Mohon tunggu...
Riska Yunita
Riska Yunita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Be your own kind of beautiful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dewasakan Cara Pandang untuk Kehidupan Sosial yang Lebih Nyaman

29 Agustus 2020   14:29 Diperbarui: 30 Agustus 2020   17:55 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Viralnya video antara artis remaja dan kekasihnya beberapa waktu lalu berhasil mengumpulkan beragam opini dari para pengguna media sosial. Entah kritik atau dukungan diutarakan dari berbagai kalangan secara bebas dan lugas melalui media sosial mereka masing-masing. Dari berbagai opini yang dilontarkan, ada satu opini yang saya rasa menjadi titik balik dari apa yang sebenarnya masyarakat kita sedang alami saat ini.

Opini tersebut menyayangkan kalangan kita yang masih stereotipe. Hal ini dilatar belakangi oleh munculnya banyak dukungan untuk sang artis di balik sikap yang dinilai salah oleh kebanyakan orang. Namun di sisi lain betapa banyak orang mengkritik publik figur lain yang juga sempat viral karena melakukan sesuatu yang sebenarnya menghibur para penontonnya. Perbedaan tanggapan yang didapatkan dari keduanya diyakini karena fisik mereka. Apalagi kalau bukan perkara good looking atau tidak.

Stereotipe sendiri didefinisikan sebagai penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Dan dalam kejadian kemaren, good looking menjadi kambing hitam atas dukungan yang di dapatkan dari sang artis.

Pada dasarnya, perihal kritik atau dukungan yang ingin disampaikan adalah hak pribadi setiap orang dalam menilai suatu kejadian. Namun sayangnya, kalangan kita terkadang bukan menilai isi dari kritik atau dukungan itu sendiri melainkan kuantitas dari kritik atau dukungan yang diterima. Ketika kuantitas seolah sudah diperhitungkan, muncul kemudian hal-hal yang dijadikan kambing hitam atas penilaian apa yang didapatkan.

Seperti halnya dalam kejadian ini, perihal good loking digadang-gadang menjadi alasan mengapa sang artis menerima banyak dukungan. Namun jika kita mau melihat lebih banyak peristiwa atau kejadian sekitar kita, dari hal-hal sederhana di lingkungan kita saja, akan terlihat banyak penilaian stereotipe yang kita dengar. 

Bukan hanya artis, publik figur, politisi atau orang-orang terkenal yang bisa mendapat penilaian seperti itu, karena saya rasa setidaknya akan ada satu atau dua pendapat serupa yang kita dapatkan semasa hidup bersosialisasi di lingkungan sekitar kita. Entah bagaimanapun penampilan fisik kita, bagaimanapun keadaan sosial dan kehidupan kita.

Apakah iya mereka yang memiliki penampilan good looking-pun pernah mendapatkan komentar yang stereotipe? 

Coba kalian ingat, pernah kah dalam diri kalian atau pikiran kalian ketika di lingkungan kalian bekerja kedatangan karyawan baru yang good looking kemudian akhirnya muncul prakira seperti, "Dia pasti diterima bekerja di sini karena dia cantik atau tampan".

Pernah tidak kalian berkomentar demikian? Atau setidaknya mendengar orang sekitar memberi kometar demikian?

Di lingkungan kampus, saat ada mahasiswa cantik yang aktif di kepanitiaan, pernah mungkin kita dengar cibiran seperti, "Cantik sih, jadinya gampang deh dekat sma kakak tingkat. Gampang mau bergaul sama orang-orang penting di kampus."

Melihat ada pasangan di mana si pria dinilai tidak sebanding dengan pasangannya dari segi fisik, orang-orang mulai bergunjing, "Pasti dia mau karena cowoknya kaya deh."

Sadarkah jika hal-hal yang sering kita dengar di atas adalah beberapa dari sekian banyak bentuk pemikiran stereotipe masyarakat kita atau dalam hal ini penilaian yang didasarkan atas penampilan fisik seseorang?

Dan lihat saja, bahkan mereka yang good looking-pun tak luput atas komentar-komentar demikian. 

Apakah mereka yang cantik atau tampan hanya menjual fisik mereka untuk bisa diterima dalam lingkungan sosial dan pekerjaan mereka?

Apakah mereka tidak memiliki kemampuan lain yang menjadikan mereka bisa diterima dalam sebuah lingkungan? 

Mereka juga punya ilmu dan attitude yang dimiliki semua orang. Lalu mengapa hanya karena mereka dianugrahi fisik menawan menjadikan kita berkomentar secara negatif tanpa peduli usaha dibalik proses mereka untuk dapat diterima?

Bukan artinya saya membela mereka yang good looking, namun ini sebagai perumpamaan yang nyata dalam lingkungan sekitar kita bahwa yang good looking pun bisa mendapat komentar kebencian, apalagi yang dikategorikan tidak good looking-kan? Akan ada lebih banyak komentar tentang fisik yang mungkin didapatkan oleh mereka.

Karena sekali lagi, stereotipe sendiri adalah penilaian atas seseorang berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dikategorikan. Dan siapa kah yang memberi persepsi atas kelompok-kelompok tersebut?Tentu kita sendiri. Kita lah yang menggolongkan kelas-kelas tersebut dan akhirnya dijadikan suatu bentuk pembelaan atau pembenaran jika.

Dan sadarkan kita bahwa penggolongan-penggolangan tersebut pun akhirnya bisa menjadi bumerang atas diri kita sendiri. Anggapan orang kebanyakan yang mungkin memaklumi mereka yang tinggi hati karena bergelimpang materi, bisa membentuk karakter yang cenderung negatif. 

Bisa saja ketika seseorang merasa memiliki banyak materi membenarkan dirinya yang bersikap tinggi hati karena dia merasa toh orang lain pun akan memaklumi sikapnya yang begini.

Dan bukankah itu baru hanya sebuah persepsi atau pendapat dari segelintir oran? Karena tidak semua yang berada dalam kelompok yang dikategorikan tersebut memiliki nilai yang sama. Ada yang melakukan hal-hal sebagaimana orang kebanyakan berkomentar, namun sekali lagi, tidak semuanya. Dan adilkah jika kita selalu menilai orang hanya berdasarkan persepsi atas dimana orang tersebut dikategorikan?

Hal di atas adalah gambaran yang ingin saya sampaikan atas bagaimana masyarakat kita masih bersikap stereotipe. Tidak pandang bulu, entah good looking atau tidak. Kaya atau tidak. Pintar atau tidak. Semua pernah mendapatkan penilaian judgmental yang demikian.

Jadi yang salah bukan karena fisik atau materi yang kita miliki, namun bagaimana orang menilai tampilan luar dan menyamaratakan semua orang dalam suatu golongan atas suatu penilaian. 

Itulah mengapa sukses bukanlah satu-satu pencapaian yang ingin orang dapatkan saat ini melainkan pembuktian dirilah yang kini lebih dicari. Mereka tidak ingin dipandang sebelah mata atas apa yang mereka dapatkan sekarang. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga memiliki perjuangan untuk sampai di tahap mereka berdiri sekarang.

Dan hal tersebut dilatar belakangi oleh cara pandang masyarakat kita yang masih sangat stereotipe. Sudah saatnya kita berpikir lebih terbuka di masa sekarang. Miris rasanya melihat media sosial yang terus berkembang namun tidak diimbangi oleh cara pandang kita yang masih ketinggalan zaman.

Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Cara mereka hidup atas apa yang mereka miliki adalah sebuah proses yang patut dihargai. Tidak benar rasanya jika kita yang tidak tahu menahu atas jatuh bangunnya seseorang, memberi komentar yang menyudutkan atau merendahkan. Sekalipun kita bebas memberi komentar berupa kritik maupuan saran, namun akan lebih bijak jika tidak hanya didasarkan pada persepsi atas suatu kelompok tertentu.

Bahkan memberi penilaian yang seragam atas orang yang memiliki kategori yang sama pun belum tentu bisa menjadi penilaian yang benar dan relevan. Karena kembali lagi, setiap orang memiliki peran atas hidupnya sendiri. Bagaimana mereka bersikap dan bertindak adalah kuasa atas hidup mereka sendiri. Tidak bisa disamaratakan setiap orangnya.

Akan indah dan damai rasanya jika kita bisa menghargai satu sama lainnya. Tanpa perlu ada golongan yang merasa insecure atas fisik yang dimiliki. Tidak ada konotasi negatif pada mereka yang tampan atau cantik saat mereka mencapai sesuatu dalam hidup mereka. Tidak ada mereka yang tertekan untuk selalu menjadi nomor satu hanya karena meraka dinilai pandai. Tidak ada pihak yang membenarkan diri berdasarkan nilai atas suatu golongan yang seolah telah terpatri.

"Kita tidak bisa menyamakan semuanya hanya karena kita sama-sama manusia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun