Mohon tunggu...
Muhammad Rishaldy
Muhammad Rishaldy Mohon Tunggu... -

Penulis Love For A While (2013), Mahasiswa, Gamer, Traveler, Street Art Painter, Mountaineer. find me on aldyprisly.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Generasi Seperti Apa yang Negara Inginkan?

17 Desember 2014   07:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:09 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini aku bangun lebih pagi, sebab ada janji dengan dosen untuk bicarakan beberapa hal tentang micro controller. Setelah mata terbuka dari pejamnya, jemariku menekan tombol televisi. Sarapan yang bagus, berita kriminal.
Siang hari, ketika aku selesai menyantap makan siang, ku perhatikan televisi di sudut kantin bawah kampusku. Hidangan pencuci mulut yang manis, berita kriminal lagi.
Dan kini, sesaat sebelum mataku terpejam, ada berita kriminal yang juga menjadi teman sebelum pulas.
Aku hidup di negeri penjahat? Sampai apakah tidak ada lagi berita yang menarik? Apakah seisi negara ini hanya ada tentang pelanggaran hukum? Yang padahal mata dan telinga sudah lelah untuk mendengarnya juga sesak menyaksikannya.
Ini adalah juga bentuk protesku terhadap media. Carilah tema yang menarik, yang tidak selalu menampilkan kejahatan. Aku bosan.
Sudah tiga minggu aku menghabiskan waktu di dalam kamarku, mengutak-atik surveillance robo camera yang sedang aku kerjakan.
Aku juga sedikit tersentuh, sebelum memutuskan untuk berkutat di dalam bidang yang satu ini. Jadi begini ceritanya... Dosenku sempat menyentil sesuatu, tentang produsen mini PC di UK. Raspberry Pi namanya. Alat yang sedari tiga minggu lalu menjadi kekasihku siang malam. Kalau penasaran, silahkan googling.
Basicly, alat tersebut adalah komputer mini, seukuran bungkus rokok, yang didalamnya banyak fitur menarik. Dikhususkan untuk anak-anak dibawah umur dalam mempelajari pemrograman. Wah, sampai segitunya ya Inggris memperhatikan generasinya. Tiru dong, Indonesia.
Aku pikir itu adalah hal biasa, tapi sampai pada akhirnya aku berguling-guling di dunia maya. Ternyata yang dilakukan anak-anak kecil itu adalah hal yang aku sendiri tak bisa. Mereka berumur 9 tahun! Aku baru saja 21.
Mereka membuat program yang bisa menyalakan atau bahkan mematikan lampu. Sederhana memang, tapi bagaimana kalau di kontrol melalui Twitter? Mungkin para programmer pro di Indonesia menganggapnya sepele. Tapi untuk ukuran anak 9 tahun? Jelas bukan sesuatu yang sepele.
Sebagai mahasiswa IT, aku sedikit malu. Untuk itulah aku sampai membeli mini PC tersebut dan membulatkan tekad untuk memulai sesuatu yang baru dengan mengerjakan project robotku.
Mungkin kini mereka (generasi muda UK) sedang pusing-pusingnya mencari solusi kesalahan program, atau sedang tertawa asyik menikmati keberhasilan programnya. And guess what, apa yang generasi Indonesia sedang lakukan?
Aku menyadari, ada banyak generasi muda yang cerdas. Namun kemana atau dimana letaknya? Kalau setiap media menyajikan berita kriminal?
Dan apa sebetulnya yang bangsa ini inginkan? Ingin memiliki generasi yang cerdas? Bagaimana caranya? Kalau globalisasi saja terlanjur bablas. Kalau tayangan media saja selalu melanggar banyak azas. Kalau pendidikan formal saja masih dijadikan ladang usaha bagai usaha susu peras?
Aku meyakini banyak generasi cerdas di tanah ini, namun kemana? Prestasi-prestasi mereka hilang di telan berita tidak penting. Berita yang seolah-olah membuat bangsa ini terlihat seperti tanpa moral. Anak bunuh ayah, ibu jual anak. Pencurian, pembunuhan, oh come on!
Negara sana sangat memperhatikan generasinya. Moral, sampai pendidikan formal, terasa semua tanpa masalah. Lalu bagaimana dengan kita? Tengoklah sedikit, kurikulu, dipermasalahkan, namun permasalahan intinya tidak diperhatikan.
Banyak hal dapat diperoleh di luar pendidikan formal. Apakah anak-anak kecil itu sedang berkuliah? Umurnya baru 9 tahun. Tapi mengerti benar bagaimana menggunakan ini dan itu. Kenapa? Karena mereka di ajarkan dan di dukung oleh negara sepenuhnya.
Perbandingannya, anak kecil berumur 9 tahun di Inggris menggunakan sosial media sebagai alat kontrol lampu di rumahnya. Sedangkan anak kecil berumur 9 tahun di Indonesia? Mungkin sudah habis isi kepalanya dengan cita-cita memiliki iphone enam atau lima. Kemudian menggunakannya sebagai alat untuk berpacaran, menebar kegalauan, atau menggunakannya dengan sangat konyol sekali.
Ini adalah titik dimana peran pemerintah terlihat tidak ada. Hanya membiarkan segala sesuatunya selama ada pemasukan untuk negara. Semua pihak bebas menjejali generasi bangsa dengan hal yang tanpa guna. Generasi bangsa, sold out! Begitu?
Generasi yang tidak di bina, tidak di pelihara, tidak di arahkan, jelas akan menjadi sama. Sama dengan orang tua sekarang yang sering muncul dalam berita kriminal. Entah dia koruptor, ahli nepotisme, atau pembunuh kelas teri, jagoan ahli tawuran, atau mungkin pemerkosa ibu kandung.
Mugkin hanya satu dari sepuluh, generasi Indonesia yang memiliki pemikiran yang lurus dalam mencerna keadaan dalam negara yang antah berantah ini. Tapi sungguh, sepuluh atau dua puluh tahun Indonesia masih seperti ini, tidak ada jaminan, yang satu dari sepuluh akan menjadi dua, atau tiga dari sepuluh.
Generasi muda bukanlah hama, bukan juga otak-otak kosong yang hanya bisa bilang "iya". Ini adalah harta karun bangsa. Hal yang lebih berharga dari tambang uang atau emas tembaga.
Jika negara menginginkan generasi yang cerdas dan luar biasa, maka bukan negara seperti ini yang akan memilikinya, wahai Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun