Pemberitaan tampil diberbagai macam tampak tak berkualitas tetapi kita tetap harus mengkonsumsinya. Layaknya obat tablet, kita harus menelan berita tersebut. Tak ayal, judul-judul berita dibuat menarik untuk memancing umpan serta disambut tersebut dengan ikan-ikan yang berdiam dalam kedunguannya terhadap informasi.
Tidak mengherankan berita ditelan dengan bulat tanpa melalui proses verifikasi lagi. Mendapatkan satu informasi dari satu media sudah cukup, untuk mengobati rasa ingin tahu kita. Tetapi, bodohnya kita dibodohkan oleh sang pubikasi dan kenyataannya dari berita yang didapatkan hanya umpan balik untuk mengadu domba kita saja.
Sudah termakan berita bohong, tetapi kita percaya dan kembali menyebarkan kebohongan tersebut. Mengapa ini terjadi? Mulai darimana hoaxtersebut menyebar? Hal yang selalu menjadi bahan tanda tanya. Beragamnya media sosial dengan berbagai akun bernama dan anonim. Bebas menyebarkan informasi, tanpa melihat sopan santun cyber. Freedom of anything share menjadi pedoman.
Lebih buruk lagi, media massa mengikuti tren ini untuk menarik khalayak. Media massa sudah mementingkan sebuah sensasi daripada fakta. Hal ini menjadi kekacauan bagi kehidupan pers. Jurnalisme ternodai oleh dosa-dosa pemberitaan bohong. Kepentingan rating dan kepemilikan media menjadi yang utama. Media bercuap dan khalayak menangkap. Seperti padanan yang tak terlepas, sangat cocok untuk keterpurukan pilar ke 4 ini.
Melirik permasalahan kepentingan media, masyarakat bertanya apakah ada media yang bersih? Jari-jari bergerak dan otak berpikir. Mulai mengucapkan, “Pers Mahasiswa”. Sekumpulan muda-mudi dengan the young blood mengarungi proses pemberitaan melalui keambisiusannya. Menyebarluaskan kepentingan mahasiswa mulai mengbongkar politik-politik kampus dan terdiam ketika dibentak petinggi kampus. Diancam drop out dari bangku kuliah ketika berontak.
Tabloid dilarang terbit ketika mengangkat isu politik kampus. Konflik horizontal dan vertikal hadir tak tertahankan. Itulah pers mahasiswa hidup dalam naungan ilmu-ilmu ambisius muda. Peran mahasiswa sangat dibutuhkan dalam pembangunan pers ini, seperti yang diungkapkan Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo pada “Temu Pers Mahasiswa” dengan mengusung tema Peran Pers Mahasiswa Dalam Diseminasi Informasi, bertempat di Aula O. Djaouharudin, Sabtu (18/03/2017).
Menatap empat pilar berdirinya negara Indonesia, sudah mulai berubah dengan demoCrazy didukung dengan penyelewengan Trias Politika (ExecuThives, LegislaThieves, JudicaThieves). Pers harus tetap berdiri, karena melalui perslah masyarakat akan mengetahui negara ini masih memiliki keadilan untuk rakyat. Dengan adanya, Pers Mahasiswa menjadi harapan untuk memperbaiki mental jurnalisme faktual dan intlektual.
Pers Mahasiswa harus menjadi dasar panutan, membantu masyarakat untuk paham serta melek media. Dapat memilah berita baik dan buruk. Menyikapi cyber crime dengan bijak, mempublikasikan informasi berdasarkan kejujuran. Semua permasalahan harus diverifikasi, melihat berita dari dua sisi dalam pemberitaan. Pantang mencerna berita dari satu arah, harus ada keseimbangan untuk mendapatkan kebenaran informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H