Mohon tunggu...
Risca Cahyani Agustin
Risca Cahyani Agustin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

On process

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengulik Mata Najwa "Novel Tanpa Titik: 10 Tahun Mendatang"

26 Juli 2020   18:26 Diperbarui: 27 Juli 2020   11:11 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Novel Baswedan ialah seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada saat ini, media sedang ramai membahas mengenai kasus penyiraman air keras yang terjadi pada 11 April 2017 silam. Menurut media online kompas.com, Novel Baswedan mengaku sedang menangani kasus kasus suap hakim konstitusi Patrialis Akbar oleh Direktur CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, saat dirinya diserang dengan air keras. Beliau mengatakan bahwa kala itu, kasus Basuki Hariman memang mengundang sejumlah kegaduhan. Tetapi disisi lain Novel juga berkata bahwa kala itu sedang menangani kasus korupsi E-KTP dengan tersangka SN dan sejumlah tidak pidana pencucian uang (TPPU) yang sempat bocor keluar KPK.

Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK ini terbilang berjalan sangat lamban dalam menemukan titik terang tentang siapakah aktor utama yang berani melakukan hal tersebut kepada Novel. Seperti yang kita ketahui, memang baru-baru ini pihak kepolisian menemukan tokoh yang telah menyiram air keras terhadap Novel Baswedan. Pelaku merupakan orang  yang masih aktif sebagai anggota Polri dan menjatuhkan hukuman atas perbuatannya tersebut. Kemudian, pelaku mengakui perbuatannya dikarenakan sebuah alasan, yaitu "memberi pelajaran kepada Novel yang dianggap sudah berkhianat kepada institusi Polri". Tetapi setelah mengetahui tersangka, tak sedikit publik yang merasa heran dengan hukum di Indonesia karena terbilang sangat tidak sesuai terhadap apa yang telah diperbuat sehingga banyak yang mengira bahwa ada yang janggal dari permasalahan ini. Bahkan publik banyak yang menyindir secara terang-terangan mengenai kasus ini di media sosialnya, tetapi mungkin saja hukum di Indonesia kurang mengkritisi logika atau opini publik karena memang sejatinya dalam hukum opini tidak dapat dicampur dengan fakta yang terungkap. Namun, apakah hasil yang diterima seperti sekarang ini benar faktanya? Atau hanya permainan aktor utama?.

Melalui media sosial Instagram dan Facebook Mata Najwa, pertanyaan yang muncul dalam benak publik seakan terealisasi oleh postingan Najwa Shihab selaku presenter tersebut. Dalam postingannya beliau mengatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku bisa dibilang ringan, tetapi terdengar seperti hukuman seumur hidup bagi pemberantasan korupsi. Mungkin perwakilan suara rakyat sama seperti yang diuraikan oleh Najwa Shihab. Banyak rakyat yang marah akan ketidakadilan pada kasus ini sebab penjatuhan vonis yang diberikan kepada kedua tersangka hanya 2 tahun dan 1 tahun 6 bulan. Bukankah hal ini seperti permainan semata? Coba kita renungkan mengapa hal ini dikatakan seperti permainan. Kasus yang terbilang sudah cukup lama, yakni sekitar 3 tahun lalu. Lantas mengapa 3 tahun kemudian ini pihak berwajib baru mengusut tajam kasus yang seperti dianggap tak penting dan juga Pemerintah membentuk tim khusus guna mencari pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Setelah melewati penantian panjang, apa yang didapat oleh korban? Sebatas kabar mengecewakan atas keputusan yang diberi pihak berwajib. Logikanya seperti ini, ketika para pihak berwajib membutuhkan waktu yang singkat dalam mngungkap kasus kejahatan biasa seperti pelaku pencurian, pembegalan, kekerasan, dan lainnya. Namun mengapa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK membutuhkan waktu 3 tahun untuk menemukan titik terang dan bahkan hasil putusannya pun seperti tak memberikan efek jera bagi pelaku?!. Dari permasalahan ini, Najwa Shihab mencoba membawa publik membayangkan seperti apa hukum di Indonesia beberapa tahun mendatang jika dalam kasus ini saja bak sandiwara yang bisa saja skenarionya dirancang oleh siapa saja. Dapatkah kita membayangkah para aktivis berhati-hati membangun barisan karena ancaman, peretasan, serangan pribadi dan penganiayaan yang telah menjadi rutin yang bahkan untuk sekedar perduli pun dibayangi oleh ketakutan. Bisa saja permasalahan yang terjadi di Indonesia dimentahkan dengan dalil "sudah diproses secara hukum".

Novel Baswedan ialah salah satu dari penegak hukum di Indonesia, tetapi kita tahu kasus yang menimpa Novel tidak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari rentetan gejala kasat mata. Itulah yang memungkinkan kita membayangkan kondisi hukum Indonesia beberapa tahun mendatang, karena gejala dan indikasinya jelas ada serta nyata. Semoga apa yang kita bayangkan tak akan terjadi dimasa mendatang, karena kekompakan kita, bisa membawa perubahan. Untuk itu, Novel mengajak berbagai pihak kritis terhadap proses hukum yang tidak mencerminkan keadilan. Jika dibiarkan, serangan terhadap upaya pemberantasan korupsi akan semakin lantang dilakukan para koruptor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun