Mohon tunggu...
riska nuraini
riska nuraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - suka menolong orang

seorang yang senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengedepankan Persaudaraan Menciptakan Perdamaian

5 Desember 2017   07:28 Diperbarui: 5 Desember 2017   08:46 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokalnya. Setiap suku, mempunyai kearifan lokalnya masing-masing. Dan yang menarik, tidak ada satupun kearifan lokal yang ada di Indonesia ini yang menganjurkan untuk saling menebar kebencian, menebar permusuhan, ataupun melakukan tindakan negatif lain. Kearifan lokal justru mengandung nilai-nilai tenggang rasa, persaudaraan dan toleransi antar sesama. Karena semua nilai-nilai kearifan lokal itu menjunjung perdamaian, mereka semua bisa hidup berdampingan dengan alam, dengan sesama manusia, bahkan dengan binatang.

Seiring dengan kemajuan teknologi, nilai-nilai kearifan lokal itu nampaknya mulai tergerus oleh modernisasi. Kondisi ini semakin diperparah dengan masifnya provokasi radikalisme, yang memunculkan kelompok-kelompok fanatik. Ironisnya, fanatisme ini seringkali dilandasi dengan nilai-nilai agama. Akibatnya, agama yang seharusnya menuntut pemeluknya pada jalan yang benar, terkotori oleh kelompok fanatik keagamaan, yang seringkali melakukan tindakan negatif.

Di Indonesia, kelompok fanatisme yang mengklaim paling benar, terus bermunculan dan mempertahankan eksistensinya. Persaudaraan di tengah masyarakat menjadi berkurang, karena tertutup oleh sikap merasa paling benar itu sendiri. Orang berbeda agama dianggap kafir. Orang berbeda pandangan dianggap thogut. Bahkan Pancasila dan pemerintahan pun juga dianggap kafir, karena menjalankan sistem demokrasi. Padahal, kita semua, manusia yang ada dimuka bumi ini diciptakan Allah SWT berbeda-beda. Untuk itulah, setiap manusia dianjurkan untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Dengan saling mengenal itu, diharapkan bisa saling mengerti dan memahami, yang bisa memunculkan tatanan kehidupan yang penuh kedamaian.

Mari kita jaga 'rumah' Indonesia ini, dari ucapan dan perilaku yang bisa menganggu kenyamanan penduduknya. Mari mulai membiasakan diri berkata dan berperilaku secara santun dalam keseharian. Mari senantiasa menjaga persahabatan dan persaudaraan, dengan tidak bersikap egois, tidak saling membenci, tidak iri hati dan bersikap kasar kepada orang lain. Jangan pula saling mencaci orang lain, menebarkan kebencian kepada orang atau kelompok lain. Jika perbuatan negatif ini masih terus dilakukan, Indonesia akan menuju ambang kehancuran. Indonesia akan hancur bukan karena penjajah, tapi karena masyarakatnya sendiri yang tidak bisa berdamai.

Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, mari kita lihat bagaimana keseharian Rasulullah SAW. Tidak pernah sekalipun berucap kasar kepada orang lain. Nabi juga selalu menghargai keberagaman, tidak pernah mempersoalkan masyarakat yang beragama lain. Nabi juga tidak pernah membalas segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat yang membencinya. Bahkan, masyarakat yang memusuhinya senantiasa didoakan, agar diberi hidayah dan tidak lagi melakukan perbuatan negatif. Di Indonesia, Islam juga tumbuh menjadi agama yang damai. Ketika Wali Songo masuk ke tanah Jawa menyebarkan Islam, tidak pernah dilakukan dengan paksaan, cara kasar, atau bahkan melalui peperangan. Lalu, bisakah kita mencontoh teladan Rasulullah SAW dan Wali Songo?

Mari kita renungkan kembali. Mari kita saling introspeksi. Saatnya mengedepankan persaudaraan, demi terciptanya perdamaian. Hilangkan permusuhan yang justru mendekatkan pada kehancuran. Negara ini tidah butuh generasi pembenci, generasi yang iri hati, ataupun generasi yang pemarah. Negara ini butuh generasi yang toleran, generasi yang cinta damai, dan generasi yang senantiasi saling tolong menolong kepada siapa saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun