"Mas, mas Ardi,"
      Ardi yang mengetahui suara istrinya yang memanggil namanya, ia bergegas terbangun dari rebahan bersama lamunannya.
      "Bentar yang," dirinya membuka pintu dan mendapati istrinya dengan keadaan letih. "Loh, kok kamu nggak basah kuyup si yang?"
      "Basah kuyup gimana, kamu nggak usah ngaco deh," istrinya kembali menimpali.
      "Diluar hujan kan? Dan kau pasti basah-basahan pulangnya,"
      "Nih, kamu banyakan berhayal deh kayak Sengkuni. Wong diluar terang-terang aja. Aku gak kehujanan mas, kering nih kering" nadanya kembali kesal dan mulai meninggi.
      "Loh, wong tadi aku denger hujan berisik banget. Tuh, kalau gak percaya, liat kamar tidur kita, banjir selutut kaki kamu yang."
Mereka kembali menuju ruang kamar yang jaraknya hanya sepuluh langkah dari depan pintu teras. Yang didapati ternyata tidak ada, alih-alih mau menunjukan bukti ternyata hanya sebuah imajinasi belaka. Yang katanya banjir hanya satu ruangan, yang di ciduk dengan gayung lalu airnya tak turun-turun juga, air hujan yang brisik lewat gendang telinga Ardi, ternyata hilang, tanpa meninggalkan jejak ketika istrinya pulang dari rumah. 'Plaaakk' istrinya menampar pipi suaminya.
"Aw, kamu apa-apaan si yang?"
"Kamu tuh yang apa-apaan, masih juga mengigau tiap malam. Masih juga ngimpi berdiri, sadar mas, sadar, bosan aku dengan tingkahmu yang konyol,"
Ardi kembali terperanjat, matanya menatap istrinya dengan sadar. Tangan kanannya mengelus-elus pipi sebelah kanannya yang perih sehabis di tampar istrinya. Dilihatnya jam dinding di kamar. Istrinya pulang tak seperti biasanya, pukul empat pagi ia pulang kerumah.
"Tumben kamu pulang jam segini? biasanya juga kamu pulang pas aku mau berangkat,"
"Aku pengin punya anak mas," istrinya menjawab singkat.
Ardi yang seketika kaget, sontak ia hanya terdiam dan hening. Tangannya masih mengelus-elus pipi kanannya yang masih terasa perih. Ia masih kesal, atas  tindakan istrinya yang menampar pipinya, dan juga tuduhan atas ketidakbenaran perihal cerita banjir di kamarnya.
Alih-alih kesal dengan perlakuan istrinya yang tidak percaya dengan cerita suaminya, dirinya gengsi untuk melayani istrinya pada malam itu. Ia mengabaikan, dan bergegas bersih-bersih untuk persiapan mengajar pagi di kampusnya.