Mohon tunggu...
Riski Murdianto
Riski Murdianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis apa yang ingin ditulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangisan Negeriku

22 Januari 2019   21:44 Diperbarui: 22 Januari 2019   21:58 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau dijuluki syurganya dunia fana

Pesona yang anggun berkaca permata

Tak sia Tuhan memberinya...sebab dalamnya penuh kenikmatan

Kau jua dijuluki negeri nan elok...sebab memang elok adanya

Rakyatmu hidup penuh tegur sapa penghias surga

Berdiri di atas bermacam ke-elokan suku Budaya,

Agama,

Karya, dan sastra.


Sungguh negeri yang bergelimang cinta, tegak atas dasar kesatuan

Harum tanahnya pun membawa kesejukan jiwa nan gersang

Siapapun mereka, akan terkesima tuk memilikinya

Negeri yang penuh dengan uluran tangan sang penerima tamu


Namun kini matahari iba melihatmu, sebab ada pengkhianat di dalamnya

Bahkan cahaya matahari hampir tak rela menyinarimu lagi.

Bumi yang permai kini dikhianati tuannya.

Sungguh malang engkau wahai negeri nan permai


Tuanmu menumpahkan tinta hitam penuh nanah dan noda

Padahal mereka hanya segelintir para pengkhianat negeri

Sungguh keji sang pemikir radikal berontak

Hilang rasa cinta ... seperti julukan sang pelindung negeri


Kau tumpahkan rasa resah bergerah disetiap darah mengalir

Menumpas kebajikan dalam dalil kebajikan

Kau tunjukkan ketidakpuasan hati penuh dengki

Kau tinggalkan derai air penuh ketakutan pada saudara


Oh Tuan ... sekira apa terbesik dalam benak sang penantang??

Sehingga saudara kau pandang selayaknya hewan buas yang hak di tebas

Bahkan kini matamu tak sedap lagi dinikmati..mata penuh kekejian

Tidakkah kau rindu negeri yang permai itu??


Wahai tuan yang bertutup muka...

Sekiranya penuh ketakutan hatimu memberontak,

Sehingga kau tak berani menampakkan wajah.

Bahkan mata hatimu t'lah tertutup pula oleh penutup dengki


Seluruh air mata mendoakan kesadaran sang tuan

Pulanglah, jangan kau gempur rumahmu sendiri

Cintailah negerimu...

Seperti kau mencintai cita-citamu untuk negeri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun