Mohon tunggu...
Mochamad Riski Wardana
Mochamad Riski Wardana Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Bagong merupakan sapaan akrab dari pria asal Kota Malang ini. Sejak kecil dia tertarik dengan dunia kepenulisan, mulai dari menceritakan kembali cerita apa yang telah dia baca sampai saat ini memututskan untuk membuat artikel opini. Dia tertarik dengan hal hal yang berbau investigasi dan kriminologi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ganjar-Puan, Dualisme yang Terulang Kembali

25 November 2022   20:29 Diperbarui: 25 November 2022   20:37 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini dibuat bukan untuk menjelek-jelekkan personal maupun golongan. Artikel ini juga tidak dibuat untuk mengujar kebencian. Artikel ini dibuat berdasarkan pandangan pribadi penulis, membuatnya pun harus melewati serangkaian riset terlebih dahulu. 

Sehingga seluruh fakta yang ada di dalam artikel ini terbukti dan tidak asal asalan. Mohon maaf apabila artikel ini dirasa memilikki banyak kekurangan, baik dari segi teori maupun argumen. Semoga kekurangan tersebut dapat menjadi evaluasi untuk kedepannya.



Akhir akhir ini, kita dihebohkan dengan isu yang cukup panas. Isu yang kemungkinan dapat melahirkan perspektif yang berbeda dalam masyarakat. Apalagi kalau bukan isu dualisme antara Ganjar Pranowo dengan Puan Maharani dalam tubuh partai PDIP. 

Isu ini menimbulkan perdebatan dari kalangan masyarakat hingga pengamat politik sekalipun. Pasalnya, kedua figur ini digadang gadang sebagai Calon Presiden Indonesia periode 2024-2029. 

Puan Maharani murni diajukan oleh PDIP sebagai calon presiden, sementara Ganjar Pranowo diajukan sebagai calon presiden karena keinginan masyarakat. Lantas, apakah benar kedua figur ini saling bersaing untuk merebutkan kursi calon presiden? Ataukah isu ini hanyalah sebuah gurauan?

Seperti yang kita ketahui, bahwa dualisme ini lahir dari perbedaan latar belakang. Pak Ganjar yang diusung sebagai calon presiden karena loyal dan berwibawa. Sedangkan Bu Puan yang diusung sebagai calon presiden karena memang sudah menjadi planning awal dari partai PDIP. 

Tentunya hal ini akan menimbulkan polemik, pasalnya dua figur ini saling berlawanan di mata masyarakat. Masyarakat menilai bahwa perseteruan Ganjar dan Puan ini ibarat bumi dengan langit. Sangat jauh sekali perbedaannya.

Banyak orang yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai presiden, karena selain dikenal dengan sosok yang tegas, Ganjar Pranowo juga dikenal sebagai figur dengan empati yang tinggi terhadap masyarakat. Beberapa media banyak sekali yang menyorot sikap beliau manakala memutuskan perkara dengan masyarakat. 

Beliau selalu adil dan bijak dalam memutuskan suatu masalah, sehingga masyarakat selalu merasa diuntungkan dengan kehadiran beliau. Lalu, bagaimana dengan Puan Maharani? Apakah loyalitasnya juga sama seperti Ganjar Pranowo? 

Bisa jadi iya, beliau sendiri juga punya simpatisan yang begitu banyak. Meskipun yang membenci beliau juga tak sedikit.

Adanya dualisme ini mengingatkan kita pada peristiwa serupa yang terjadi di dalam partai ini. 27 Juli 1996, Soerjadi kala itu berniat mengambil alih Kantor DPP PDIP di Jakarta, tindakan itu beliau lakukan sesuai dengan hasil KLB Medan yang menyatakan bahwa Soerjadi adalah Ketua umum PDIP. 

Rupanya hal itu diketahui oleh ketua umum PDIP saat itu, Megawati. Dan beliau langsung memecat 16 kader fungsionaris yang dituduh terlibat dalam upaya pengambilalihan itu. Setelah diadakan beberapa perundingan, tetaplah Megawati yang memenangkan perundingan, beliau juga ditetapkan sebagai ketua umum yang valid untuk periode itu. 

Bedanya dengan kasus dualisme saat ini, pihak oposisi lebih cenderung diam tanpa melakukan upaya agresif kepada lawan. Pihak Ganjar tidak melakukan perlawanan apapun sehingga Pihak Puan sedikit lebih unggul dari mereka. Tentunya hal ini dapat memberikan peluang yang besar bagi Puan untuk maju dalam pilpres 2024 nanti.

Masalah ini tidak bisa dianggap remeh, sebab apabila diteruskan maka akan menimbulkan perselisihan entah itu di lingkungan internal partai ataupun di masyarakat. Apabila Puan didapuk sebagai calon presiden, maka dapat dipastikan ada banyak sekali pihak yang menentang hal itu. 

Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya, masyarakat menilai bahwa kepemimpinan Puan akan sama dengan kepemimpinan ibunya sewaktu menjadi presiden. 

