Mohon tunggu...
Risky Arbangi Nopi
Risky Arbangi Nopi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - suka nulis cem macem

kalau otak lagi gremed gremed ya nulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semua Bisa Diselesaikan dengan Komunikasi (Artikel)

11 Desember 2020   10:01 Diperbarui: 11 Desember 2020   10:18 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrator: Setya Widadi

Macam--macam masalah biasanya kerap kali mengganjal di hati. Entah itu kejadian dari segala sumber yang terletak di dalam diri. Hal itu, tidak jauh dari sumber kurangnya sebuah komunikasi yang jarang diselesaikan atau bahkan disepelekan. Komunikasi sebagai wadah mengepresikan diri. 

Seseorang memanfaatkan komunikasi untuk mengeluarkan sumber dari masalah yang ada di dalam otaknya. Dan kemudian, hadirnya sebuah keterbukaan atau mengenalkan bahwa ide atau gagasan yang ada di dalam otak bisa tersampaikan dengan baik dan jelas. 

Menghadirkan komunikasi yang baik, jelas, tertata, mudah dimengerti mempunyai daya tarik bagi si pendengar. Akan tetapi, komunikasi jarang dilakukan dengan baik, dan bahkan kerap kali menimbulkan masalah dan berbagai aspek asumsi. Padahal, sumber dari segala masalah adalah terletak dari adanya kurang komunikasi, baik dari segi hubungan, dunia kerja, maupun hal sekitar.

Dalam Hubungan

Pernah dengar tidak, kalimat seperti ini? "Kenapa sih kamu gak pernah dengerin. Selalu kaya ngomong sama tembok," percakapan semacam itu sering kali dialami dalam sebuah hubungan. Mari kita kulik lebih dalam, kok bisa sih terjadi seperti itu? Padahal sudah tau, lawan bicaranya enggak pernah dengerin, malah cenderung menyepelekan. Seakan-akan seperti tembok yang hanya diam enggak ada respon sedikitpun. Memangnya, waktu awal kenalan enggak seperti itu, atau malah justru baru terlihat ketika memiliki suatu masalah dalam hubungan.

Seringkali seseorang luput dengan pertemuan pertama terhadap lawan bicaranya. Ataukah dalam sebuah awal seseorang kerap kali menampilkan kepalsuan atas topeng yang ia kenakan? Hal itu tidak bisa di tampik, sebab sudah sewajarnya seseorang lebih cenderung menampilkan sisi terbaiknya. 

Tak jarang dari lawan bicara atau target akan terkesima dengan sebuah tampilan awalanya. Kembali lagi dengan masalah komunikasi, sebenarnya memang penting dalam hubungan ketika ada masalah diselesaikan dengan komunikasi bersama. Kenapa? sebab, sumber dari masalah kurangnya keterbukaa satu sama lain. Di sisi lain, satu pihak sangat aktif  berkomunikasi untuk sebuah kelancaran hubungan, tetapi di lain pihak malah sebaliknya, dan bahkan cenderung pasif. Seperti menghilang atau biasa di sebut ghosting, menganggap masalah baik-baik saja padahal tidak sama sekali.

Maka dari itu, kita harus belajar dari masalah kemarin yang sempat bikin tidak baik-baik saja. Memang, belajar terbuka dalam komunikasi amat sulit untuk memulainya. Terlebih orang tersebut memang cenderung cuek, bahkan pendiam. Belajar memang sulit, tapi sangat mudah untuk menghentikannya. Kataya "Memulai" itu adalah 50% bagian dari proses itu sendiri. Ngomong-ngomong  kalau itu katanya, bisa di bilang benar juga. Tinggal berani dengan prosesnya atau tidak.

Ngomong-ngomong masalah komunikasi, sebenarnya sumber kedua dari masalah yang perlu ditelaah tidak harus kepada orang pertama (pelaku) terlebih dahulu. Saya sering berjumpa dengan teman saya ketika sedang mengobrol sesuatu yang ketika hal itu mengganjal di pikirannya, "

Kenapa ya, anak ini kok tak pernah terbuka, lebih suka diem?" hal yang perlu dilakukan adalah, jangan dulu berasumsi bahwa orang yang tidak mau terbuka (dalam artian mengutarakan kisahnya) bukan berarti orang tersebut malas membuka topik terhadap lawan bicaranya atau tak percaya akan kerahasiaannya akan terbeberkan. Asumsi itu belum sepenuhnya benar, bisa jadi si anak memang punya masa lalu yang mungkin sulit untuk di ceritakan. Sehingga, si anak cenderung lebih suka memilih diam dan menjaga rahasianya rapat-rapat.

  Langkah selanjutnya yang perlu di perhatikan adalah, melihat dari latar belakang si anak tersebut. Kenapa tak pernah terbuka untuk sekedar berkomunikasi ringan. Melihat latar belakang dari keluarganya memang perlu, seperti apa sih kehidupan yang dijalaninya, apakah harmonis, atau cenderung pendiam dan renggang.

Kemudian, dari lingkup pertemanan. Apakah si anak memiliki kecederungan memiliki sedikit teman atau banyak teman, lingkup pertemanan juga mempengaruhi kondisi psikis yang nantinya juga berpengaruh ke dalam lingkup hubungan.

Jadi, masalah komunikasi yang seringkali menjadi kendala dalam sebuah masalah bukan serta merta muncul atau sudah menjadi karakter seseorang yang cenderung lebih diam atau terlihat cuek. Kenali dulu sifat orangnya, lingkup keluarganya, pertemanan seperti apakah yang dibangun. Denga begitu, setelah mengetahui semua hal tentang masalah komunikasi yang kurang, langkah selanjutnya yang perlu diakukan adalah pengertian dan melatih secara sabar untuk terbuka, serta toleransi.

Dalam Dunia Kerja

Melalui komunikasi, salah satu buku dari Jho C. Maxwell dalam bukunya yang berjudul The Maxwell Dailly Reader. Beliau menyebutkan bahwa "...Terstrukturlah komunikasi yang terbuka memupuk kepercayaan. Memiliki agenda tersembunyi, berkomunikasi dengan orag melalui pihak ketiga," hal itu menunjukan bahwa keterbukan dalam sebuah komunikasi sangatlah penting untuk menjaga keharmonisan.

Ketika suatu masalah datang, katakanlah segera, jangan di simpan atau menunda-nunda, bahkan jangan sampai di pendam masalahnya. Suatu saat bisa meledak dan itu tidak baik. Kemudian, jadikan inklusif sebagai evaluasi diri. Sehingga masaah akan segera terselesaikan. Komunikasi tatkala hanya sekedar berbicara saja. Melainkan menjadi pendengar juga termasuk dalam sebuah komunikasi.

 Dengan mendengarkan, secara tidak sadar, kita memberikan ruang dan rasa hormat, membangun hubungan dan meningkatkan pengetahuan. Membangkitkan ide dan membangun loyalitas.

Mengutip dari Roger G. Imhoff  bahwa "Biarlah orang merasa yakin dengan diri Anda. Mungkin mendengarkan tidak membantu Anda, tapi pasti akan membantu mereka." Semua itu tergantung bagaimana cara berkomunikasi agar lawan bicaranya mengerti. Berlatih berkomunikasi sungguhlah perlu, dengan banyak-banyaklah membaca bacaan tentang panduan seni berbicara dan pengembangan diri. Berlatihlah memanfaatkan otak untuk hal yang lebih baik dan berguna. Pergi ke toko buku dan belajarlah.

-2020.

-RISKY ARBANGI NOPI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun