Mohon tunggu...
RISKA FEBRIYANTI
RISKA FEBRIYANTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Islamic Banking Student at UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Manusia Biasa yang Sedang Berproses

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kalau Laki-Laki Bisa, Maka Perempuan Juga Bisa

22 April 2021   19:49 Diperbarui: 22 April 2021   19:51 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KALAU LAKI-LAKI BISA MAKA PEREMPUAN JUGA BISA

Pemimpin adalah orang yang mengemban tugas dan tanggungjawab untuk memimpin dan bisa mempengaruhi orang yang dipimpinnya. Dengan menjadi seorang pemimpin berarti harus siap untuk pengayom dalam rakyat. Artinya bukan hanya memimpin tetapi juga ikut ambil bagian dalam menyejahterakan rakyat. Pemimpin bisa juga dikatakan sebagai kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu tujuan Bersama. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini baik setiap laki-laki maupun perempuan. 

Dari yang kita tahu selama ini pemimpin banyak berasal dari kaum laki-laki hingga pada sekarang banyak lahirnya perempuan-perempuan yang menjadi pemimpin. Dari hal tersebut mengakibatkan adanya asumsi atau persepsi dari masyarakat apa pantas perempuan menjadi pemimpin? Apakah perempuan cakap dan mampu menjalankan roda kepemimpinan? Adanya asumsi tersebut secara tidak langsung menyebabkan timbulnya kesetimpangan gender.

Membahas tentang gender, gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Gender adalah serangkaian karakteristik yang terikat kepada dan membedakan maskulinitas dan femininitas. Pengertian kesetaraan gender sendiri merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Gender adalah karakteristik pria dan wanita yang terbentuk dalam suatu tatanan masyarakat itu sendiri. Sementara itu, pengertian seks atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara pria dan wanita. Perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat kelamin serta perbedaan genetik.

Ketidakadilan gender sendiri merupakan kondisi kesenjangan atau ketimpangan, akibat dari sistem yang ada tersebut. Ketidakadilan dan diskriminasi gender ini biasanya terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan oleh masyarakat sepanjang peradapan manusia. Bisa dikatakan muncul karena adanya persepsi-persepsi yang dibuat dan terjadi dalam masyarakat. 

Faktor lain penyebab kesenjangan pada kesetaraan gender adalah cara pandang masyarakat yang selalu menganggap bahwa perempuan tugasnya hanya mengurusi tugas rumah tangga, kesadaran masyarakat sendiri yang kurang menyadari akan pentingnya Pendidikan, keselamatan kaum perempuan jika terlalu jauh dari pengawasan orang tua dan pengaruh ekonomi masyarakat yang lemah. Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, di seluruh dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender belakangan ini. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.

Banyak ketidakadilan gender yang telah terjadi sampai detik ini misalnya dalam bidang politik atau kepemimpinan. Para laki-laki selalu menganggap bahwa dunia politik hanya pantas dan cakap diperuntukan oleh kaum laki-laki. Contoh lain dalam bidang ekonomi terjadi kesenjangan gender bahwa para perempuan tugasnya hanyalah dirumah mengurus rumah tangga dan tugas para laki-laki adalah bekerja.

 Memangnya tidak boleh kalau ada seorang wanita yang menjadi wanita dan karir sekaligus ibu rumah tangga? Memangnya apakah salah kalau laki-laki itu juga memasak di dapur apakah hal yang memalukan? Memasak dan urusan dapur sebenarnya bisa dilakukan baik laki-laki maupun perempuan, namun adanya kondisi social budaya yang dibangun masyarakat itu sendiri sehingga menempatkan maskulinitas laki-laki adalah bekerja dan femininitas perempuan terletak pada mengurus rumah tangga. 

Najwa Shihab seorang jurnalis pun pernah mendapatkan pertanyaan dan berkaitan dengan keadilan gender. Jika Najwa disuruh memilih menjadi jurnalis atau ibu rumah tangga mau memilih yang mana? Lalu beliau sontak menajawab seperti ini "Kenapa perempuan harus disuruh memilih? Bukankah kita bisa mendapatkan keduanya? Pertanyaan itu sejak awal sudah menempatkan seolah-olah membuat perempuan tak berdaya". Jawaban yang cerdas mengapa kalau perempuan bisa menjadi keduanya harus memilih salah satu.

Dulu saya bersekolah di Man 1 Kota Kediri dan itu pertama kalinya saya bersekolah di kemenag karena sebelumnya saya bersekolah di lingkup diknas sejak dari TK, SD, dan SMP. Menurut saya kalimat kesetimpangan gender yang saya dengarkan saat saya di man dan guru saya ada yang bilang bahwa jangan mau dipimpin oleh seorang perempuan karena pada waktu itu sedang dilaksanakan pemilu osis. Tidak semua guru bilang begitu, hanya ada beberapa saja yang bilang begitu mungkin karena mereka fanatik. Manurut saya itu adalah sebuah ketimpangan gender dimana yang harusnya laki-laki dan perempuan itu mendapatkan hak yang sama tetapi malah tidak mendapatkannya.

Namun stigma itu bisa dipecahkan bahwa saat ada pemilihan ketua-ketua organisasi ternyata ada juga kandiidat dari organisasi dari jurnalis dan yang menjadi ketuanya adalah seorang perempuan. Menurut saya perempuan maupun laki-laki adalah sama dan keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam hal kepemipinan. 

Selagi seseorang perempuan itu mampu memimpin dan kinerjanya bagus mengapa tidak? Bukti lain kita juga pernah mempunyai seorang presiden perempuan yaitu Ibu Megawati. Perempuan dengan gendernya terkadang banyak sekali tekanan bahwa perempuan itu membawa masalah saja, perempuan adalah aib jika pulang malam, perempuan bukan perempuan kalau tidak bisa memasak. 

Perempuan di masa modern saat ini haruslah bisa speak up dan lebih berani menyuarakan hak-hak perempuan karena kita semua sebagai perempuan berhak mendapatkan hak kesetaraan gender. Baru-baru ini kita juga telah memperingati hari Kartini. Hari dimana para wanita haruslah lebih eksis dan berani show up kepada publik membuktikan perempuan bukan sebagai pemuas nafsu laki-laki belaka. Perempuan modern hari ini bisa menjadi apa yang dia mau asal tidak meninggalkan tugas dan kewajibannya sebagai kodrat perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun