Mohon tunggu...
Muhammad Rishaldy
Muhammad Rishaldy Mohon Tunggu... -

Penulis Love For A While (2013), Mahasiswa, Gamer, Traveler, Street Art Painter, Mountaineer. find me on aldyprisly.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Terbuka untuk Kepala Sekolah SMPN 1 Curug, Kabupaten Tangerang

19 Juli 2014   08:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:54 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat Terbuka Untuk Keluarga Besar SMPN 1 Curug
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pada kesempatan saya kali ini, saya tidak akan terlalu banyak menggunakan majas dan prosa. Dengan hormat, saya hanya ingin menyampaikan keganjilan-keganjilan yang saya dan adik saya alami.
Ä®
Malam ini adik bungsu saya berbincang-bincang dengan Ibu saya yang juga adalah orang tua satu-satunya dalam keluarga kecil saya. Mereka berbincang tentang sebuah kebijakan baru dari pihak sekolah. Saya memang kurang begitu mengetahui tentang biaya pendidikan adik saya yang kini duduk di bangku kelas tujuh di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Curug yang tepatnya berada di Desa Sukabakti, kecamatan Curug, kabupaten Tangerang. Tapi kali ini saya merasa tergelitik mendengar kebijakan baru dari pihak sekolah tersebut.
Kebetulan saya adalah alumni dari SMP Negeri tersebut dan cukup mengenal beberapa bapak dan ibu guru. Saya ingin menanyakan tentang kebijakan baru yang bapak/ibu kepala sekolah pimpin.
Dikatakan bahwa pada minggu ini tepatnya setelah diadakannya pesantern kilat (sanlat), murid diminta untuk mencatat sebuah surat yang akan di tulis ulang oleh wali murid, kemudian disertai materai 6.000 (enam ribu). Dengan isi suratnya sebagai berikut:
"Dengan ini saya sebagai wali murid menyatakan bersedia membayar biaya sarana laboratorium komputer dan bahasa inggris dan membayar biaya sejumlah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah)."
Kemudian adik saya berkata "kata pak guru, lebih juga boleh, asal gak kurang dari segitu".
Well. Ini merupakan sesuatu yang menggelitik kepala saya. Dapat kita kalkulasikan bahwa jika seorang wali murid membayar uang sejumlah Rp. 600.000, maka jika dalam satu kelas sedikitnya ada 30 siswa, maka akan menghasilkan uang sejumlah Rp. 18.000.000 (delapan belas juta rupiah). Dan apa bila dari kelas tujuh sampai sembilan ada dua puluh tujuh kelas maka akan menghasilkan uang sejumlah Rp. 486.000.000 (empat ratus delapan puluh enam juta) atau hampir setengah miliar.
Well. Jika saya telusuri berapa biaya untuk membangun dua buah laboratorium tersebut, maka hasilnya tidak semahal itu, dan bukankah laboratorium tersebut sudah ada sebelumnya?
Begini. Bapak/Ibu kepala sekolah yang terhormat. Kebijakan ini sangat tidak bijaksana. Mengingat uang sebanyak itu tidak di konfirmasi secara baik dan benar, dengan tidak mengadakan rapat wali murid dengan pihak sekolah, atau dengan surat edaran yang lebih layak, bukankah itu terlihat sebagai sebuah tindakan yang semena-mena? Kemudian juga biaya study tour yang terbilang banyak, yaitu Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah). Ada banyak sekali kejanggalan yang sering saya temukan dalam biaya pendidikan. Padahal dalam sistem pendidikan negara kita, sudah ada yang dikatakan Biaya Operasional Sekolah atau sering disebut dengan BOS.
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Atau bisa Ibu/Bapak baca selengkapnya di http://bos.kemdikbud.go.id/home/about.
Dengan kerendahan hati, saya meminta Ibu/Bapak kepala sekolah meninjau kembali kebijakan tersebut, karena saya yakin, ini bukanlah soal nominal uang. Tapi soal transparansi yang ada. Saya pun sudah membaca beberapa undang-undang tentang biaya operasional sekolah dan lain-lain. Dan terlebih, tidak semua wali murid memiliki pekerjaan yang penghasilannya di atas rata-rata, dan penarikan dana tersebut tidak memiliki landasan hukum apa-apa. Dan jangan sampai ada kejadian seperti di Sekolah Menengah Pertama 14 Tangerang Selatan tentang dugaan pungutan liat yang sampai di sorot awak media. Seperti tercantum di http://lama.beritatangsel.com/pendidikan/read/dugaan_pungli_smpn_14_tangsel_ajak_orangtua_siswa_musyawarah/
Maka ada baiknya kebijakan apapun mengenai biaya sekolah, dibicarakan secara musyawarah, atau setidaknya melalui edaran resmi dari pihak sekolah. Sekian dari saya. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam berkata, jika ada sebuah tanggapan dari pihak yang terkait mohon di konfirmasikan secara lebih lanjut.
Terimakasih, wassalam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun