam. Seolah-olah ia dibawah menuju suatu tempat yang ditunjukkan sumber galau berada, bukan hanya itu saja, tetapi ia juga sekaligus ditunjukkan puncak galau. Ternyata sama antara sumber dan puncak galau ini. Setelah lelah mencari-cari sumber galau akhirnya dalam mimpinya ia menemukan dimana letak galau itu, dimana sumber galau itu berada, bahkan puncaknya pun kelihatan jelas. Kemudian ia bergegas mencari teman karibnya, Khambali. Untuk menceritakan padanya bahwa ia sudah menemukan sumber galau setelah bersusah-susah mencari.

Khambali yang sedang duduk depan teras rumah itu ternyata juga dalam keadaan murung. Sugeng mendekatinya, kemudian langsung meneblek pundaknya sembari menyapa.
"Woi Mbal!". Sapa Sugeng terhadap Khambali.
"Kamu ini datang tak diundang, bikin kaget aja! Ada apa kamu kesini!". Sahut Khambali yang terkejut.
"Bentar Mbal, kenapa sekarang jadi kamu yang murung?". Tanya Sugeng yang aneh ketika melihat wajah Khambali.
"Iya Geng, kemarin aku udah susah payah nyari dan ngumpulin uang buat bayar UKT kuliah semester ini, lah sekarang datang pandemi global, jadi kampus diliburin. Sekarang disuruh kuliah dengan sistem online, lah masalahnya kita dari mahasiswa seolah-olah dilepas dan dibiarkan dalam kesulitan menghadapi sistem daring ini, dalam arti UKT yang kita bayarin kemarin nggak ada timbal baliknya Geng". Cerita Khambali kepada Sugeng tentang keadaanya sekarang.
"Wah, iya Mbal sama. Aku juga ngalamin gitu makanya aku kemarin bingung dengan diriku yang galau nggak jelas sumbernya". Sahut Sugeng.
"Emang kamu udah nemu sumber galau Geng? Yang bener aja kamu!". Tanya Khambali kepada Sugeng.
"Semalem aku kepikiran terus soal galau, dan kebawa tidur. Nah, dalam tidur itu bermimpi soal galau Mbal. Jadi, sumber galau itu letaknya pada ekonomi, puncaknya juga pada ekonomi Mbal. Apapun masalahnya kalau ditarik ulur ujung-ujungnya juga ekonomi Mbal. Gituu...". Jawab sugeng sambil menerangkan intisari mimpinya semalam.
Khambali merenung sambil memikirkan omongan sugeng yang barusan dilontarkan kepadanya. Kemudian beberapa menit, Khambali memberi tanggapan.
"Wah, kalo dipikir-pikir bener juga geng ya". Ucap Khambali.
"Laiya Mbal. Makanya kadang aku bingung dengan perasaanku. Perasaan apa yang harus aku rasakan ketika aku bisa ikut kuliah online. Tetapi diwaktu yang sama ada teman-teman yang nggak bisa ikut, dan waktu itu pula kampusku tidak peduli dengan ekonominya mahasiswa. Soalnya aku juga kadang bisa ikut kadang nggak Mbal, hari ini kuliahku bukan tergantung niat, keinginan dan semangatku, tapi tergantung isi pulsa di HP ku. Sama saja punya keinginan tapi nggak ada pulsa sedangkan aku nguli bangunan juga libur imbas pandemi global Mbal..... ". Penjelasan Sugeng kepada Khambali.
"Iya Geng. Kita saat ini seolah-olah dalam keadaan jungkir balik tanpa timbal balik. Udah dilunasin tapi dibodoamatin. Hemmm.....". Sahut Khambali.

Akhirnya Sugeng mendapatkan dari mana sebenarnya sumber galau, dan akhirnya juga, Khambali mendapat pencerahan. Tapi bagaimanapun keadaannya mereka tetaplah seperti hari-hari sebelumnya. Ruwet. Karena keadaan yang sedang dialami adalah "Jungkir balik tanpa timbal balik".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun