Mohon tunggu...
Riska Amalia
Riska Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

29 Juni 2024   22:33 Diperbarui: 29 Juni 2024   23:29 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Novel tenggelamnya kapal van der wijck yang ditulis oleh Hamka dan terbitan pertama pada tahun 1938. Novel ini diterbitkan dalam bahasa Melayu sejak tahun 1963. Novel ini menceritakan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian.


Novel ini menceritakan Zainuddin anak dari Pendekar Sutan dan Daeng Habibah. Pendekar Sutan diasingkan dari Batipuh ke Cilacap selama dua belas tahun karena membunuh mamaknya. Pendekar Sutan membunuh mamaknya karena perdebatan mengenai harta warisan. Setelah bebas, Pendekar Sutan memilih menetap di Mengkasar dan menikah dengan Daeng Habibah. Namun, Daeng Habibah meninggal diwaktu Zainuddin masih kecil. Tak lama setelah itu, Zainuddin juga ditinggal oleh ayahnya yaitu Pendekar Sutan.


Beranjak remaja Zainuddin meminta izin pengasuhnya untuk berangkat ke Minangkabau. Zainuddin telah lama ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh. Kedatangan Zainuddin tidak mendapatkan sambutan bahagia dari keluarga sang ayah. Keluarga besar sang ayah menganggapnya orang asing, karena di Batipuh dia dipandang orang Mengkasar sedangkan di Mengkasar dia dipandang orang Padang. Namun, ketidaknyamanannya hidup di kampung halaman sang ayah sedikit terobati karena perkenalannya dengan Hayati. Hayati adalah gadis keturunan bangsawan yang rupawan. Mereka saling jatuh cinta dalam keikhlasan dan kesucian jiwa.


Seiring berjalannya waktu, Zainuddin diusir dari tanah asal keturunannya karena keluarga Hayati tidak menyetujui kisah percintaan Zainuddin dengan Hayati. Meskipun dia diusir, hatinya tetap dan teguh sebab Hayati yang telah memberi bujukan kepadanya, yang telah berjanji akan menunggunya, bilapun masanya dia pulang. Dia hidup di Padang Panjang dituntutnya ilmu baik keduniaan atau ilmu akhirat, dengan pengharapan bahwa nanti dengan itulah bekal menempuh hayat bersama Hayati.


Hayati mengingkari janjinya dia mulai tertarik dengan laki-laki lain, yang lebih gagah, mulia, kaya raya, beradat, dan keturunan tulen Minangkabau yaitu Aziz. Tiba-tiba sampailah kabar bahwa ibu angkat Zainuddin telah meninggal di Mengkasar. Zainuddin mendapatkan waris, karena dia mengingat dia telah ada kesanggupan menikah. Zainuddin meminang Hayati namun ditolak dengan kasar karena dia bukan orang Minangkabau, dia bukan orang beradat berlembaga tidak seperti Aziz.


Setelah Muluk mengabarkan bahwa Hayati telah menikah, Zainuddin jatuh sakit selama 2 bulan. Zainuddin yang sempat berputus asa pergi ke Jawa bersama temannya, Muluk, tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke Surabaya. 

Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal dengan sebutan "Z" atau Tuan Shabir. Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan. 

Tetapi rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Setelah Aziz dipecat, mereka menumpang ke rumah Zainuddin. Aziz meminta izin kepada hayati untuk merantau. Namun, ketika sudah di rantauan Aziz memberi talak kepada Hayati. Lalu Aziz bunuh diri dan dalam sepucuk surat ia berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati.

 Namun, Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati. Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam. Setelah Zainuddin mendengar berita itu dia langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban. Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya. Namun, tidak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal. Sepeninggal Hayati, Zainuddin menjadi sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di dekat pusara Hayati.


Novel ini sudah difilmkan pada tahun 2013 yang disutradarai oleh Sunil Soraya dan diproduseri oleh Ram Soraya. Diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Film tersebut diperankan oleh Herjunot Ali sebagai Zainuddin, Pevita Pearce sebagai Hayati, Reza Rahadian sebagai Aziz, Randy Danistha sebagai Muluk, Arzetti Bilbina sebagai Ibu Muluk, Kevin Andrean sebagai Sophian, Mikaila Patritz sebagai Frieda, Jajang C. Noer sebagai Mande Jamilah, Niniek L. Karim sebagai Mak Base, Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto sebagai Datuk Hayati,Gesya Shandy sebagai Khadijah, Fenny Bauty sebagai Bundo Aziz & Khadijah.


Dengan biaya produksi yang tinggi, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menjadi film termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Proses produksi menghabiskan waktu selama lima tahun, dan penulisan skenarionya dilakukan selama dua tahun. Film ini dirilis pada tanggal 19 Desember 2013.


Tenggelamnya Kapal Van der Wijck berhasil mendatangkan penonton sebanyak 1.724.110 selama masa penayangannya pada tahun 2013. Oleh sebab itu, film terlaris tahun 2013 ini kembali diputar di bioskop pada tanggal 11 September 2014. Film ini telah diputar versi extendednya dengan durasi yang lebih panjang daripada versi yang diputar sebelumnya, yakni 3,5 jam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun