Mohon tunggu...
Riska Erfiana Putri
Riska Erfiana Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Salam sejahtera, perkenalkan saya Riska Erfiana Putri. Mahasiswi Magister Ekonomi Islam Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kepuasan Maksimal Dalam Etika Konsumsi Islam, Apakah Diperbolehkan?

12 Juni 2023   15:58 Diperbarui: 12 Juni 2023   20:44 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsumsi tidak dapat dipisahkan dan cenderung melekat pada kehidupan sehari-hari umat manusia, dimana konsumsi menjadi rangkaian yang urgensi dalam sebuah kegiatan ekonomi. Hal tersebut disebabkan karena mengarah pada tuntutan pemenuhan bagi seluruh individu. Dalam bahasa inggris konsumsi disebut sebagai Consumption atau Consume yaitu (pemakaian, menghabiskan). Artinya, konsumsi merupakan suatu kegiatan  menghabiskan nilai guna (utility) atas produk maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.  

Pemenuhan kebutuhan baik secara spiritual dan material adalah tujuan utama manusia hingga memperoleh kebahagiaan jangka pendek dan jangka panjang. Maka dari itu, ketika kebutuhan telah sepenuhnya terpenuhi maka akan timbul sebuah perasaan senang dan saat tidak terpenuhi maka akan timbul rasa kecewa setelah menggunakan atau membeli sebuah produk maupun jasa. Perasaan inilah yang disebut sebagai kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan suatu persepsi dari sudut pandang konsumen ketika harapan mereka telah terpenuhi ataupun terlampaui. Artinya, kepuasan terjadi apabila yang menjadi kebutuhan konsumen, keinginan, dan harapan konsumen telah tercapai. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Kotler dan Keller (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan ialah perasaan bahagia atau kecewa seseorang setelah membandingkan kinerja yang sudah diharapkan.  Menurut Consuegra dalam (Syafiq,2019), terdapat 3 dimensi mengenai indikator kepuasan konsumen, antara lain:

  • Harapan yang sesuai, yakni produk atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan harapan konsumen.
  • Penilaian konsumen, yakni dari keseluruhan pelayanan yang diterima konsumen lebih baik atau justru sebaliknya jika dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya yang serupa.
  • Persepsi kinerja, yakni kinerja atau hasil pelayanan yang diterima apakah sudah sangat baik atau tidak.

Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Menurut Zheithaml dan Bitner, kepuasan konsumen dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini:

  • Fitur. Fitur produk atau jasa. Kepuasan konsumen pada produk atau jasa dipengaruhi adanya evaluasi konsumen terhadap fitur tersebut secara signifikan.
  • Emotional. Emosi konsumen disaat keseluruhan pelayanan yang telah diterima apakah lebih baik atau belum jika dibandingkan dengan pelayanan atas produk maupun jasa serupa lainnya.

Jika berbicara tentang kepuasan konsumen. Maka tidak dapat dilepaskan dengan istilah kepuasan maksimal. Dalam konteks ini, kepuasan maksimal akan tercapai apabila manfaat atas produk maupun jasa yang dapat dirasakan oleh konsumen telah sesuai harapan dan mencapai atau melampaui batas maksimal.

Lalu, Bagaimana Etika Konsumsi Islam Memandang Kepuasan Maksimal?

Pada dasarnya, konsumsi dalam Islam bukan hanya sebagai kebutuhan hidup saja namun juga untuk menambah energi dalam menjalankan dan mentaati perintah Allah SWT. Kemudian, konsumsi dalam Islam senantiasa memperhatikan terkait halal-haram produk, pengaturan konsumsi agar terhindar dari mudharat lebih besar, serta mengoptimalkan manfaat produk yang dikonsumsi bukan mengoptimalkan kepuasan saat mengkonsumsi. Orientasi yang ditunjukkan oleh Etika Konsumsi Islam adalah tidak hanya present consumption (konsumsi didunia) namun juga future consumption (konsumsi di akhirat) yang didasari dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT. Menurut Manan (1997), Konsumsi dalam Islam terdapat lima prinsip yakni kebersihan, keadilan, sederhana, murah hati, dan moralitas. Islam mengatur bagaimana secara hirarki untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam QS.At-Thalaq:7, menerangkan bahwa  Islam mengajarkan agar umat manusia bertindak sederhana dan ditengah-tengah, pelarangan ishraf dan tabdzir, serta anjuran untuk berinfak.

Dalam QS. Al-Maidah:87, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas". 

Jadi, dapat diketahui bahwasanya pemborosan, bermewah-mewahan dan konsumsi berlebihan untuk mencapai sebuah kepuasan maksimal oleh konsumen itu dilarang dalam Islam. Islam sebenarnya tidak sepenuhnya membatasi kegiatan konsumsi seseorang. Namun, dalam Etika Konsumsi Islam yang terpenting adalah pembelanjaan harta tidak ditujukan kepada sebuah hal yang sifatnya haram. Kemudian, harus dikeluarkan untuk tujuan yang baik ataupun mengandung manfaat serta sesuai kebutuhan konsumen. Sehingga, konsumsi yang dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi individu maupun sosial. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun