Pengangguran dan inflasi adalah dua topik besar dalam ekonomi yang sering menjadi perhatian. Keduanya bukan sekadar istilah dalam teori ekonomi, tetapi memiliki dampak nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Memahami pengangguran dan inflasi bukan hanya penting bagi para ekonom, tetapi juga bagi kita sebagai warga negara yang ikut merasakan dampaknya.
Pengangguran, secara sederhana, dapat diartikan sebagai kondisi di mana seseorang yang ingin bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan, tetapi belum mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan jenisnya, pengangguran terbagi menjadi beberapa kategori. Pertama, pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang terjadi karena seseorang sedang dalam proses mencari pekerjaan baru atau pindah pekerjaan. Kedua, pengangguran struktural, yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dengan kebutuhan pasar kerja. Contohnya adalah lulusan pertanian yang kesulitan mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan yang lebih fokus pada sektor jasa dan teknologi. Ketiga, pengangguran musiman, yang umumnya terjadi pada sektor-sektor tertentu seperti pertanian atau perikanan, yang sifat pekerjaannya bergantung pada musim.
Di sisi lain, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam periode tertentu. Inflasi dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) terjadi ketika permintaan barang dan jasa meningkat, tetapi pasokan tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Sementara itu, inflasi dorongan biaya (cost-push inflation) terjadi karena kenaikan biaya produksi yang kemudian mendorong harga barang dan jasa menjadi lebih mahal. Contoh konkret yang sering terjadi di Indonesia adalah kenaikan harga bahan pokok seperti minyak goreng atau beras karena gangguan distribusi atau kelangkaan bahan baku.
Hubungan antara pengangguran dan inflasi sering kali dijelaskan melalui Kurva Phillips, yang menyatakan bahwa ada trade-off antara keduanya dalam jangka pendek. Ketika tingkat pengangguran rendah, daya beli masyarakat meningkat, yang menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa naik sehingga memicu inflasi. Sebaliknya, ketika tingkat pengangguran tinggi, daya beli masyarakat melemah, dan inflasi cenderung rendah. Namun, dalam situasi tertentu, seperti pada saat pandemi COVID-19, pengangguran dan inflasi dapat terjadi secara bersamaan, yang dikenal dengan istilah stagflasi. Pada masa itu, banyak orang kehilangan pekerjaan karena perusahaan tutup, sementara harga bahan pokok tetap naik akibat gangguan distribusi global.
Untuk mengatasi pengangguran, pemerintah dapat meningkatkan investasi di sektor-sektor padat karya, seperti industri manufaktur, dan menyediakan program pelatihan keterampilan untuk tenaga kerja agar dapat lebih mudah beradaptasi dengan kebutuhan pasar. Di sisi lain, untuk mengendalikan inflasi, pemerintah dapat menjaga kestabilan harga barang pokok melalui subsidi dan kebijakan pengelolaan stok yang baik. Bank Indonesia juga berperan penting dalam mengendalikan inflasi melalui kebijakan moneter, seperti mengatur tingkat suku bunga dan jumlah uang yang beredar di masyarakat.Â
Apakah Inflasi Selalu Buruk? Ini Penjelasan Sederhananya
Inflasi sering dianggap sebagai sesuatu yang buruk, tetapi sebenarnya tidak selalu begitu. Inflasi, yang berarti kenaikan harga barang dan jasa secara umum, adalah bagian dari ekonomi yang wajar. Namun, dampaknya pada perekonomian bisa positif atau negatif, tergantung pada tingkat dan pengelolaannya. Mari kita bahas dengan bahasa sederhana.
Ketika Inflasi Bisa Baik
Inflasi yang rendah dan stabil, misalnya di bawah 3% per tahun, justru dianggap sehat bagi ekonomi. Mengapa? Karena inflasi ringan menunjukkan bahwa ekonomi bergerak maju. Produsen bisa menaikkan harga sedikit karena permintaan meningkat, artinya masyarakat memiliki daya beli yang lebih baik. Ini sering disebut inflasi terkendali dan menjadi target kebijakan pemerintah.
Contohnya, jika inflasi stabil di 2%, gaji karyawan biasanya ikut naik. Hal ini mencerminkan adanya pertumbuhan ekonomi. Bagi pengusaha, inflasi rendah memberikan sinyal bahwa mereka bisa terus memproduksi barang tanpa takut kehilangan pelanggan. Jadi, inflasi yang stabil sebenarnya mendorong aktivitas ekonomi.
Ketika Inflasi Menjadi Buruk
Masalah muncul ketika inflasi terlalu tinggi atau tidak terkendali. Kondisi ini disebut hiperinflasi, di mana harga-harga naik sangat cepat sehingga daya beli masyarakat turun drastis. Misalnya, jika harga beras naik dari Rp10.000 per kilogram menjadi Rp20.000 dalam beberapa bulan, banyak orang akan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Inflasi yang terlalu tinggi bisa membuat tabungan masyarakat kehilangan nilainya. Uang yang disimpan di bank akan terasa kurang berharga karena harga barang terus naik. Selain itu, pengusaha juga kesulitan menetapkan harga produk, yang akhirnya dapat memperlambat produksi dan menciptakan pengangguran.
Contoh Nyata Dampak Inflasi
Bayangkan kamu memiliki usaha kecil, seperti warung makan. Jika inflasi tinggi, harga bahan baku seperti minyak goreng dan beras naik signifikan. Kamu harus menaikkan harga jual makanan untuk menutupi biaya produksi. Namun, pelanggan mungkin memilih mengurangi belanja karena daya beli mereka menurun. Akibatnya, penjualan turun, dan ini memengaruhi pendapatan kamu.
Dampak Inflasi pada Perekonomian
- Terhadap Konsumen: Inflasi tinggi membuat barang-barang menjadi lebih mahal, sehingga daya beli masyarakat menurun.
- Terhadap Dunia Usaha: Pengusaha sulit menetapkan harga yang kompetitif karena biaya produksi terus naik.
- Terhadap Tabungan: Nilai uang menurun, sehingga orang lebih memilih membelanjakan uangnya daripada menabung.
- Terhadap Investasi: Ketidakpastian akibat inflasi tinggi membuat investor ragu untuk menanamkan modal.
Jadi, Inflasi Baik atau Buruk?
Inflasi tidak selalu buruk. Jika terkontrol, inflasi justru menunjukkan ekonomi yang sehat. Namun, jika terlalu tinggi atau tidak stabil, dampaknya bisa sangat merugikan. Oleh karena itu, pemerintah dan bank sentral, seperti Bank Indonesia, selalu berusaha menjaga inflasi dalam level yang aman melalui kebijakan moneter dan fiskal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H