Di era modern, banyak orang merasa terjebak dalam pencarian kebahagiaan yang tidak pernah berakhir, sering kali karena mereka berfokus pada hal-hal yang bersifat sementara dan eksternal. Kebahagiaan yang didasarkan pada pencapaian materi atau status sosial cenderung tidak bertahan lama, karena setelah satu tujuan tercapai, akan muncul keinginan untuk mencapai lebih banyak lagi. Ini menciptakan siklus yang tidak ada habisnya, di mana kebahagiaan selalu tampak berada di depan, tetapi sulit untuk benar-benar diraih.
Sebaliknya, kebahagiaan yang lebih abadi dan mendalam sering kali ditemukan dalam hal-hal sederhana dan bermakna, seperti hubungan yang tulus dengan orang-orang terdekat, rasa syukur atas apa yang sudah dimiliki, dan kemampuan untuk hidup dengan penuh kesadaran di saat ini. Kebahagiaan jenis ini tidak bergantung pada pencapaian besar atau kekayaan materi, tetapi pada kedamaian batin dan penerimaan diri.
Kesimpulannya, kebahagiaan memang abstrak dan eksistensinya membutuhkan sandaran, tetapi sandaran tersebut tidak selalu harus berupa objek material. Kebahagiaan bisa bersumber dari hal-hal non-material, seperti makna hidup, hubungan yang baik, dan sikap mental yang positif. Pada akhirnya, kebahagiaan adalah sesuatu yang sangat pribadi dan subjektif, dan setiap individu memiliki hak dan kesempatan untuk menemukan kebahagiaannya sendiri, dengan caranya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H