171 daerah di seluruh Indonesia, sebentar lagi akan menentukan siapa pemimpinnya. Adu strategi sudah mulai dipikirkan partai pengusung dan tim sukses, agar pasangan calon yang diusung bisa memenangkan pertarungan. Para paslon diharapkan bisa saling adu gagasan dan program, untuk bisa menarik simpati masyarakat.
\Begitu juga dengan partai pengusung dan tim sukses, juga harus menyiapkan segudang program, agar masyarakat bisa mendapatkan manfaatnya. Jika maju pilkada tanpa menyiapkan program demi kursi kekuasaan, tentu akan sangat disayangkan. Menjaga Indonesia menjadi negara besar, jauh lebih penting dari pada berlomba untuk meraih kursi kekuasaan, tapi tidak pernah berorientasi pada kepentingan yang lebih besar. Akibatnya, berbagai cara dihalalkan demi mendepatkan kursi kekuasaan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk produktif yang begitu melimpah. Salah satu ciri orang produktif adalah, mampu mengeluarkan ide dan gagasannya, untuk menghasilkan suatu hal yang bermanfaat. Minimal untuk dirinya sendiri ataupun keluarga. Syukur-syukur bisa bermanfaat untuk lingkungan jauh lebih baik. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Adu gagasan minim terjadi, tapi adu domba justru semakin marak ditemukan. Adu domba yang dilakukan biasanya dengan cara menjelekkan orang lain, menyebarkan informasi bohong untuk menggiring kebencian, dan yang tidak kalah mengerikan adalah, menggunakan sentimen SARA untuk memecah belah masyarakat.
Mari kita lihat sejarah kebelakang. Ketika Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, Indonesia terus hidup dibawah garis kemiskinan. Ketika masyarakat Indonesia bersatu melawan, Belanda mulai ketakutan dan menebar politik adu domba. Sesama masyarakat saling tidak percaya dan curiga. Semangat untuk merdeka yang terus menguat, membuat kekhawatiran bagi Belanda. Akibatnya, politik adu domba diterapkan Belanda, untuk memecah semangat untuk merdeka tersebut. Bahkan, akibat adu domba ini, tak jarang masyarakat saling serang sendiri. Lalu, masih mau kah kita saling bertengkar dengan warga negara sendiri?
Mari gunakan akal dan pikiran kita masing-masing. Saat ini, sudah tidak ada penjajah di negeri ini. Tapi kenapa diantara kita terkadang masih suka mengadu domba satu dengan yang lain? Negeri ini mempunyai tradisi saling menghargai satu dengan yang lain. Benar, Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Namun bukan berarti keberagaman itu akan membuat masyarakatnya saling bertengkar. Semangat bhineka tunggal ika, terbukti telah mampu menyatukan semua keberagaman tersebut. Dan relakah jika persatuan yang telah terjalain selama bertahun-tahun itu, hancur berkeping-keping hanya karena pilkada? Apakah kepentingan politik bisa mengalahkan segala-galanya?
Ingat, setiap konflik yang terjadi akibat provokasi, akan memicu masuknya kelompok radikal dan terorisme. Kelompok intoleran akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ketika masyarakat sudah mulai saling menyalahkan, maka pemerintah akan dijadikan kambing hitam. Pemerintah dianggap tidak bisa mampu menjalankan fungsinya. Dan kalau masyarakat sudah mempercayai, biasanya mereka akan memunculkan alternative solusi, untuk mewujudkan kekhilafahan. Pada titik inilah, keragaman Indonesia akan terus terancam. Karena konsep khilafah yang ditawarkan kelompok radikal, menolak yang namanya bhineka tunggal ika.
Mari kita saling introspeksi dan mengendalikan diri. Hilangkan ego pribadi dan kelompok. Hilangkan adu domba dan gantilah dengan adu gagasan. Jika masyarakat menjadi pemilih yang cerdas, maka pemimpin yang lahir di tahun politik ini pun, akan menjadi pemimpin yang jujur, adil, toleran, dan mengedepankan kepentingan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H