"Tidak. Sudah tidak terlalu hujan. Sudah mau pulang juga. Tak apa biar basah sekalian," begitu candanya.
"Jangan merengek jika besok kamu terkena demam. Aku tak mau ambil urusan," jawabku setengah kesal.
"Baiklah sayang. Tenang saja aku akan baik-baik saja," rayunya.
Akhirnya dia pulang hanya dengan jaket parasut hitam kesayangannya. Jas hujan birunya tergeletak pasrah di bagian depan di tempat kakinya berpijak.
Punggungnya semakin samar kulihat dari tempatku berdiri di depan pagar. Lima menit kemudian, dia sudah hilang dari pandangan.
Aku beranjak masuk dan berjalan menuju kamar. Membersihkan dan merapikan diri untuk siap bersembunyi di balik selimut dengan segala kehangatan.Â
Kupandangi ponselku sembari menunggu sebuah pesan. Sampai setelah belasan menit menunggu tanpa ada pesan yang datang, aku akhirnya menekan angka yang mengantarku pada panggilan cepat pada seseorang.
Tersambung namun tak ada jawaban.
Kuulangi lagi sampai pada  percobaan ke enam akhirnya ada suara yang terdengar dari seberang. Namun bukan suara yang sedang kuharapkan.
"Tante?"Â
Itulah kata pertama yang kuucap.