Untuk pertama kalinya, aku menunggu sesuatu yang bodoh. Dan untuk pertama kalinya juga aku harus merelakan waktuku hanya untuk hal yang tidak berguna bahkan, tak masuk akal. Duduk di kursi depan koridor sekolah, bukanlah hal yang lumrah bagiku. Lalu lalang siswa-siswi yang bergegas pulang terlihat simpang siur dari mataku. Duduk dengan tangan memeluk tas.
“ Pulang duluan yaah..” sapa salah satu temanku.
“ Iyaa, duluan aja” jawabku.
Tidak biasa. Aneh tetapi Nyata. Seperti telah dibutakan dalam setiap hal sepert ini. Menunggu seseorang sampai berjam-jam. Mungkin, hal ini yang jadi semboyan bagi seseorang yang sedang jatuh cinta.
Kupegang sebotol minuman dingin isotonik penambah daya tahan tubuh dan stamina. Minuman ini akan kuberikan kepada seseorang disana lengkap dengan kertas memo kecil warna merah muda yang kurekatkan di luar botol dan bertuliskan, “ Semangat!, semoga menang pertandingannya hari ini.”
Kelas seseorang yang kutunggu hari ini, sedang mengikuti pertandingan futsal antar kelas. Sekolahku selalu mengadakan ajang-ajang bergengsi setiap tahunnya. Salah satunya Liga Futsal ini, yang diadakan setiap akhir tahun dan setiap kelas harus ikut berpartisipasi.
Kalian pasti bertanya, siapa sebenarnya seorang yang kutunggu tersebut? Mengapa aku harus menunggu dan memberi semangat kepada dia?. Berikan aku waktu untuk mendeskripsikan dia secara singkat. Dia adalah sosok seorang yang tidak tampan. Tidak terkenal di sekolah. Tidak sepintar yang dibayangkan. Dia bukanlah orang populer. Awalnya dia bukanlah orang yang aku suka. Bahkan, dia tidak pernah mendapatkan perhatian lebih dimataku. Sebelumnya, aku hanyalah seseorang yang pernah satu ruang saat Ujian Semester dengan dia. Dia adik kelasku. Dia bertubuh tinggi lebih dari 15 cm dariku. Berbadan tegap dan sangat pendiam saat itu. Saat itu. Dia duduk dibarisan sebelahku 1 langkah dari tempat dudukku. Dia tidak mengenali ku, begitupun denganku. Aku pertama kali bertemu dengan dia untuk pertama kalinya waktu itu.
Seiring berjalannya waktu, aku merasa bahwa dia adalah seseorang yang mirip dengan pemain sepak bola idolaku. Teman-temanku sering mengejekku dengan hal yang kekanakan seperti ini.
“ Dia mirip tau,namanya juga. Anggap saja dia idola kamu”
Tepat pada waktunya, aku mulai tertarik dengan dia. Aku semakin sering bertemu di sekolah. Berpapasan di kantin saat dia makan dengan teman-temannya, di lapangan saat dia olahraga. Di lapangan sekolah, aku sering melihatnya bermain futsal. Aku mulai penasaran dengan dia, pertama-tama aku sering mencari nya melalui pertemananku di dunia maya. Melalui media sosial inilah cara pendekatanku. Saat itu, twitterdan facebookmenjadi andalanku. Dengan berat hati sebagai seorang perempuan, aku harus lebih dahulu untuk menambahkan di akun-akun tersebut.
Aku semakin mengetahui semua tentang dia, mulai dari asal sekolahnya terdahulu, tanggal lahir, bahkan ternyata dia adalah salahsatu Atlet. Aku cukup mengaguminya. Akhirnya aku mengakui melalui hatiku bahwa diri ini telah menyukainya. Gerak-gerik dia, mulai terpantau olehku. Banyak kegiatan yang kecil kuanggap harus kupantau dari kejauhan. Saat dia dihukum karena tidak masuk kelas akibat bermain futsal di jam pelajaran. Sehingga, dia harus dipanggil oleh guru dan membuat surat perjanjian tidak akan mengulangi kesalahan. Tak jarang juga aku melihat dia harus dihukum karena tidak mengenakan badgesekolah saat upacara hari senin. Semua itu ku anggap hal yang wajar sebagai kenakalan remaja SMA yang masih dapat diatasi. Dia bukan seseorang perokok, Dia cukup periang dan ceria. Aku sering melihat dia tertawa bersama teman-temannya saat istirahat jam pelajaran.
