Sering kali ditemui di ruang konsultasi orang tua yang mengeluhkan kebiasaan para remaja yang berubah. Mulai tidak terbuka, sulit menerima masukan dari orang tua, sering bersikap spontan, cenderung lebih sensitive, mudah tersinggung, dan lebih senang pergi dengan teman-temannya.Â
Masa remaja merupakan masa yang "sulit" tidak hanya bagi orang tua tapi bagi si remaja itu sendiri. Remaja secara alamiah mengalami berbagai perubahan yang mungkin mereka sendiri bingung dan tidak paham dengan apa yang terjadi pada diri mereka. Adapun perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja, antara lain
1. Perubahan fisik
- perubahan fisik yang nyata membuat anak merasa canggung
- anak menjadi sadar dengan dirinya (badan, penampilan)
2. Perubahan kognitif
- anak mulai menyadari bahwa ada pendapat, nilai, dan sudut pandang lain selain sudut pandang diri mereka sendiri.
- anak mulai belajar mengatur dan bertoleransi
- anak remaja digambarkan sebagai makhluk yang sensitive dan mudah beradaptasi
3. Perubahan sosio emosional
- anak menjadi semakin terbiasa dengan teman sebaya dan kurang mengidentifikasi diri dengan keluarga/orang tuanya.
- lebih mendengar "pendapat" dari teman sebaya
- remaja mulai banyak paparan informasi mengenai peran gender, jadi mereka mulai ada pemikiran mengenai bagaimana bersikap menjadi seorang laki-laki dan perempuan
- pra remaja dan remaja terus berusaha bereksperiman,menyesuaikan diri, dan berupaya untuk menyempurnakan siapa diri mereka.
Saat anak memasuki masa remaja, orang tua tidak bisa begitu saja melepaskan mereka karena memang dari perkembangan mereka belum matang. Meski demikian, tidak bisa juga orang tua terlalu mengikat/mengontrol mereka. Orang tua yang terlalu mengontrol atau memberikan hukuman-hukuman tertentu beresiko menimbulkan 4R dalam diri anak.
1. Resentment
anak menunjukkan adanya rasa kesal/marah/dendam/benci, seperti "ini tidak adil" "aku tidak bisa percaya dengan orang dewasa"
2. Rebellion
anak menunjukkan pemberontakan, seperti "mereka tidak punya hak apapun atas diriku, aku akan melakukan apapun yang kusukai"
3. Revenge
anak menunjukkan balas dendam, seperti : "aku akan membalasnya dengan Tindakan yang sama, meskipun hal itu akan menyakitiku juga"
4. Retreat
anak terlihat mundur/mengasingkan diri
Orang tua seyogyanya melihat perilaku anak, tidak hanya dari "luar" atau apa yang ditampilkan. Tapi sebaiknya melihat "belief" apa yang anak yakini sehingga ia menunjukkan perilaku tertentu yang orang tua nilai tidak sesuai. Tidak apa-apa jika orang tua tidak bisa menjadi teman anak (karena secara hirarki, orang tua kedudukan lebih tinggi), tapi orang tua bisa mencoba untuk menjadi shelter yang aman untuk anak. Aman untuk meluapkan emosinya, aman untuk meluapkan pemikiran-pemikirannya.Â
Beberapa tips untuk menjalin komunikasi dengan remaja :
1. Cobalah membangun koneksi, sebelum mengoreksi anak.
2. Berempati dan bayangkan kita berada di posisi remaja(orang tua boleh deep breathing dulu, mengingat kembali bahwa orang tua sangat menyayangi anak, gunakan suara perlahan).
3. Belajar menjadi pendengar yang aktif (dengarkan  dulu cerita, jauhkan dari gadget, hindari untuk langsung memberikan solusi, asah pengelolaan emosi anak dan kembangkan critical thinking anak).
4. Pastikan pesan cinta orang tua tersampaikan ke anak (fokus bangun koneksi, tidak serta merta langsung memberi hukuman, ciptakan lingkungan yang aman)
Memang suatu tantangan bagi orang tua untuk membersamai anak-anak remaja. Tapi dengan koneksi dan komunikasi yang terjalin dengan baik, semoga orang tua bisa selalu menjadi shelter yang aman buat anak-anak. aamiin.
Semangat mama papa semua
Semangat berproses... :)
Sumber
Tyas, P., & Wijayanti, D. (2024, June 13). Positive Diciplines Pre Teen & Teenager. Jakarta, Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H