Perusahaan multinasional (MNC) adalah perusahaan yang memiliki pusat kontrol di satu negara yang juga kepemilikannya dimiliki oleh negara tersebut. Yang kemudian, perusahaan tersebut melakukan perluasan terhadap jangkauannya ke berbagai negara dengan mendirikan anak perusahaan dengan tujuan agar dapat semakin memperkuat pemasukan dari perusahaannya. Sejalan dengan itu, menurut International Labour Organization (ILO), sifat hakiki dari perusahaan multinasional yang nyata yaitu bahwa kantor pusat manajerialnya terletak di dalam satu negara tapi kegiatan operasinya dilakukan di beberapa negara lain. Lalu, menurut Prof. Raymond Vernon, perusahaan multinasional adalah perusahaan yang berusaha menjalankan aktivitasnya keluar di dalam skala internasional dimana disana tidak ada batas-batas negara atas dasar strategi bersama yang diarahkan dari pusat perusahaan.
Keberadaan Multinational Company atau perusahaan multinasional (yang selanjutnya disebut sebagai perusahaan multinasional) merupakan suatu komponen yang sangat melekat dalam upaya meratakan industri dalam suatu negara, terutama negara-negara berkembang yang pada umumnya sangat menerima masuknya perusahaan tersebut ke dalam negaranya. Proses penerimaan perusahaan multinasional ini diprakarsai oleh aktor-aktor ekonomi dalam negara, baik itu pihak swasta maupun dari pihak negara itu sendiri. Akan tetapi, apakah masuknya perusahaan multinasional ke dalam negara berkembang ini benar-benar menjadi solusi yang sangat tepat bagi keberlangsungan negara tersebut?
Sebagai jawaban dari hal tersebut, mari kita menelusuri beberapa kelangsungan aktor perusahaan multinasional di negara berkembang secara umum sebagai berikut.
Pemilihan negara berkembang, didasari oleh keberadaan perusahaan multinasional yang seakan menjamur ke seluruh wilayah dengan potensi besar sebagai wilayah industri. Kemudian, ketika melihat karakteristiknya, negara yang berkembang masih berada dalam tahapan meningkatkan pembangunan dan pengembangan di berbagai aspek di dalam negaranya sehingga teridentifikasi sebagai negara berkembang. Sebuah dilema yang dapat dirasakan dengan nyata maupun secara semu oleh berbagai negara berkembang, yaitu masalah terhadap eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia merupakan sektor pertama yang sangat besar mendapatkan pengaruh. Baik dan buruknya sebuah perusahaan multinasional, dapat dilihat dari bagaimanakah mereka memperlakukan sumber daya manusia di anak perusahaan dalam negara yang dijadikan sebagai perluasan operasional dari perusahaan induknya. Akan tetapi, tak jarang terdapat perusahaan multinasional yang terlihat memiliki citra sangat positif di mata publik dan pada realitasnya perusahaan tersebut memiliki keburukan yang hanya dapat diketahui oleh jajaran staf dan pegawai dari perusahaan saja.
Sebagai contoh, dominasi perusahaan multinasional di Indonesia maupun India, tidak diiringi oleh kualitas sumber daya manusia yang mampu menjadi tenaga kerja terlatih di perusahaan-perusahaan tersebut. Kecenderungan dalam menyalurkan tenaga kerja tidak terlatih merupakan kendala besar bagi masing-masing negara tersebut. Rasio antara tenaga terlatih dan tidak terlatih sangat tidak seimbang, meski pun di lain sisi terjadi peningkatan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakatnya. Namun, hal ini diperburuk oleh “ledakan” angka kelahiran, baik itu di Indonesia maupun India. Kedua negara ini diyakini tidak akan kekurangan populasi sumber daya manusia tetapi kekurangan tenaga kerja terlatih dan terdidik karena jumlah populasi tidak diimbangi bersamaan dengan tingkat pendidikan. Sehingga menyebabkan pihak perusahaan multinasional dapat secara leluasa memasuki negara-negara tersebut dikarenakan oleh negara terdesak kebutuhan lapangan kerja yang sangat besar sebagai dampak dari tingginya tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, perlu adanya proteksi dari negara itu sendiri, khususnya negara berkembang agar tidak tereksploitasi oleh perusahaan multinasional dan mampu membuka lapangan pekerjaan secara mandiri. Meski pun harus ada keterlibatan dari pihak asing, setidaknya negara tidak boleh terlalu mengandalkan hal tersebut.
Nama Penulis: Riska
NIM : 07041282126118
Dosen Pembimbing: Nur Aslamiah Supli, BIAM.,M.Sc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H