Seiring berlalunya detik-detik waktu, aku masih menganggap dia sebagai moodboosterku di sekolah. Sampai aku harus mendapatkan kenyataan pahit tentang dia. Ternyata dia pernah menyukai seseorang satu tingkatan dengannya. Bahkan, mereka pernah berpacaran. Bagaimana perasaanku pada saat itu? Pasti, kecewa jawaban hatiku. Tapi, aku sangat beruntung. Usia hubungan mereka tidak begitu lama. Seorang yang pernah menjadi pacarnya ialah adik kelas ku yang satu ekstrakurikuler dengannya. Berawal dari kabar tersebut, aku ingin semua kegiatanku untuk menjadi penggemarnya. Seperti, selalu memperhatikannya dari jauh dan mencoba mecari tahu tentangnya di media.sosial Aku telah patah hati.
***
Pada hari ulang tahunku, mungkin hari tersebut merupakan hari yang sangat spesial dan tak terlupakan. Ketika sesaat aku pulang sekolah, aku membuka akun sosial media facebookku, untuk membalas setiap ucapan-ucapan dari teman dunia maya ini. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan 1 pesan langsung yang tidak terduga. Apa yang tejadi? Dia memberikan ucapan ulang tahun kepadaku dengan kata yang biasa diucapkan orang-orang. Tetapi, saat-sat tersebut ialah saat hatiku merasa senang. Esok hari aku langsung bercerita dengan teman-temanku. Bisa seorang perempuan apa yang tidak ia ceritakan sesuatu penting terjadi kepada teman terdekatnya? Apa lagi harus berkaitan dengan cinta. Rasa senangku sangat luar biasa. Temanku pun merespons dengan baik dan memberikan semangat bahwa langkah tersebut awal yang baik bagiku.
“Itu berarti dia taukalau kamu suka”
“ Waah, hebat. Semoga saja dia juga memiliki perasaan yang sama”
Berbagai macam tanggapan teman-temanku. Ini hal pertama aku mendapatkannya untuk mengawaali dan memperteguhkan perasaanku. Niatku untuk berhenti menyukainya batal. Sampai bulan-bulan berikutnya giliran dia yang Ulang tahun. Aku ucapkan rangkaian kata-katayang terbaik untuknya dan dia membaca serta membalasnya dengan ramahh mengikut sertakan emoticonsenyum dibelakang kata.
Hampir 1 tahun aku menyukainya. Aku pernah membaca bahwa seseorang yang hanya mempunyai rasa sebatas suka akan bertahan 4 bulan, kalau lebih dari 4 bulan berarti anda tidaklagi menyukainya tapi apabila lebih orang tersebut telah mencintainya. Mungkin, aku mencintainya sudah satu minggu lebih dia tidak masuk sekolah. Aku hanya bisa bertanya-tanya kemana dia? Sakitkah. Aku ungkapkan kata-kata rindu di timeline. Semoga dia membaca bahwa itu semua untuk nya. Aku mendengar kabar bahwa dia mengikuti lomba di salahsatu cabang olahraga yang di geluti. Aku sadar bahwa dia salahsatu atlet. Aku hana bisa memberi semangat dan mendo’akannya dalam hati serta menyampaikannyadi sosial media berharap dia membaca dan merasa bahwa timelineitu untuknya.
Ternyata tidak sia-sia dengan 1 minggu dia tidak sekolah. Dia mendapat penghargaan dengan juara dari cabang olahraganya.
Itulah perjalanan awal aku menyukainya. Dan hari ini aku harus menunggu. Parkiran kosong dari orang-orang. Aku berniat meletakkan minuman dingin di motornya. Aku lihat dia telah berlari ke lapangan.
Aku berjalan menuju motornya aku letakkan botol motornya, ku letakkan botol minuman di motor. Dengan rasa gugup melanda tubuhku takut sekali. Ketakutanku bertambah apabila ada seseorang yang melihat gerak-gerikku. Setelah itu aku langsung berlari menuju gerbang dan berencana pulang. Aku berharap dia menghargai pemberianku. Semoga, dia menyukai apa yang aku berikan. Walaupun tidak ada indentitas yang aku tulis. Ingin rasanya aku menulis nama lengkapku dengan jelas. Tapi, hatiku tidak sekuat itu untuk menggerakkan jari-jariku untuk menulis kata-kata tersebut. Aku takut bahwa dia membenci kata-kata aku menyukainya, aku takut kalu dia juga tidak memiliki perasaan denganku.
Aku tersadar, aku hanya seorang perempuan, perempuan ditakdirkan untuk menunggu bukan mengejar. Itu kodrat perempuan. Aku ingin sekali perasaanku terungkapkan tapi apa daya. Aku hanya bisa mengikuti aliran perasaanku sampai kapan akan bertahan. Cukup aku tekankan kata-kata yang kukutip daari sebuah drama.
“Terkadang kita membutuhkan kejauhan untuk melihat keindahan. Jadi, cukup aku melihat dia dari kejauhan saja. Walaupun dalam hatiku berharap dia memiliki perasaan yang sama denganku.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H