Mohon tunggu...
Riski Iki
Riski Iki Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Arkeologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demokratisasi Era Kolonial

26 Juni 2018   19:54 Diperbarui: 26 Juni 2018   20:22 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata yang menarik pertama perlu diperbincangkan adalah Kolonial, hal pelik akan terlintas langsung pada benak kita masing-masing akan kata itu adalah penindasan dan kesengsaraan masyarakat pribumi Indonesia dari awal Nusantara hingga Republik. Portugis, Ingris, Belanda, Jepang tentu tak asing sebagai negara yang pernah menginjakkan kakinya di negara kepulauan ini, pengusaan adalah hak praktek kolonialisme, karena kolonialisme adalah pengusaan secara menyeluruh sistem disuatu wilayah baik budaya, ekonomi, sosial, maupun politik.

Dengan variabel kolonial tersebut kita bisa mengabil satu sampel politik dalam artian proses demokrasi yang hingga saat ini berkembang, oleh karena proses kolonialisme hingga muncul sistem demokratisasi hasil adopsi dari Eropa. Pada Tahun 1906 di kota Surabaya sebagai salah satu kota kolonial tapi tumbuh dengan dalil-dalil politik modern.

Pada saat itu masyarakat Surabaya berperan aktif dalam politik tersebut, ada diskursus rasional dalam pengambilan kebijakan pada saat itu di Kota Surabaya sehingga kemajuan wilayah dengan cepat berkembang, dimana pada tahun 1906 ini kota Surabaya sudah menjadi kota yang metropolis hingga lalu lintas perdagangan dunia ada disitu karena merupakan salah satu kota pelabuhan, pembicaraan filosofi dan teori politik juga tumbuh disitu.

Namun kultur politiknya feodal hingga di tahun 2018 ini, pola politik saat ini memang sudah modern tetapi feodalistiknya masih ada, apakah negara kita memang sudah tumbuh seperti yang kebanyakan orang bilang atau hanya sekedar membengkak. 

Ada varibel lain dalam demokrasi di Kota Surabaya, mundur 3 tahun yakni tahun 1903 lahir undang-undang desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903), yang menjadi dasar pembentukan pemerintahan kota secara otonom (gemeente) di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa tahun setelah lahir  undang-undang itu Kota Surabaya menjadi kota otonom yang memiliki  pemerintahan sendiri.

Gemente merupakan pembagian wilayah administrasi dalam pengertian Belanda atau kotamadya dalam pengertian Indonesia. Dalam artian ini mulai berkembang otonomi daerah dimana daerah mengatur rumah tangganya sendiri sesuai peundangan-undangan yang berlaku atau pemerintahan sendiri sehingga berlaku diseluruh Indonesia termasuk Sulawesi Tenggara yang ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasarkan Perpu No. 2  tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Pada awalnya terdiri atas 4  (empat) kabupaten yaitu: Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten  Muna, dan Kabupaten Buton dengan Kota Kendari sebagai ibukota provinsi. 

Demokrasi sudah berlansung cukup lama dan mengalami banyak perkembangan dan apakah demokrasi memang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban ?, itu tergantung pada diri masing-masing mungkinkah itu mental kolonialisme masih ada atau keinginan untuk memajukan daerah sesuai dengan pengharapan kebaikan?

Pesta Demokrasi memang selalu ditunggu potongan puzzlenya yang lama dinahkodai namun tak kunjung tiba dipelabuhan dan tepat untuk berlabuh.

(trendsmap.com)
(trendsmap.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun