Mohon tunggu...
Risda Aulia Putri
Risda Aulia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Laporan Keuangan PT Gudang Garam Tbk dan Entitas Anak

4 Desember 2023   21:55 Diperbarui: 5 Desember 2023   06:43 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MINI RISET ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

Analisis Laporan Keuangan melalui Perhitungan Rasio Keuangan Likuiditas, Leverage, dan Profitabilitas 

(Studi kasus pada 1 perusahaan Rokok di Indonesia)

Data awal

PT Gudang Garam Tbk adalah produsen rokok yang berpusat di Kota Kediri. Perusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1956 saat Tjoa Ing-Hwie atau Surya Wonowidjojo membeli lahan dengan luas sekitar 1.000 meter persegi milik Muradioso di Jl.Semampir II/l, Kota Kediri. Di atas lahan tersebut, Tjoa Ing-Hwie mulai memproduksi rokok sendiri, diawali dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek Inghwie. Setelah beroperasi selama dua tahun, pada tanggal 26 Juni 1958, Tjoa Ing-Hwie mengganti nama perusahaannya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. 

Menurut sejarawan Dukut Imam Widodo, nama "Gudang Garam" yang disandang oleh perusahaan ini tercermin pada logo yang sampai saat ini masih digunakan. Logo tersebut didesain oleh Tjoa Ing-Hwie bersama salah satu karyawannya. Logo tersebut terlahir dari mimpi Tjoa Ing-Hwie yang melihat lima los gudang penyimpanan garam di dekat Stasiun Kediri. Pintu dari gudang yang ada di logo tersebut ada yang dalam keadaan terbuka, setengah tertutup, dan tertutup, dibuat sebagai tanda bahwa Gudang Garam tidak akan pernah puas dan tidak akan pernah merasa di puncak. (Wikipedia "Gudang Garam". Diakses pada 29 Nov 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gudang_Garam )

Berikut grafik perkembangan ukuran perusahaan yang dilihat dari total aset pada satu perusahaan rokok di Indonesia dari tahun 2019-2022 :

Gambar 1. Grafik Perkembangan Ukuran Perusahaan Rokok di Indonesia Tahun 2019 s.d 2022

Berdasarkan grafik di atas jika melihat dari total asetnya terlihat bahwa tahun 2021 memiliki total aset yang lebih unggul dibandingkan tahun 2019, 2020, dan 2022, dari ketiga tahun tersebut jika dianalisis melalui teknik horizontal maka dapat diketahui bahwa tahun 2020 memiliki total aset yang lebih rendah. Pada tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami penurunan total aset sebesar -5%. Kemudian pada tahun 2020 ke tahun 2021 mengalami kenaikan total aset secara signifikan sebesar 20%. Tetapi pada tahun 2021 ke tahun 2022 kembali mengalami penurunan secara drastis yang mana total asetnya menjadi -7%.

 

Penyajian data 

Tabel 1. Tabel data yang dibutuhkan untuk Analisis Rasio Keuangan

 Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
 Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Rasio Likuiditas 

Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini penting karenan kegagalan dalam membayar kewajiban jangka pendek dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Rasio ini mengukur pada kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan lihat aktiva lancar perusahaan terhadap hutang lancarnya (hutang yang dimaksud disini adalah kewajiban perusahaan).(Nuriasari, 2020)

Rasio yang digunakan adalah Rasio Lancar (Current Ratio), Rasio Cepat (Quick Ratio), Rasio Kas (Cash Ratio) dan NWC To Total Asset. Rumus rasio tersebut adalah sebagai berikut:

  • Rasio lancar (Current Ratio)

Rasio lancar adalah rasio yang melihat kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh kewajiban lancarnya dengan menggunakan seluruh asset lancarnya.

Rasio lancar                  =       Aset Lancar/Hutang lancar

Tabel 2. Tabel Perhitungan Rasio Lancar (Current Ratio) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 2. Diagram Rasio Lancar (Current Ratio) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM di tahun 2019 adalah Rp. 2,061906 artinya setiap Rp. 1 utang lancar dijamin oleh Rp. 2,061906 aset lancar. Kemudian di tahun 2020 mengalami kenaikan likuiditas menjadi Rp. 2,912284 yang berarti kemampuan aset lancar dalam menjamin kewajiban jangka pendek semakin lebih baik dibandingkan tahun 2019. Untuk tahun 2020 ke tahun 2021 mengalami penurunan likuiditas yang artinya Perusahaan kurang mampu untuk menjamin kewajiban jangka pendek ditahun 2021 karena semakin tinggi jaminan dari asset lancar dalam menutupi utang lancarnya. Ditahun 2021 ke tahun 2022 semakin mengalami penurunanrasio likuiditas dari yang Rp. 2,090732 menjadi Rp. 1,903695, itu artinya kondisi Perusahaan tidak baik-baik saja dikarenakan aset lancarnya tidak mampu menutupi hutang lancarnya.
  • Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio cepat adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva jangka pendek dikurangi persediaan.

Rasio Cepat                    = (Aset Lancar- Persediaan)/Hutang Lancar

Tabel 3. Tabel Perhitungan Rasio Cepat (Quick Ratio) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 3. Diagram Rasio Cepat (Quick Ratio) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM di tahun 2019 adalah Rp. 0,365569 artinya setiap Rp. 1 utang lancar di jamin oleh Rp. 0,365569 aset lancar dikurangi persediaan. Kemudian ditahun 2020 mengalami kenaikan likuiditas menjadi Rp. 0,566926 yang berarti kemampuan asset lancar dikurangi persediaan dalam menjamin kewajiban jangka pendek semakin lebih baik dibandingkan tahun 2019. Untuk tahun 2020 ke tahun 2021 mengalami penurunan yang signifikan menjadi Rp. 0,417929 yang artinya kemampuan Perusahaan juga mengalami penurunan dikarenakan tidak mampu menjamin kewajiban jangka pendeknya. Selanjutnya tahun 2021 ke tahun 2022 mengalami penurunan yang semakin signifikan yaitu menjadi Rp. 0,267991 yang artinya kondisi likuiditas Perusahaan sedang tidak baik-baik saja dikarenakan perusahaan tidak mampu menjamin kewajiban jangka pendeknya karena semakin menurun.

  • Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio kas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan kas.

Rasio kas                        = Kas dan Setara Kas/Hutang Lancar

Tabel 4. Tabel Perhitungan Rasio Kas (Cash Ratio) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 4. Diagram Rasio Kas (Cash Ratio) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM di tahun 2019 adalah 0,141412 artinya setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh RP. 0,141412 kas dan setara kas. Kemudian ditahun 2020 mengalami kenaikan likuiditas menjadi 0,280675 yang berarti kemampuan kas dan setara kas dalam menjamin kewajiban jangka pendek semakin tinggi dibandingkan tahun 2019. Untuk tahun 2020 ke tahun 2021 mengalami penurunan secara signifikan menjadi Rp. 0,146981 itu artinya kemampuan kas dan setara kas mengalami penurunan sehingga tidak mampu menjamin kewajiban pendek. Ditahun 2021 rasio likuiditas adalah 0,146981 artinya setiap Rp. 1 hutang lancar dijamin oleh Rp. 0,146981 kas dan setara kas. Dan untuk tahun 2022 likuiditas mengalami kenaikan menjadi 0,151314 itu artinya kondisi likuiditas perusahaan membaik dengan meningkatnya rasio kas dan setara kas.

  • NWC To Total Asset

Net working capital adalah selisih yang terjadi antara aset lancar perusahaan dengan kewajiban lancar. Net working capital merujuk pada uang tunai, piutang/tagihan pelanggan yang belum dibayar, dan persediaan bahan mentah, barang jadi, serta kewajiban lancarnya, seperti hutang dagang.

NWC To Total Asset        = (Aset Lancar-Hutang Lancar)/Total Aset

Tabel 5. Tabel Perhitungan NWC To Total Asset GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 5. Diagram NWC To Total Asset GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM di tahun 2019 adalah 34% artinya dari 34% dari total asset yang dimiliki perusahaan sebesar 34% digunakan untuk modal kerja. Kemudian tahun 2020 sebesar 42% yang digunakan untuk modal kerja itu artinya dari tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami kenaikan modal kerja yang signifikan yang mana hal ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perusahaan semakin membaik. Dari tahun 2020 ke 2021 mengalami penurunan modal kerja dikarenakan pada tahun 2021 hanya 34% total asset yang dimiliki perusahaan, itu artinya kondisi likuiditas perusahaan tidak baik-baik saja. Selanjutnya tahun 2021 ke tahun 2022 mengalami penurunan modal kerja menjadi 30%. Berarti kondisi likuiditas perusahaan menjadi lebih tidak baik-baik saja dari pada tahun 2021 ke tahun 2021.

 

Rasio Leverage

Rasio Leverage adalah rasio yang mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemilik dengan dana yang dipinjam perusahaan dari kreditur. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.(Gischanovelia, 2018)

Rasio yang digunakan adalah Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio (DER). Rumus rasio tersebut adalah sebagai berikut:

  • Debt Ratio

Debt ratio atau rasio utang juga akan menilai seberapa besar perusahaan berpatokan pada utang dalam membiayai aset.

Debt Ratio                    = Total Hutang/Total Aset

Tabel 6. Tabel Perhitungan Debt Ratio GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 6. Diagram Debt Ratio GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram di atas, rasio likuiditas GGRM tahun 2019 adalah 35% artinya 35% adalah keseluruhan asset yang dimiliki perusahaan, sebesar 35% didanai oleh hutang. Tahun 2020 25% keseluruhan asset yang dimiliki perusahaan 25% didanai hutang. Berarti dari tahun 2019 ke tahun 2020 terjadi penurunan penggunaan hutang sebagai dana untuk asset perusahaan, dalam hal ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perusahaan membaik. Untuk tahun 2020 ke 2021 terjadi kenaikan penggunaan hutang sebagai dana untuk asset perusahaan yang mana tahun 2021 adalah 34% didanai oleh hutang, itu artinya kondisi perusahaan tidak baik-baik saja. Selanjutnya tahun 2022 adalah 35% dari keseluruhan asset yang dimiliki perusahaan, sebesar 35% didanai oleh hutang. Artinya tahun 2021 ke tahun 2022 mengalami kenaikan penggunaan hutang sebagai dana untuk asset perusahaan, dalam hal ini menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan tidak baik-baik saja.

  • Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio yang digunakan untuk membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah perusahaan

Debt to Equity Ratio (DER)          = Total Hutang/Total Ekuitas

Tabel 7. Tabel Perhitungan Debt to Equity Ratio GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 7. Diagram Debt to Equity Ratio GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM tahun 2019 adalah 54% artinya 54% dari keseluruhan modal yang dimiliki perusahaan, sebesar 54% didanai oleh hutang. Tahun 2020 adalah 34% artinya 34% dari keseluruhan modal yang dimiliki perusahaan, sebesar 34% didanai oleh hutang. Jadi untuk tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami penurunan penggunaan hutang sebagai modal untuk perusahaan, sehingga hal ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perusahaan semakin membaik. 

Tahun 2021 adalah 52% artinya 52% dari keseluruhan modal yang dimiliki perusahaan, sebesar 52% didanai oleh hutang. Itu artinya dari tahun 2020 ke tahun 2021 mengalami kenaikan penggunaan hutang sebagai modal untuk perusahaan, dalam hal ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perusahaan tidak baik-baik saja. Selanjutnya tahun 2022 adalah 53% artinya 53% dari keseluruhan modal yang dimiliki perusahaan sebesar 53% didanai oleh hutang. Jadi, yang terjadi tahun 2021 ke tahun 2022 adalah kenaikan penggunaan hutang sebagai modal untuk perusahaan, dalam hal ini menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan semakin tidak baik-baik saja.

 

Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio profitabilitas sangat berguna bagi para investor dalam menilai baik atau buruk kinerja suatu perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas yaitu mengukur besarnya laba yang diperoleh perusahaan, menilai posisi laba perusahaan dan mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan. (Pandini, 2020)

Rasio yang digunakan adalah Gross Profit Margin (GPM), Net Margin Ratio (NPM), Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). Rumus rasio tersebut adalah sebagai berikut:

  • Gross Profit Margin (GPM)

Gross Profit Margin (GPM) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba kotor atas penjualan. Semakin tinggi GPM berarti semakin tinggi pula laba kotor yang dihasilkan oleh penjualan bersih.(Jefriyanto, 2021)

Gross Profit Margin (GPM)         = EBIT/Penjualan

Tabel 8. Tabel Perhitungan Gross Profit Margin (GPM) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 8. Diagram Gross Profit Margin (GPM) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas rasio likuiditas GGRM tahun 2019 adalah 13% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba kotor (sebelum pajak dan bunga) sebesar 13% dari penjualan yang diterimanya. Untuk tahun 2020 adalah 8% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba kotor (sebelum pajak dan bunga) sebesar 8% dari penjualan yang diterimanya. Itu artinya dari tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami penurunan kinerja keuangan karena tingkat likuiditas yang menurun. 

Selanjutnya tahun 2021 adalah 6% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba kotor (sebelum pajak dan bunga) sebesar 6% dari penjualan yang diterimanya. Berarti dari tahun 2020 ke tahun 2021 kondisi Perusahaan semakin menurun karena laba kotor yang dihasilkan dari penjualannya semakin menurun. Kemudian tahun 2022 adalah 3% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba kotor (sebelum pajak dan bunga) sebesar 3% dari penjualan yang diterimanya. Jadi tahun 2021 ke tahun 2022 kondisi Perusahaan tetap tidak mampu meningkatkan laba kotor yang dihasilkan dari penjualannya.

  • Net Margin Ratio (NPM)              

Net Profit Margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba bersih atas penjualan bersih. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap penjualan bersih. laba bersih sendiri dihitung sebagai hasil pengurangan antara laba sebelum pajak penghasilan dengan beban pajak penghasilan.

Net Margin Ratio (NPM)               = EAT/Penjualan

Tabel 9. Tabel Perhitungan Net Margin Ratio (NPM) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 9. Diagram Net Margin Ratio (NPM) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas rasio likuiditas GGRM tahun 2019 adalah 10% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 10% dari penjualan yang diterimanya. Untuk tahun 2020 adalah 7% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 7% dari penjualan yang diterimanya. Itu artinya tahun 2019 ke tahun 2020 kinerja Perusahaan menurun dikarenakan Perusahaan tidak dapat menghasilkan laba bersih (setelah pajak) yang lebih besar dibandingkan tahun 2019. 

Kemudian tahun 2021 adalah 4% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 4% dari penjualan yang diterimanya. Jadi tahun 2020 ke tahun 2021 kinerja Perusahaan semakin menurun dikarenakan hal yang sama Perusahaan tidak mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) dari hasil penjualannya. Untuk tahun 2022 adalah 2% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 2% dari penjualan yang diterimanya. Jadi tahun 2021 ke tahun 2022 kinerja Perusahaan tetap tidak baik-baik saja dikarenakan Perusahaan tetap tidak mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) dari penjualan perusahaan.

  • Return On Asset (ROA)   

Return on asset digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset. Dengan rasio return on asset ini, kita bisa menilai apakah suatu perusahaan sudah efektif dalam memakai asetnya dalam aktivitas operasi untuk membuahkan keuntungan.

Return On Asset (ROA)              = EAT/Total Aset

Tabel 10. Tabel Perhitungan Return On Asset (ROA) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 10. Diagram Return On Asset (ROA) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

            Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM tahun 2019 adalah 14% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 14% dari total asetnya. Untuk tahun 2020 adalah 10% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 10% dari total asetnya. Itu artinya tahun 2019 ke tahun 2020 kinerja Perusahaan menurun dikarenakan Perusahaan tidak mampu meningkatkan laba bersih dari total asetnya. Selanjutnya tahun 2021 adalah 6% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 6% dari total asetnya. Jadi untuk tahun 2020 ke tahun 2021 kinerja Perusahaan tetap tidak mampu meningkatkan laba dari total asetnya. Kemudian tahun 2022 adalah 3% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 3% dari total asetnya. Jadi untuk tahun 2021 ke tahun 2022 kinerja Perusahaan semakin tidak mampu meningkatkan laba dari total asetnya karena tetap tidak ada perkembangannya setiap tahun.

  • Return On Equity (ROE)  

Return on Equity mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Kenaikan rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari perusahaan yang bersangkutan

            Return On Equity (ROE)             = EAT/Total Modal

Tabel 11. Tabel Perhitungan Return On Equity (ROE) GGRM

Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Gambar 11. Diagram Return On Equity (ROE) GGRM

roe-656dde2812d50f7321324593.jpg
roe-656dde2812d50f7321324593.jpg
Sumber: Data sekunder diolah peneliti (2023)

Berdasarkan diagram diatas, rasio likuiditas GGRM tahun 2019 adalah 21% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 21% dari total modal yang dimiliki Perusahaan. Untuk tahun 2020 adalah 13% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 13% dari total modal yang dimiliki Perusahaan. Jadi tahun 2019 ke tahun 2020 kinerja Perusahaan menurun dikarenakan Perusahaan tidak mampu menghasilkan laba bersih yang lebih besar dibandingkan tahun 2019.

Kemudian tahun 2021 adalah 9% artinya Perusahaan mampu menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar 9% dari total modal yang dimiliki perusahaannya. Jadi tahun 2020 ke tahun 2021 kinerja Perusahaan tetap tidak ada perkembangan dan semakin menurun itu berarti Perusahaan tetap tidak bisa menghasilkan laba bersih dari total modalnya. Tahun 2022 adalah 5% artinya Perusahaan mampu menghasilkan aba bersih (setelah pajak) sebesar 5% dari total modal yang dimiliki Perusahaan. Jadi tahun 2021 ke tahun 2022 kinerja Perusahaan tetap tidak mampu menghasilkan laba yang lebih besar, malah semakin menurun dibandingkan tahun 2021.

 

Kesimpulan

Dari mini riset yang dibuat berdasarkan Perusahaan Gudang Garam (Produsen Rokok) dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tahun dari tahun 2019, 2020, 2021, dan 2022 kondisi dan kinerja Perusahaan semakin menurun dikarenakan dari segi hutang lancar atau beban yang harus dikeluarkan semakin tinggi, oleh karena itu meski pun penjualan meningkat tapi laba bersih setelah pajaknya tidak akan stabil karena untuk menutupi hutang lancar. Begitupun untuk total modal meskipun total modal tiap tahunnya semakin banyak tapi banyak juga beban yang harus dibayarkan.

Referensi

Wikipedia "Gudang Garam". Diakses pada 29 Nov 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gudang_Garam

Gischanovelia, M. (2018). Analisis Rasio Leverage Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015. JBMI (Jurnal Bisnis, Manajemen, Dan Informatika), 15(2), 147--172. https://doi.org/10.26487/jbmi.v15i2.3530

Jefriyanto, J. (2021). Perbandingan Return on Asset, Return on Equity, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, dan Net Profit Margin Sebelum dan Semasa COVID-19 Pada PT Matahari Department Store, Tbk. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 9(1), 61--66. https://doi.org/10.37641/jiakes.v9i1.464

Nuriasari, S. (2020). Analisa Rasio Likuiditas Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Pt. Martina Berto, Tbk (Tahun 2010 -- 2016). Mu'amalatuna: Jurnal Ekonomi Syariah, 4(2), 24--36. https://doi.org/10.36269/.v0i0.88

Pandini, I. (2020). Analisis pengaruh net working capital, total asset turnover, Debt to total asset dan ukuran perusahaan terhadap Return on asset pada perusahaan sektor property, Real estate dan konstruksi bangunan Di bursa efek indonesia. 4(11), 1680--1691.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun