Mohon tunggu...
Riski Pratama
Riski Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Buruh Harian diri Sendiri dan Penjinak Isu dengan tulisan yang tidak berfaedah

Belajarlah dari kesalahan. Jika kau belajar dari kebenaran maka tak ada yang namanya proses. Jika Ragu Pulang Saja !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Perkawinan Siri

11 Juli 2022   22:55 Diperbarui: 11 Juli 2022   23:11 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena hak-hak ini dapat diberikan ketika pengadilan sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk memutuskan perkara percerian dapat memproses perceraian dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan, tentu ini adalah konsekuensi logis karena perkawinan yang dilangsungkan tidak memiliki dokumen legal yang sudah ditetapkan undang-undang.

Perkawinan sirri secara yuridis juga mengandung problem hukum yang sangat fatal. Jika dilihat dalam pasal 2 ayat 2 terkait pencatatan nikah, perkawinan sirri tentunya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang telah menyalahi aturan perundang-undangan. Karena perkawinan sirri mengandung unsur probabilitas untuk menciderai mandat dari tujuan perkawinan itu sendiri yaitu menciptakan rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.  

Meski tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal, namun praktik perkawinan sirri sendiri memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk menciderai amanat UU Perkawinan. UU ini secara historis dibuat untuk memberikan norma kepada seseorang yang ingin melangsungkan perkawinan agar perkawinan yang dilaksanakan dapat menjadi perkawinan yang dicita-citakan yaitu menciptakan keharmonisan dalam berumah tangga. 

Dan perkawinan sirri yang tidak diatur di dalam hukum positif tentu sangat bertentangan dengan doktrin negara hukum kita. Karena doktrin negara hukum harus dipahami, bahwa hukum menjadi panglima penentu arah perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh seluruh warga negara.

Di dalam hukum islam, perkawinan sirri adalah perkawinan yang sah dan sudah memenuhi syarat dan rukun dalam hukum perkawinan islam. Diskursus fiqh klasik memang tidak ada pembahasan terkait pencatatan perkawinan. Namun jika mau ditinjau kembali, pencatatan nikah sudah seharusnya wajib dilakukan karena pencatatan nikah adalah bentuk kita mengikrarkan serta mengumumkan perkawinan yang telah dilangsungkan. 

Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang pada intinya menganjurkan untuk melakukan i'lan setelah perkawinan dilangsungkan dengan cara melakukan walimah. Pencatatan nikah juga dapat didasarkan pada kaidah fiqh "Ma La Yatimul Wajib Illa Bihi Fahuwa Waajibun" yang artinya sesuatu yang membuat perkara wajib menjadi sempurna, maka hukumnya wajib. 

Tujuan perkawinan dalam islam yaitu menciptakan rumah tangga yang sakinnah, mawaddah wa rohmah adalah perkara yang wajib untuk dicapai. Sehingga jika dengan pencatatan perkawinan hal ini dapat dicapai maka pencatatan nikah harus memiliki hukum wajib juga. 

Selain itu di dalam kaidah fiqh juga ditegaskan untuk menghindari kemudhorotan lebih dituamakan daripada menarik maslahat. Dengan kaidah ini, menghindari perkawinan sirri yang memiliki banyak mudhorot lebih diutamakan dari pada harus terjebak untuk melakukan perkawinan sirri.

Sebagai perkara yang banyak menimbulkan kemudhorotan, perkawinan sirri sudah seharusnya dihindari. Secara yuridis, perkawinan sirri juga tidak dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan. Dengan analisa diatas, semoga problematika perkawinan sirri dapat diatasi serta dicarikan jalan keluarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun