Mohon tunggu...
Riski Murdianto
Riski Murdianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis apa yang ingin ditulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Luka Hati

25 Mei 2019   23:48 Diperbarui: 26 Mei 2019   00:03 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menapak derita bersama luka yang menyatu dalam satu fase. Atas lebamnya hati yang tertusuk pengkhianatan. Menopang derita sendiri, itu tidaklah mengasikkan!

Aku bergerak kuat pada jalan baru yang aku tempuh. Pada jalan derita yang begitu nikmat aku jalani. Atas tak ikhlasnya hati sebab perlakuanmu padauk. Atas cinta tulus yang kau mainkan. Kebencian hatiku atasmu semakin menjadi.

Aku berjuang, lantas kau manfaatkan? Hebat!!!

Mengikhlaskan bukan suatu hal yang mudah bagiku. Jangan percaya jika aku berkata "aku telah ikhlas kau akhiri cinta kita", di situ, perlu kau ketahui; tentang kepalsuan besar yang aku katakan.
Bagaimana bisa aku membiarkanmu begitu saja? Atas segala apa yang telah kau berikan padaku. Atas semua janji manismu. Atas semua permintaanmu, agar aku selalu di sampingmu.

Siapa yang berkhianat? Kau atau aku?

Aku semakin terluka, dan aku tak sanggup mengikhlaskanmu untuk saat ini. Yang aku ingin, hanya kamu lah yang ada di sampingku. Aku masih berharap penuh, bahwa kamu akan kembali.

Kau harus tahu, di dada ini, ada hati yang kuat menolak perpisahan. Ada hati yang benci dikhianati. Ada hati yang rela berjuang. Ada hati yang ikhlas menerima. Ada hati pula yang kau acuhkan!!

Semesta yang kau berikan, adalah semesta ingar bingar yang begitu kejam untukku tempati. Karena ada dia, sosok yang telah mencurimu dariku. Aku bahkan tak ingin menginjakinya. Aku lebih baik diam di semestaku sendiri; menikmati pedih.

Kau di mataku masih kubenci. Jangan salah. Inilah efek atas hati setia yang terkhianati. Begitu membenci dan susah menerima pengkhianatan.

Padamu, yang ingin kumaki setiap saat.

Padamu, yang ingin kugodhok dengan ideologiku.

Padamu, yang ingin aku caci sepuasnya.

Padamu, yang begitu bodoh meninggalkan kesetiaan.

Tonton visualisasi puisinya di channel Youtube Riski Murdianto


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun