Dalam kasus wilayah Kamang Baru, transmigrasi mulai terlihat dampaknya sejak tahun 1970an. Para transmigran berkontribusi dalam pengembangan pertanian seperti budidaya kelapa sawit, padi, dan komoditas lainnya yang kemudian meningkatkan taraf ekonomi kawasan tersebut. Selain itu, program transmigrasi juga menghasilkan perubahan dalam struktur sosial dan pemerintahan lokal.Â
Salah satu dinamika yang menarik adalah integrasi budaya, di mana transmigran sering kali mengadopsi adat istiadat Minangkabau, seperti sistem kekerabatan matrilineal, sebagai cara untuk diterima oleh masyarakat setempat. Wilayah Timpeh di Kamang Baru ini menjadi salah satu kawasan transmigran yang berhasil di Sumatera Barat, menunjukkan bagaimana program transmigrasi dapat menciptakan komunitas baru yang produktif dan berkelanjutan.Â
Timpeh terdiri dari beberapa bagian, yaitu Timpeh 4, Timpeh 5, Timpeh 6, dan Timpeh 7, dengan di dalamnya terdiri dari beberapa jalur yang menunjukkan jalan atau rute. Timpeh di dominasi oleh agama Islam dan suku Jawa. Terkait akses pendidikan, Timpeh memiliki 1 SMA, 1 SMP, 1 MTS, Kurang lebih 6 SD, dan beberapa TK serta Paud.Â
Lalu, bagaimana kondisi wilayah Timpeh dan masyarakat di dalamnya di era saat ini? Maju atau justru terbelakang baik secara pola pikir, karateristik, ekonomi, pendidikan, sosial dan moralitas, hukum, politik, budaya, dan agama?Â
Penulisan ini sebagai salah satu upaya untuk menyadarkan kepada masyarakat Timpeh terkait tantangan, hambatan, dan peluang wilayah Timpeh di masa depan.Â
Sebagai informasi, kelanjutan tulisan ini ada di platform internet Indonesiana.ID ya:)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H