Mohon tunggu...
Riska Fatma Meinarty
Riska Fatma Meinarty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perubahan Iklim Semakin Nyata, Media Mesti Gencar Tingkatkan Kesadaran Masyarakat

22 Juni 2022   12:50 Diperbarui: 22 Juni 2022   13:08 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan iklim yang terjadi saat ini telah berjalan lebih cepat dari prediksi para ahli. Perubahan iklim yang signifikan ini menjadi sebuah sinyal vital yang menunjukkan kondisi bumi memburuk. Tidak dapat dipungkiri, badai ekstrem, gelombang panas, hingga banjir bandang tak terprediksi yang dialami masyarakat, berdampak pada krisis yang harus segera ditanggapi.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat, Meiki Wemly menjelaskan, perubahan iklim terjadi karena kenaikan suhu bumi akibat tertumpuknya emisi karbon di lapisan atmosfer bumi.

"Berangkat dari pemanasan global, perubahan iklim bisa terjadi secara alami, bisa juga dipicu aktivitas manusia. Pencapaian kemampuan manusia yang semakin berkembang juga memiliki efek samping bagi lingkungan,"ujar Meiki 

Pada saat itu, ia selaku pembicara dalam Talkshow Parade Jurnalistik bertema Encouraging the Society to Understand Climate Matters Through Science Journalism, Selasa (17/05).

Meiki menambahkan, emisi yang menumpuk membuat sinar matahari  terperangkap dan meningkatkan suhu bumi, akibatnya terjadi cuaca yang tak lazim. Emisi ini bisa berasal dari aktivitas manusia yang memuncak sejak revolusi industri seperti, kegiatan pembakaran, penggunaan tenaga uap, bahan bakar fosil, batu bara, atau kendaraan bermotor.

Mengutip laporan World Meteorological Organization (WMO), pada tahun 2018 terjadi kenaikan tingkat CO2 sebesar 2,3 ppm (part per million). Ada pun kenaikan tingkat konsentrasi gas metana yang 60%-nya disumbang dari aktivitas manusia. Dengan kondisi ini, isu perubahan iklim menjadi urgen dan masyarakat perlu segera menentukan sikap.

Peran Media dan Kolaborasi Masyarakat Meningkatkan Kesadaran Perubahan Iklim

Dalam kondisi ini, pihak yang secara alami gencar bergerak yaitu media. Isu perubahan iklim perlu menjadi perhatian khusus bagi media untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Melalui pendekatan pemberitaan tentang iklim, diharapkan pemangku kepentingan bersama masyarakat mampu menjawab dan menangani krisis akibat perubahan iklim.

"Pemahaman untuk mendalami perubahan iklim dan tindakan pencegahan masyarakat masih rendah. Kita perlu mengupayakan sosialisasi dan edukasi terkait konteks penyampaian informasi yang konsisten, bukan hanya pada momen tertentu saja," tutur Meiki.

Meiki menjelaskan, masalah yang ditemui di negara berkembang yaitu fokus pada berita yang menyangkut pemenuhan kesejahteraan dan taraf hidup. Masyarakat ini cenderung abai terhadap isu perubahan iklim karena merasa topiknya tidak dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka, tidak ada perubahan signifikan atas tindakan pencegahan yang dilakukan, atau bahasa yang digunakan untuk menjelaskan fenomena perubahan iklim sulit dimengerti.

Dalam hal ini, Jurnalis berperan penting meningkatkan kesadaran masyarakat dengan menyajikan hasil temuan ilmiah tentang perubahan iklim dalam kemasan yang lebih menarik dan mudah dipahami. Para ahli sains memiliki keterbatasan ruang publik, hal ini menjadi kesempatan bagi jurnalis untuk menjembatani ilmuwan dan masyarakat agar pemahaman dan tingkat kesadaran isu perubahan iklim berada di level yang sama.

Meiki menambahkan, pemberitaan tentang iklim tidak boleh semata-mata disampaikan dari satu sudut pandang. Pernyataan yang disampaikan harus berdasar pada fakta dan data di lapangan. Jangan sampai informasi yang disampaikan malah terjebak dengan solusi yang berdampak lain. Kasus penanganan sampah dengan metode pirolisis menjadi contoh nyatanya. Pirolisis merupakan proses pengolahan sampah plastik yang bisa diubah menjadi minyak.

Dalam metode pirolisis, terdapat proses pembakaran. Jika melihat manfaat utamanya untuk mengurangi sampah plastik dan menghasilkan minyak dari bahan alternatif, tetapi dilihat dari aspek lingkungan lain, berdampak pada pelepasan emisi karbon.

Publik belum banyak tahu, proses pembakaran dalam metode pirolisis menghasilkan solusi yang tidak tepat. Oleh karena itu, Meiki menegaskan agar isi tulisan disertai data dan informasi pembanding sehingga bisa mempertimbangkan solusi dan dampak secara seimbang.

Meiki menyarankan, jurnalis yang ingin menciptakan karya jurnalistik dengan tema sains, perlu diawali dengan ketertarikan isu yang akan dibahas. Kemudian, mendalami fakta dan data pendukung dari ahlinya serta sesuai rujukan temuan ilmiah.

Tulisan yang dapat membangkitkan kesadaran masyarakat harus dilakukan secara konsisten dan melalui pendekatan humanis. Tulisan juga harus memberikan ruang bagi mereka untuk berkolaborasi dalam penanganan isu sains khususnya perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun