Pemimpi(n) Dan Kesadaran Sejarah
Momentum pilpres 2014 menjadi tranding topic khusus bagi rakyat Indonesia. Politik, politik dan politik begitu khas menghiasi sisi lain keseharian bangsa kita.
Dalam hal memilihpasangan capres-cawapres, rakyat diharuskan mempunyai banyak pertimbangan dalam menentukan siapa yang kelak bisa memimpin negeri ini. Bukan hanya sekedar memilih yang “ kaya, tampan, atau yang pintar berpolitik “ akan tetapi harus mempunyai visi dan misi yang jelas serta revolusioner untuk membangun bangsa ke langkah yang lebih maju. Agar dapat menjalankan tugas ke arah tersebut, politik(dalam arti kehidupan politik secara keseluruhan) harus mampu memahami, merekam, dan menangkap perubahan fundamental yang terjadi di tengah masyarakat serta memberi arah yang benar bagi perubahan tersebut. Berbicara mengenai perubahan, hal tersebut tak lepas dari persinggahan peristiwa dari masa ke masa. Ini artinya “sejarah” adalah kata yang tepat untuk dijadikan acuan dalam perbaikan bangsa. Jika kita melihat rentang sejarah, dinamika perubahan sosial merupakan interaksi empat elemen, yaitu: manusia, ide, ruang, dan waktu. Manusia adalah pusat perubahan karena merupakan pelaku atau aktor di mana ruang dan waktu merupakan panggung pertunjukannya. Ide jadi penggerak manusia dalam seluruh ruang dan waktunya. Setiap kali ada perubahan yang penting dalam ide-ide manusia, kita akan menyaksikan perubahan besar dalam masyarakat yang mengikutinya. Setiap pergantian peristiwa dalam masyarakat pasti tidak akan terlewatkan dalam sejarah. Dalam hal inilah kedua elemen yakni politik dan sejarah harus menyatu. Jika dalam sejarah terdapat ruang dan waktu yang terus mengikutinya maka politik harus bisa menyinkronkan agar tidak menjadi dangkal.
Bertumpu pada kekuatan sejarah jika sejarah adalah cerita tentang hari kemarin, hari ini, dan hari esok, maka sejarah bukan saja metode untuk memahami masa lalu dan masa kini, tetapi juga menjadi jalur efektif untuk merubah kehidupan agar hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin.
Menurut Buchori Kader (Kompas, 23/06/2014) mengatakan Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang disegani oleh bangsa-bangsa lain, jika pemimpin bangsa ini mampu mengembalikan negeri ini ke akar sejarahnya. Menilik dari perkataan tokoh tersebut maka bisa disimpulkan bahwa pemimpin yang sadar terhadap keberadaan sejarahnya adalah pemimpin yang kelak akan mampu memunculkan keemasan bangsanya di kancah dunia. Sudah saatnya politik di Indonesia di fondasikan pada kekuatan sejarah.
Kedalaman muatan sejarah akan menghindarkan politik dari kedangkalan dan membawanya pada kedalaman kesadaran. Dengan memahami sejarah, politik akan bergeser dari pandangan sempit sekedar berebut kekuasaan menuju keluasan cakrawala pemikiran, dari sekadar perdebatan mengurusi dunia kenegaraan menjadi perbincangan arsitektur peradaban bagi bangsa.
JASMERAH sebagai kekokohan bangsa
Siapapun yang diberi amanat untuk memimpin negeri ini, diharapkan bisa mengembalikan jati diri bangsa ke akar sejarah dan budayanya. Pemimpin yang berpijak pada kekuatan sejarah adalah pemimpin yang bijaksana. Di Indonesia sudah banyak contoh-contoh pemimpin yang secara sempurna ter-coveroleh pencitraan belaka. Mereka bukan seperti pahlawan yang bertekad untuk membangun negara, tapi mereka ingin dianggap sebagai pahlawan yang instan. Pahlawan yang hanya mengedepankan kekuasaan bagi kepentingan pribadi saja. Model-model pemimpin yang seperti ini adalah model pemimpin yang sukanya hanya mengobral janji tanpa bukti. Padahal rakyat kita sangat mengidam-idamkan pemimpin yang berkobar dalam api semangat membangun bangsa. Pemimpin yang bukan mencalonkan diri untuk banyak dipilih oleh rakyatnya, tetapi pemimpin yang dicalonkan oleh rakyatnya untuk memperbaiki bangsa.
Rakyat kita sudah muak dengan pencitraan-pencitraan kosong tanpa tindakan yang pasti. Sudah waktunya pemimpin Revolusioner hadir mendobrak kejayaan bangsa ini. Merujuk pada kekuatan sejarah, bangsa ini sudah melewati fase-fase penting dalam naungan sejarah. Jika kita meninggalkan sejarah maka hancurlah bangsa ini. Karena itu, Bung Karno selalu mendengungkan ‘Jasmerah’ (Jangan sekali-kali melupakan sejarah) kepada siapa pun pemimpin bangsa ini, agar Indonesia tidak jatuh ke dalam jurang kehancuran. Pemimpin yang sadar sejarah akan selalu melihat masa lalu agar menjadi bijak dalam menentukan keputusan. Peristiwa pada masa kepemimpinan Soeharto sejatinya dapat dijadikan pembelajaran bagi bangsa ini. Wajah baru reformasi harus bisa menjadi Indonesia yang cemerlang. Indonesia harus bisa bangkit dari keterpurukan moral, budaya serta kemunduran-kemunduran lainnya. Indonesia harus menjadi Bhinneka Tunggal Ika yang tetap menjunjung tinggi peradaban bangsa. Dan itu semua akan bisa terwujud jika pemimpin negeri ini berjiwa “Jasmerah”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H