Mohon tunggu...
Riska Yuni Pramudita
Riska Yuni Pramudita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya adalah menggambar dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Financial

Strategi Pengelolaan Wakaf Tunai dan Peran Penting Seorang Nadzir dalam Pengelolaan Wakaf

4 Juli 2022   00:06 Diperbarui: 4 Juli 2022   01:01 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Secara etimologis  waqf (wakaf) berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berhenti, berdiri di tempat, atau menahan, lawan dari kata istamara yang berarti berjalan terus (Warson, 1984:1683). 

Secara terminologis para ulama telah mendefinisikan wakaf, diantaranya: Pertama, al-Jazairi (dalam Wajdi dan Mursyid, 2007: 30) menyatakan bahwa wakaf adalah penahanan harta milik sehingga harta tersebut tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan (diberikan kepada orang lain), dan mendermakan hasilnya kepada penerima wakaf. 

Kedua, dilihat dari perspektif ekonomi wakaf, yaitu sebagai pengalihan dana (atau aset lainnya, baik aset mati ataupun aset bergerak) dari keperluan konsumsi dan menginvestasikannya ke dalam aset produktif yang menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh individu ataupun kelompok (Wadjdy dan Mursyid, 2007: 30).

Pengertian Wakaf Tunai

Wakaf tunai sendiri merupakan dana atau uang yang dihimpun oleh institusi pengelola wakaf (nadzir) melalui penerbitan sertifikat wakaf tunai (SWT) yang dibeli oleh masyarakat muslim yang berwakaf. wakaf telah memainkan peranan yang sangat vital dalam masyarakat muslim di negara-negara Islam. Namun, di sisi lain terkadang dijumpai adanya penyelewengan pengelolaan wakaf. Oleh karena itu, strategi pengelolaan yang baik perlu diciptakan untuk mencapai tujuan diadakannya wakaf.

Strategi Pengelolaan Wakaf Tunai

Salah satu strategi wakaf tunai yang dapat dikembangkan dalam menghimpun wakaf tunai adalah model Dana Abadi.  Pada dasarnya tujuan pokok pengelolaan dana abadi dalam konteks wakaf adalah untuk menyediakan pendanaan bagi layanan dan kegiatan sosial yang terus-menerus lewat aset permanen, seperti toko, kebun, kegiatan perdagangan dan sebagainya, untuk memperoleh pemasukan. Wakaf tunai juga sangat potensial menjadi sumber pendanaan abadi guna melepaskan bangsa dari lilitan hutang dan ketergantungan pada luar.

Pada realitanya telah terjadi transformasi pada dana abadi wakaf yang kini diarahkan menjadi "wakaf tunai". Dengan potensi wakaf yang sangat besar diperlukan pemberdayaan wakaf. Dan Pemberdayaan wakaf ini mutlak diperlukan dalam rangka menjalin kekuatan ekonomi umat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak. 

Indonesia, yang notabenya negara dengan penduduk muslim terbanyak pasti memiliki aset wakaf yang terhitung besar. Dilihat dari data yang dikelola oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama Republik Indonesia, sampai dengan 2009 aset tanah wakaf yang terdata di seluruh wilayah Indonesia terletak pada 367,438 lokasi dengan luas 2.719.854.759,72 meter persegi. Dari total jumlah tersebut, 75 % di antaranya sudah bersertifikat wakaf dan 10 % memiliki potensi ekonomi tinggi (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depag RI, 2009). 

Namun, potensi tersebut masih kurang bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat luas. Untuk pengoptimalan pengelolaan harta wakaf diperlukan adanya manajemen pengelolaan wakaf yang benar. Manajemen wakaf berkaitan dengan nadzir selaku pengelola wakaf, sistem pengelolaan wakaf, dan akuntabilitasnya. Oleh karena itu peran seorang nadzir sangatlah penting dalam pengelolaan harta wakaf.

Peran Penting Seorang Nadzir dalam Pengelolaan Wakaf

Dalam perwakafan, nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. UU No 41 Tahun 2004 tentang wakaf telah mengatur persoalan nazhir dengan sangat rinci. Ini menunjukkan bahwa nazhir memiliki kedudukan yang signifikan di dalam UU tersebut. 

Akhirnya, mereka belum mampu mengelola aset wakaf ke arah produktif. Mayoritas harta wakaf masih dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumtif. Dengan begitu, perwakafan masih jauh dari kategori produktif. Namun, besarnya jumlah pengurus harus dibarengi dengan keahlian dan tanggung jawab yang terukur dan sistematik, serta konsistensi pengurus untuk menerapkan prinsip manajemen modern.

Lembaga kenadziran memiliki peran sentral dalam pengelolaan harta wakaf secara umum. Oleh karena itu eksistensi dan kualitas SDM nadzir harus betul-betul diperhatikan. Nadzir harus terdiri dari orang-orang yang berakhlak mulia, amanah, berkelakuan baik, berpengalaman, menguasai ilmu administrasi dan keuangan yang dianggap perlu untuk melaksanakan tugas tugasnya sesuai dengan jenis wakaf dan tujuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun