2. Â Periode Pembukuan
Pada abad ini terjadi penurunan dinamika berpikir dalam bidang hukum dan mulai munculnya kecenderungan taqlid dan melemahnya ijtihad. Hal ini merupakan akibat sampingan dari tersisanya warisan fiqh yang amat kaya berkat pembukuan pemikiran fiqh yang disertai dengan dalil-dalilnya, dan perselisihan pendapat antar  mazhab   beserta  hasil  perbandingannya  (tarjih). Oleh karena itu, pekerjaan yang tersisa pada periode ini adalah upaya takhrij, yaitu mempergunakan sarana metodologis yang telah tersedia dalam mazhab tertentu untuk menghadapi kasus-kasus hukum baru.
Karena faktor mulai tampilnya qawaid fiqhiyyah sebagai disiplin ilmu tersendiri, ditandai dengan dihimpunnya qaidah-qaidah fiqhiyyah itu dalam karya yang terpisah dari bidang lain, al-Nadwi memilih abad IV H. sebagai permulaan era pertumbuhan dan pembukuan qawaid fiqhiyyah.
Pada periode pembukuan, qawaid fiqhiyyah telah dibukukan dan memastikan qawaid tersebut dapat diwariskan sebagai  salah satu khazanah ilmu Islam yang berharga.
3. Â Periode Penyempurnaan
Pada abad ke 11 H. lahirlah kitab al-Majllah al- Ahkam al-Adhiyyah, dalam versi yang telah disempurnakan. Misalnya qaidah: Â (sesungguhnya tidak berhak bertindak dengan kehendaknya sendiri atas milik orang lain tanpa izin pemliknya). Jika dalam verdi Abu Yusuf larangan mengenai milik orang lain itu hanya menyangkut perbuatan, Versi al-Majallah juga melarang bentuk perkataan. Akan tetapi dua-duanya menyampaikan pesan yang sama, yaitu penghargaan atas hak milik, salah satu bagian dari hak asasi manusia.
Al-Majallah  merupakan  undang-undang  hukum perdata yang dalam mukaddimahnya tercantum 100 butir ketentuan  umum.  Ketentuan  umum  pasal  1  adalah tentang  definisi  fiqh.  Sedangkan  pasal  2  sampai  100 adalah 99 qaidah fiqh yang menjadi landasan dari pasal-pasal pada bagian batang tubuhnya. Dalam mukaddimah itu, setiap qaidah fiqh disertai dengan nomor pasal pada batang tubuh yang menjadi rinciannya.
Pada abad ke 11 H. telah dilakukan pensyarahan terhadap kitab kitab-kitab qawaid fiqhiyyah. Ahmad bin Muhammad al-Hamawi yang  antara lain tokoh fukaha yang telah mensyarahkan kitab al-Asybah wa al-Nazhair, karangan Zayn al-Abidin Ibrahim Ibn Nujaym al- Misri yang memuat 25 qaidah  yang ia buat dalam  kitabnya yang berjudul  Ghamzu 'Uyun al-Basa'ir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H