Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi telah mengumumkan laporan harta kekayaan Capres/Cawapres 2014, Selasa (1/7/2014) kemarin di Ruang Sidang Utama Lantai II KPU RI. Berikut ini merupakan rangkuman harta kekayaan dan utang Capres/Cawapres:
Kandidat
Kekayaan
Utang (Rp)
Rupiah
USD
Prabowo Subianto
1.670.392.580.402
7.503.134
28.999.970
Joko Widodo
29.892.946.012
27.633
1.936.939.782
Hatta Rajasa
30.234.920.584
75.092
157.901.040
Jusuf Kalla
465.610.495.057
1.058.564
19.660.000
Sumber: data KPU
Dari data kekayaan tesebut dapat dilihat bahwa keempat kandidat semuanya kaya (miliaran gitu lho). Prabowo memiliki kekayaan dengan jumlah paling banyak, disusul oleh Jusuf Kalla, kemudian Hatta Rajasa, dan Jokowi. Akan tetapi dari jumlah utang, Jokowi memiliki jumlah utang yang paling banyak. Konon katanya, rasio utang Jokowi ini tergolong besar dibandingkan dengan jumlah kekayaannya karena masih tersangkut cicilan mobil dan rumah. Hasil pelaporan harta kekayaan tersebut juga sekaligus menepis isu bahwa Prabowo berpotensi korup untuk melunasi utang-utang perusahaannya yang sebesar 14 triliun.
Sebagian orang menganggap bahwa calon pemimpin yang berasal dari kalangan berada tidak akan mampu menyentuh masyarakat. Sebaliknya, calon pemimpin yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dinilai akan lebih mampu berempati kepada rakyatnya jika terpilih sebagai pemimpin. Rasa-rasanya anggapan seperti ini dapat membunuh karakter anak yang terlahir dari keluarga berada.
Tidak apa memilih pemimpin yang latar belakangnya berada, asalkan harta kekayaan tersebut diperoleh dengan usaha halal yang tidak merugikan orang lain. Artinya ia orang yang giat berusaha dan mampu mengelola harta dengan baik. Apalagi jika diimbangi dengan kaya hati, yaitu dengan kekayaannya dapat ikut serta mengangkat kesejahteraan masyarakat sekitar; menyekolahkan ribuan anak tak mampu, mengirimkan ribuan peneliti untuk disekolahkan ke luar negeri, membangun sekolah, klinik gratis, dan fasilitas kesehatan lainnya. Itu namanya KAYA yang BERDAYA GUNA.
Kaya atau kurang kaya, pakailah bajumu sendiri. Yang kaya tidak perlu berpura-pura sederhana untuk meraih simpati publik. Kalau ternyata akan lebih efektif pakai helikopter pribadi, tidak apa-apa daripada harus pakai mobil tetapi lambat dan menimbulkan kemacetan di jalan raya. Tidak perlu memaksakan pakai bajaj.
Kita ini bukan malaikat pencatat amalan yang tahu persis hati seseorang. Melihat ada orang dengan harta berlimpah, kalau tidak punya data, jangan lantas berburuk sangka bahwa kekayaan tersebut berasal dari usaha haram. Nanti terjebak pada perasaan dengki dan kena sindiran “sirik tanda tak mampu”. Yang kaya tidak usah mengejek yang kurang kaya, yang kurang kaya juga tidak perlu mengata-ngatai yang kaya. Miskin atau kaya toh cuma titipan sementara. Salam damai Ramadhan!