Tradisi Sunatan dilakukan oleh anak laki laki, yaitu proses memotong ujung kelamin laki laki dan tidak heran jika seorang anak laki laki di sunat selalu mengadakan "mengarak" biasanya diartikan bahwa ada kabar yang perlu di ramaikan. Keramaian yang diiring dari kampung ke kampung lainnya.
Iring iringan ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum hari khitan, tujuannya untuk memberi hiburan kepada pengantin khitan, mengarak ini biasanya dilakukan menggunakan patung singa dan pengantin khitan yang menduduki nya biasanya di sebut "jampana" selepas itu para pemuda mengangkat si patung dengan menggunakan bambu dan keliling kampung lain. Dengan diiringi musik "Tradisional" khas Sunda dan di sambut dengan pencak silat dan tarian jaipong dengan beberapa gerakan khas seperti gerakan kuda-kuda, bangkaret, ancang-ancang, gugulingan, langkah mundur, mincid hingga kakapalan.
Pengantin khitan menggunakan kostum Gatot kaca beserta penutup kepala khas kebesaran pengantin khitan sembari menumpaki patung singa tersebut, anak lelaki sangat terlihat gagah. Patung singa ini terbuat dari rangkaian bambu yang di bungkus karung goni dengan bagian kepala dan kaki yang terbuat dari kayu randu. Yang dimana matanya terbuat dari tutup botol, dan rambut singa ini di buat seunik mungkin dari tali rapia.
Dan keluarga yang ikut mengarak nya biasanya menggunakan odong odong, yang dihias dengan beberapa kriteria kesukaan anak tersebut. Para tetangga bahkan orang lain yang ingin ikut ngarak pun bisa mengikuti dengan menggunakan sepeda motor namun dihiasi dengan keunikan lainnya. Hingga pengarakan pengantin khitan selesai akan ada makan bersama secara besar besaran, dan membagikan door prize keunikan kendaraan dan kostum masing masing yang mengikuti pengarakan pengantin khitan tersebut.
Pengarakan khitan ini mempunyai makna yaitu perjalanan pengawal singa dari kerajaan Lodaya saat menuju kerajaan Daha. Tradisi ini diartikan sebagai penanda bahwa seorang anak lelaki telah memasuki Akil baligh masa ini. Masyarakat ini menganggap ia telah tau batasan nilai agama dan sosial. Dan saat ini Masyarakat di tempat, sudah langka menggunakan tradisi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H