Selain itu, masyarakat juga menilai bahwa Ganjarlah yang pantas diusung menjadi calon presiden. Karena selain tegas, beliau juga merakyat sehingga tak sedikit masyarakat yang senang dengan kepemimpinan beliau. Pak Ganjar merupakan figur impian masyarakat, namun beliau dapat dipastikan tidak bisa menjadi calon presiden karena beberapa hal.

Melansir dari Sindonews.com {https://bit.ly/3oTRGoq}, Ganjar tidak dapat diusung menjadi calon presiden dikarenakan eksistensinya masih terbatas di Jawa tengah. Seperti yang kita tahu bahwa sebelumnya Ganjar pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah selama dua periode, hal itu tentunya membuat masyarakat Jawa Tengah sudah tidak asing dengan tokoh ini. 

Sementara masyarakat luar Jawa Tengah mengenal beliau hanya melalui media sosial dan kunjungan ke luar daerah tertentu, sehingga dukungan Ganjar sendiri hanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Tengah saja. Di lain sisi, Puan kini menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, pastinya beliau dikenal oleh banyak orang dan punya banyak sekali pendukung yang tersebar se Indonesia. 

Selain itu, beliau juga didukung oleh Ketua Bapilu {Badan Pemenang Pemilu} PDIP, Bambang Pacul. Dimana Bapilu itu sendiri merupakan "motor penggerak" utama dalam mengusung calon dan mensukseskan PDIP pada pesta demokrasi terbesar se Indonesia.

Dari segi pendukung memang Puan menang, namun dari segi nama dan kelayakan kepemimpinan memang Ganjar patut diacungi jempol. 

Bayangkan saja, masyarakat mana yang tidak mau adanya pemimpin yang merakyat, peduli, bijak, tegas, dan bersih seperti beliau? Pastinya semua masyarakat ingin model pemimpin seperti itu. Indonesia akan menjadi negara maju apabila dipimpin oleh seorang pemimpin yang sangat terbuka terhadap rakyatnya. Seharusnya, model pemimpin seperti ini yang perlu diusung menjadi calon presiden. 

Karena selain memilikki citra yang baik dalam masyarakat, beliau juga berpengalaman dalam membangun Provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi yang baik. Di dalam kasus ini, Ganjar seolah olah tampak terdzalimi oleh partainya sendiri. Beliau tampak dikesampingkan dan dikucilkan layaknya seorang anak tiri. 

Lantas bagaimana? Apakah masalah ini tidak ada ujungnya? Yang pasti, diantara kedua belah pihak telah memberikan tanggapan dan klarifikasi mengenai permasalahan ini.

Menurut Tribunnews.com {https://bit.ly/3uNLCyX}, Bambang Pacul mengungkapkan bahwa masalah tersebut telah selesai. Ganjar mengakui jasa besar Puan dalam PDIP, tanpa adanya Puan, beliau mungkin tidak dapat menjadi Gubernur Jawa Tengah selama dua periode. Selain itu, Puan juga dinilai telah berkontribusi penuh terhadap berdirinya PDIP hingga saat ini. 

Sehingga wajar saja apabila Puan ditunjuk sebagai calon presiden periode 2024-2029. Ganjar berpendapat bahwa selama ini dirinya dengan Puan sedang baik baik saja, tidak ada konflik ataupun perseteruan lain. Masalah yang selama ini menyeret namanya dan politisi lain merupakan hasil pemikiran dan aktualisasi masyarakat dalam sosial media. 

Beliau enggan memperpanjang masalah ini lantaran sangat menghormati Megawati dan Puan sebagai petinggi PDIP, beliau juga tidak mau di cap sebagai "Kacang yang lupa kulit" oleh partainya sendiri.

Sangat disayangkan sekali manakala Ganjar harus mengalah demi terselesaikannya dualisme ini. Padahal, pemimpin yang baik seharusnya memperjuangkan haknya supaya dapat memimpin negara kita yang tercinta ke arah yang lebih baik lagi. 

Rasanya, Indonesia perlu belajar mengapresiasi figur kepemimpinan seperti Ganjar di masa mendatang. Adanya dualisme ini sekaligus menjadi pelajaran bagi para politisi untuk selalu mempertimbangkan keputusan dengan fakta yang ada di lapangan. Boleh saja kita memutuskan sesuatu, namun kita juga perlu tahu bagaimana kondisi masyarakat yang ada di luar.

Kita sebagai masyarakat hendaknya bersikap terbuka terhadap perkembangan politik yang ada di Indonesia. Kita perlu berpikir kritis manakala menyikapi sebuah isu, yang pasti supaya tidak terjadi pecah belah antar satuan masyarakat. Adanya kasus dualisme Ganjar-Puan merupakan bukti Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan. 

Masing masing pihak saling memajukan figur yang mereka sukai dan enggan memercayai pihak lain. Oleh karena itu, mari kita saling bersatu dan saling memercayai supaya Indonesia maju dan lebih baik lagi.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun