Sore ini aku sedang duduk manis di warung kopi kecil, dengan kepala yang hampir meledak memikirkan kondisi keuangan kita bersama. Setelah beberapa jam lalu, aku mendengar sedikit keluh dan kesah dua orang rekanku yang sedang terjun kedalam kepanitiaan sebuah organisasi di kampus.
Sebentar, biar kunikmati satu cangkir teh hangat yang pelan demi pelan berubah menjadi dingin, sebab di sini sedang turun hujan, dan dapat kudengar petir tak sanggup lagi menahan deruh bising gelegarnya di langit senja yang mulai berubah menjadi gelap.
Â
Untuk kalian rekan-rekanku, aku ingin bercerita sedikit tentang kepusinganku dalam ruang lingkup kita bersama. Pun tentang keluh kesah kalian yang ternyata tak menemukan kenyamanan yang sama sewaktu berkerja dengan team yang berbeda.
Bagiku itu adalah merupakan sebuah kemajuan. Dengan kalian berpartisipasi dalam sebuah team yang berbeda, ataupun dalam organisasi yang berbeda, kalian akan memahami sendiri tentang banyak hal. Gaya kepemimpinan, solidaritas, toleransi, sampai hal-hal yang tak mamu kusebutkan satu persatu. Pun kalian akan dengan jelas dapat melihat kekuatan dan kelemahan oganisasi yang yang sedang kalian ikuti. Entah dalam segi birokrasi, ataupun manajemen sumber daya manusia, atau sampai etika-etika para anggotanya. Hal-hal tersebut dapat kalian tuliskan kedalam buku catatan kecil, yang nantinya akan berguna untuk menjadi bahan-bahan kalian dalam memperbaiki diri dalam berorganisasi. Dan bila pada saat ini kalian berkata bahwa kalian kelelahan, aku akan menjadi orang pertama yang akan mengomel kalau-kalau kalian mengundurkan diri dalam kepanitiaan maupun organisasi yang sedang kalian ikuti. Karena hal tersebut sama sekali tidak mencerminkan rasa tanggung jawab.
Jalani dengan sebaik-baiknya dan nikmati dengan sesabar-sabarnya. Walaupun kalian adalah dua orang perempuan yang suka makan otak-otak. Halah.
Â
Kupikir inipun akan menjadi momen yang tepat, untuk kalian memperhatikan gaya kepemimpinan sang Alpha dalam organisasi yang sedang kalian ikuti. Kemudian dapat kalian jadikan sebuah bahan pertimbangan untuk dapat memberi banyak koreksi terhadapku bila nanti kalian jumpai caraku kurang relevan dalam mencapai tujuan organisasi kita.
Â
Memang menjadi pemimpin bukan perkara mudah, walaupun aku terbilang sering mendapati posisi tersebut. Kenapa? Karena memimpin bukan berarti memerintah. Jika aku diberikan tugas untuk dapat menggiring 1000 domba untuk masuk ke dalam kandangnya, mungkin tidak akan berjalan terlalu sulit. Karena aku tak harus repot-repot memikirkan perasaan sang domba bila ada satu atau dua yang harus ku maki karena keluar dari lintasan aman. Sekalipun ada yang keluar dari jalur lintasan yang kubuat, aku hanya tinggal menarik tambang yang terikat dilehernya kemudian memasukkannya kembali kedalam rombongannya. Mudah bukan?
Atau bila aku harus memimpin 1000 robot untuk merubuhkan bangunan Monas, itu pun tidak akan terlalu sulit. Karena aku tidak harus repot-repot khawatir mereka akan kelelahan atau mereka akan mengalami dehidrasi bila kupaksakan fisiknya sampai akhir batas kesanggupannya. Sebab bila terjadi kerusakan, aku hanya tinggal mengganti bagiann-bagiannya yang harus diganti. Bukan sebuah kesulitan kan?
Tapi memimpin manusia adalah jelas tidak sama. Dan mengapa aku harus repot-repot menuliskan hal-hal ini? Karena kita semua pada dasarnya terlahir untuk menjadi seorang pemimpin. Pun menebak hari esok yang panjang adalah bukan keahlianku, jadi anggap saja suatu hari nanti salah satu dari kalian akan menduduki kursi sang Alpha, entah memimpin sebuah organisasi kecil, perusahaan, atau bahkan induk perusahaan, atau mungkin sebuah negara, atau yang paling kecil; memimpin sebuah keluarga.
Â
Menjadi seorang pemimpin itu merupakan tanggung jawab yang besar. Bukan sebatas tanggung jawab terhadap goal atau tujuan, melainkan dalam setiap proses-proses yang ada untuk menuju ke sana. Ada banyak aspek yang harus dipikirkan dengan matang. Kita sepakati kali ini kita sedang memimpin sebuah organisasi yang anggotanya adalah manusia.
Faktor apa yang harus dipikirkan?
Mental, atau psikologis. Bagiku ini yang paling penting. Karena dari sini, kita dapat membuat segalanya berjalan baik-baik saja, dan mendapatkan hasil yang mungkin mendekati kata sempurna. Begini contohnya;
Â
Katakanlah, kalian harus memimpin satu buah team, yang di dalamnya terdapat banyak entitas (sub). Team terdiri dari beberapa divisi. Kita samakan dengan organisasi kita. Ada bagian kesekretariatan, keuangan, desain, properti, sampai divisi yang bertanggung jawab untuk mengerjakan baris kode.
Â
Hobby pun bagiku merupakan sebuah bagian dari psikologis. Seseorang akan cenderung bersemangat melakukan sesuatu yang jelas mereka gemari. Jadi mulailah mengenali hobby / psikologi dari tiap-tiap anggota team sebelum memasukkan mereka kedalam sebuah divisi. Atau beri pilihan untuk mereka sendiri memilih mana divisi yang akan mereka hinggapi.
Kemudian hal lain yang tak kalah penting adalah jaga hubungan baik dengan seluruh anggota. Baik dalam perkataan, cara apresiasi, sampai mood mereka dalam tiap-tiap mereka mengerjakan tugasnya. Karena seseorang tidak akan dapat menghasilkan sebuah pekerjaan yang baik bila dilakukan dengan keterpaksaan, atau tekanan, atau bahkan suatuasi dan kondisi yang malah membuat mereka mengalami stress. Ini adalah hal yang paling penting. Dan tentunya harus ada ikatan emosi yang mendalam. Pemimpin yang baik adalah ia yang memperhatikan kondisi dari pada anggotanya. Pahami juga perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap situasi dan kondisi. Karena tidak setiap hari seseorang memiliki kondisi mental yang sama. Tekanan-tekanan yang berasal dari luaqr, sebisa mungkin dibantu untuk mencarikan solusinya. Lebih tepatnya, bukan hanya sebatas pemimpin, melainkan menjadi orang tua yang sensitif dan peka terhadap kondisi psikologis anak-anaknya.
Â
Kedua, ini adalah hal yang paling berat tanggungjawabnya. Adalah sisi fisik. Jelas kalian sedang memimpin kumpulan manusia. Yang telah ditakdirkan untuk memiliki batasan-batasan kesanggupan. Bukan berarti kalian bertanggung jawab untuk memberinya makan atau membawanya ke dokter. Hal itu dapat dilakukan bila memang harus. Tapi bukankah mencegah itu selalu lebih baik dari pada mengobati? Jadi ambilah langkah yang preventif.
Sebuah team dalam segala kegiatannya, pastilah memiliki tugas yang tak mudah. Bahkan duduk seharian di depan komputer pun dapat menghabiskan banyak tenaga. Atau dalam perjalanan dinas yang jaraknya terbilang jauh. Di situlah peran kalian sebagai The Alpha harus kalian jalankan dengan semaksimal mungkin.
Â
Katakanlah satu divisi harus pergi untuk melakukan tugas kedinasan di tempat yang terbilang cukup jauh. Maka keselamatan mereka seara tidak langsung akan menjadi tanggung jawab kalian. Karena bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan (Force Majoure), pihak terkait atau bahkan keluarga mereka akan menanyakan tujuan mereka berpergian. Bagaimana bila suatu saat, terjadi sebuah kecelakaan dalam perjalanan tugas team kalian? Maka tindakan preventif selalu menjadi jalan terbaik. Bagaimana caranya?
Berpikir jauh kedepan.
Rencanakan sebaik mungkin bila kalian menugaskan satu atau bahkan semua orang yang berada dalam team bila hendak melakukan aktifitas di luar lingkungan kerja.
Â
Jarak tempuh, waktu tempuh, rincian dana, kondisi kesehatan, faktor cuaca, faktor lalu lintas, dan lain-lain sampai kalian benar-benar memiliki banyak rencana cadangan.
Karena sekali lagi, ini bukan hanya tentang goal dan tujuan. Bukan hanya tentang hasil. Melainkan kenyamanan bersama dalam mencapai satu tujuan yang juga bisa dikatakan telah menjadi tujuan bersama.
Â
Memiliki pemikiran yang panjang (long term) adalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh tiap-tiap pemimpin. Bukan hanya pemimpin dari berbagai perusahaan. Bahkan pemimpin satu keluarga kecilpun harusnya memiliki kemampuan tersebut. Jangan sampai keuangan untuk satu bulan dibelanjakan habis dalam waktu satu minggu. Atau memaksakan kondisi keluarganya untuk berpuasa dalam waktu enam belas tahun.
Â
Pun kalian harus mampu membangun sebuah kerjasama team yang baik. Yang dapat mempengaruhi proses dan hasil dari tujuan. Usahakan semua divisi berkerja dengan saling keterkaitan. Dengan mengoreksi dan memberikan saran satu sama lain. Dengan saling membangun kerjasama yang baik dan efektif.
Â
Mengenai gaya kepemimpinan. Diktator? Friendly? Keduanya selalu memiliki kekurangan. Aku sempat pernah ingin menerapkan sebuah gaya kepemimpinan khas mendiang Steve Jobs dalam memimpin perusahaannya yang kini menjadi raksasa teknologi. Ia mengeluarkan siapa saja yang menurutnya menjadi penghambat, atau yang memiliki opini yang tak sejalan. Berbicara dengan hentakan yang keras bila ada sesuatu yang tidak disukainya. Tapi apalah kita ini? Kupikir wajar bila Jobs berperilaku demikian, sebab bila ia kehilangan satu tenaga ahli, masih banyak yang mengantri. Pun ia menjanjikan sebuah penghasilan yang tak sedikit. Kita? Start up. Yang anggaran properti saja masih pakai uang pribadi. Dan aku merasa bahwa aku belum memiliki kapabilitas yang cukup untuk meniru gaya kepemimpinannya.
Â
Bill Gates? Empunya Microsoft. Ia selalu memberikan pekerjaan yang rumit kepada pegawainya yang pemalas. Karena menurutnya, seorang pemalasa akan menemukan cara tercepat untuk menyelesaikan tugasnya. Aku pernah menirunya satu kali, hasilnya? Bahkan ia lupa bahwa aku pernah memberikan satu tugas penting kepadanya. Betapa sumber daya manusia yang berbeda.
Jadi dapat kalian tarik kesimpulan bahwa menjadi pemimpin itu bukan perkara mudah.
Bagaimana dengan orang-orang/anggota yang sering kali salah menilai keputusan yang kalian ambil sebagai pemimpin?
Pun menerima kritik dan saran adalah bukan perkara sulit. Dengarkan juga opini para anggota, walau seringkali mereka salah dalam menilai atau bahkan menyikapi keputusan yang kalian ambil.
Karena kemampuan dan jarak pikir manusia itu diciptakan berbeda.
Namun bagaimana kita hari ini? Setelah kita kehilangan satu orang kutubuku sang pembuat baris kode? Pun hal ini menjadi satu hal yang mengganjal di pikiranku. Atau bagaimana progress yang sedang berlangsung? Sejauh mana perkembangannya? Bagaimana kondisi keuangan? Aparatur negara? Sampai suasana kantor yang belum pernah dapat kita rasakan? Pun aku masih belajar bagaimana cara menjadi seorang pemimpin.
Â
Tolong bantu aku… seperti kali ini saja.
Â
Regards,
Rishaldy Prisly
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H