Semakin hari rasa tenggang rasa dan saling menghargai sesama manusia terasa semakin menipis. Lihat saja bagaimana netizen berkomentar dengan pedasnya, bagaimana orang-orang semakin angkuh dan sombong akan sesuatu yang dimilikinya, bagaimana ketidaktahuan seseorang bisa dianggap lelucon bagi orang kebanyakan.
Melihat fenomena yang demikian membuat saya banyak berpikir tentang bagaimana kita seharusnya hidup bersosial. Manusia adalah makhluk sosial. Mereka hidup dengan saling membutuhkan satu sama lainnya.Â
Lalu bagaimana kehidupan manusia jika antar sesama manusia sendiri rasa menghargainya kini semakin tidak ada? Dan lebih mirisnya bagaimana bisa yang lebih berilmu, yang berpendidikan tinggi justru tak memiliki rasa itu? Bukan artinya hanya orang berilmu yang wajib memiliki rasa saling menghargai, namun setidaknya kita yang merasa lebih tahu bisa menjadi contoh di masyarakat.
Kehidupan sosial yang paling menarik perhatian saya perihal rasa saling menghargai ini adalah kehidupan sosial dilingkungan pekerjaan.
Dunia kerja adalah tempat berkumpulnya orang dengan beragam latar belakang pendidikan dan beragam profesi saling berinteraksi satu sama lainnya demi tujuannya masing-masing.
Di sanalah salah satu tempat sosial dimana saling menghargai menjadi perkara yang sangat sulit untuk diterapkan.Â
Rasa ego dan angkuh yang dimiliki manusia menjadi faktor utamanya. Terlebih ketika mereka merasa memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi atau jabatan yang lebih mumpuni. Mereka menjadikan kelebihan itu sebagai faktor untuk menaikkan derajat mereka dibanding manusia lain disekitarnya.
Saya pernah mendengar sebuah cerita dari seseorang yang berprofesi sebagai office girl disebuah perusahaan. Bagaimana ia merasa terharu ketika di perusahaan baru tempat ia bekerja saat ini, ia bisa berbicara dengan nyaman dengan semua karyawan bahkan hingga pejabat teratas bahkan dipersilakan makan ditempat yang sama bersama karyawan lainnya.Â
Berbeda dari tempat kerjanya yang lama, ketika perlakuan yang didapatkan didasarkan pada profesi mereka dalam perusahaan itu. Bahkan ia pernah mendapat makian dari seorang atasan. Hal demikian tidak hanya ada dalam drama atau sinetron yang sering disiarkan, tapi pada kenyataannya memang ada yang diperlakukan demikian.Â
Di cerita lainnya ada seorang ibu yang membagi kisahnya kepada saya bahwa ia dimarahi oleh petugas bank karena tidak mengerti cara pengisian formulir untuk kebutuhan transaksinya.
Bukankah wajar ketika kita sebagai masyarakat awam ada hal yang kita tidak ketahui perihal masalah perbankan? Dan bukankah itu alasan kita datang ke bank? Untuk meminta bantuan atas apa yang kita butuhkan? Lalu yang berprofesi sebagai pihak yang memberikan pelayanan bukankah seharusnya memberikan pertolongan tanpa merasa direpotkan?Â