Mohon tunggu...
Risda Putri Indriani
Risda Putri Indriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hai! Panggil saya Risda !
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Biologi - Pendidikan - Islam Mahasiswa Pendidikan Biologi-UNJ

Selanjutnya

Tutup

Diary

Serba-serbi Pendidikan Anak 1997

15 September 2021   08:15 Diperbarui: 15 September 2021   08:19 3904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang kelahiran 1997 adalah anak yang kuat. Karena setiap jenjang kehidupannya diiringi perubahan dan ketidakpastian dalam hidup. Bagaimana tidak, pada saat kelahirannya, kondisi Indonesia sedang tidak stabil. Diawali dengan krisis moneter di Asia, termasuk Indonesia. Dimana mata uang rupiah memiliki nilai uang yang rendah terhadap dollar AS. 

Terjadinya inflasi ini menyebabkan kekacauan dan ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah. Yang diakhiri dengan mundurnya Presiden Soeharto dan digantikan oleh B.J Habibie. Anak yang lahir 1997, sejak lahirnya sudah diberikan situasi dan suasana yang rumit mengenai dunia.

"Hei nak, selamat atas kelahiranmu, ini adalah keindahan dunia dan segala permasalahnnya"

Anak kelahiran 1997 merasakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) saat sekolah dasar (SD). Yang diketahui anak SD pada saat itu, bahwa mereka setiap hari membawa buku yang banyak, satu mata pelajaran berisi satu paket dan dua buku tulis. Satu hari, sang anak mempelajari sekitar 3 mata pelajaran. 

Semakin naik kelas, maka pelajarannya semakin banyak, tak jarang siswa harus membawa dua buah tas. Untuk kelulusan SD, anak 1997 harus menempuh Ujian Nasional tahun 2009. Ujian Nasional ini hanya menentukan kelulusan, sehingga ketika masuk SMP favorit, maka harus diadakan tes ulang. Jadi, walaupun nilai UNnya bagus, belum tentu masuk ke SMP yang diinginkan.

Berbeda dengan beberapa tahun setelahnya, nilai UN bisa dijadikan syarat masuk studi selanjutnya. Kebijakan pendidikan Indonesia memang setiap tahun berubah, bahkan setiap pergantian Menteri pendidikan pasti ada perubahan peraturan mengenai pendidikan. Sedangkan kenyataan dilapangan, tidak selalu 'masyarakat sekolah' merasakan perubahan itu.

Kelulusan SMP pun masih mengandalkan Ujian Nasional 2012. Pada saat itu, UN sudah menerapkan 5 paket soal. UN SMP terdiri dari 4 mata pelajaran yaitu Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Namun, anak 1997 ini harus merasakan bahwa nilai UN yang mereka dapatkan belum sepenuhnya bisa digunakan sebagai syarat masuk SMA. Sehingga, anak 1997 ini harus kembali diuji di tes masuk SMA.

Nampaknya hal itu belum selesai, serangkaian tes masih harus dilalui anak 1997 ketika masuk perguruan tinggi (PT). Syarat kelulusan SMA saat itu masih menggunakan Ujian Nasional 2015. Anak 1997 merupakan Angkatan pertama UN berbasis computer, walaupun tidak semua daerah sudah merasakan itu karena terbatasnya fasilitas sekolah. 

UN yang diterapkan juga 20 paket soal, yang punya barcode berbeda. Dan seperti biasa, nilai UN bukanlah patokan untuk lulus PT, sehingga anak 1997 harus belajar lagi menghadapi SBMPTN ataupun mandiri.

Menjadi anak 1997 sudah biasa bersaing secara kompetitif, sudah banyak tes yang dilalui hingga saat ini. Anak 1997 selalu mendapatkan bagian yang "kurang enak", karena setiap perpindahan jenjang sekolah, nilai UN tidak membantu sebagai kelulusan di PPDB. Padahal anak 1997 sudah belajar untuk meraih target UN yang setiap tahun kenaikan standarnya selalu lebih tinggi. 

Sebagai seseorang yang dibentuk oleh UN, mengalami UN tidaklah buruk. UN dapat membuat motivasi belajar siswa agar menempuh kelulusan di jenjang pendidikan. Berbeda ketika UN dihapuskan, maka anak dan sekolah tidak punya target lagi untuk meluluskan siswanya, terlepas dari kekurangan penyelenggaraan UN.

Terakhir, kelulusan perguruan tinggi anak 1997 ada pada tahun 2019. Dimana 2019 adalah tahun munculnya pandemic COVID-19. Sehingga ketika lulus pun, anak 1997 diuji lagi dengan ketidakpastian dunia. COVID-19 membuat pemerintah mau tidak mau menerapkan pembatasan aktivitas yang berdampak pada PHK massal dan kesulitan mencari pekerjaan. Walaupun begitu, saya yakin sebagai anak 1997, kita bisa melewati ini bersama-sama dengan baik.

Kita dilahirkan sudah berjuang dari awal, dan akan terus berjuang hingga akhir.

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun