Oleh karena itu, dalam hal ini kerancuan Suhrawardi dalam memprioritaskan mahiyah atas wujud memiliki dampak signifikan pada perkembangan filsafat Islam:
1. Pergeseran Fokus Ontologis
Dengan menolak eksistensi sebagai realitas fundamental, Suhrawardi menggiring filsafat menuju pendekatan yang lebih abstrak dan spekulatif. Hal ini menjadikan filsafat Isyraqiyyah kurang relevan dalam menjelaskan realitas konkret dibandingkan tradisi Muta'aliyyah yang memprioritaskan eksistensi.
2. Kesulitan dalam Integrasi Metafisika dan Ontologi
Filsafat Isyraqiyyah tidak mampu menjembatani hubungan antara konsep mental (wujud sebagai i'tibari) dan realitas objektif. Sebaliknya, filsafat Muta'aliyyah berhasil mengintegrasikan keduanya dengan menegaskan bahwa eksistensi adalah realitas yang mencakup semua tingkatan, dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
Dengan demikian, dari apa telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa pandangan Suhrawardi tentang mahiyah sebagai prinsip dan wujud sebagai i'tibari mengandung kerancuan filosofis yang serius. Dengan menolak eksistensi sebagai realitas, ia menciptakan kontradiksi dalam sistemnya sendiri dan gagal menjelaskan hubungan antara konsep mental dan realitas objektif. Pemikiran ini akhirnya dikoreksi oleh Mulla Shadra, yang melalui filsafat Muta'aliyyah menegaskan eksistensi sebagai fondasi realitas yang memungkinkan pemahaman yang lebih holistik tentang wujud dan mahiyah.
Referensi:
Murtadha Muthahahari, Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shadra, (Bandung: Penerbit Mizan, April 2002), 60-63.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI