Mohon tunggu...
Risang Rimbatmaja
Risang Rimbatmaja Mohon Tunggu... Freelancer - Teman kucing-kucing

Full time part timer | Fasilitator kampung | Sedang terus belajar bergaul

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan Mengatur Perilaku Merokok

17 Mei 2024   09:42 Diperbarui: 17 Mei 2024   09:53 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pribadi/ RR
Pribadi/ RR

Pagi-pagi motoran ke kantor via Casablanca. Saat mau menyalip angkot yang berjalan slow, terlihat supir merokok. Menghisap sebentar lalu dijuntaikan tangannya ke luar. Mungkin supaya orang-orang di dalam angkot tidak kerokokan.

Tapi terhindari 100% pasti sulit karena sebagian asap pasti masuk ke kabin.

Lantas, kemana aturan KTR? Kawasan Tanpa Rokok? Bukankah angkot masuk dalam KTR?

Mengatur-atur perilaku orang dengan aturan-aturan termasuk dalam E pertama intervensi perubahan perilaku. E itu singkatan dari Enforcement. Orang berubah perilaku karena takut atau menghindari hukuman ataupun denda.

E yang kedua adalah Engineering. Di sini pengaturan perilaku orang dilakukan dengan rekayasa lingkungan fisik. Contohnya adalah putaran di bawah jembatan di dekat Sampoerna Strategic Square. Di bawah jembatan itu ada putaran balik yang hanya boleh dilalui motor. Mobil tidak boleh. Cara membuat mobil tidak boleh lewat bukan dengan larangan atau ancamaan denda tapi jalannya disempitkan dengan blokade beton sehingga hanya motor yang bisa masuk.

E yang ketiga adalah Education yang berbeda dengan Enforcement atau Engineering karena orang berubah perilaku bukan terpaksa akibat keterbatasan lingkungan atau karena hukuman, tetapi karena pilihan.

Misalnya, orang kan bisa memilih merokok atau tidak merokok. Namun, karena orang mendapatkan pesan bahaya merokok, maka dia pun memandang tidak merokok lebih baik sehingga memilih tidak merokok. Selain pilihan pribadi, bisa perilaku dikarenakan mengikuti saran orang lain (meski ybs mungkin tidak benar-benar paham atau setuju).

Kembali ke urusan rokok pak supir. Aturan sudah ada. Tapi karena pengawasan tidak optimal, maka sulit diterapkan.

Sebetulnya pengawasan ini bukan hanya urusan berapa banyak jumlah penegak hukum yang dikerahkan tapi lebih banyak terkait dengan berapa banyak orang yang tidak patuh. Patokannya adalah proporsi warga yang mesti dibereskan perilakunya. Kalau jumlahnya banyak, ya Enforcement tidak akan efektif. Cuma buang-buang uang saja. Malahan akan back-fire, menurunkan kredibilitas penegakan hukum.

Makanya, kalau jumlah orang yang mesti dibereskan perilakunya terlalu banyak untuk diatur, maka yang mestinya dikedepankan lebih dahulu adalah E ketiga atau Education.

Bagaimana dengan Engineering? Mungkin membuat setiap angkot ada detektor asap yang bisa mematikan mesin dengan sendirinya?

Wow, pasti mahal sekali itu. Dan orang kita mah pintar mengoprek-oprek sehingga mudah di-disfungsikan.

Balik ke pilihan yang mungkin, edukasi.

Pengambil kebijakan mestinya mengalokasikan waktu dan sumber daya yang cukup untuk edukasi, baik edukasi yang menyasar pada perorangan (pengetahuan, persepsi, sikap, dan lain-lain) maupuan kelompok masyarakat (pengembangan kesepakatan, norma dan aksi bersama).

Setelah ada proporsi yang mesti diatur perilakunya mengecil dan norma terbangun, sehingga mereka yang melanggar bisa dibilang sebagai devian, maka silahkan terapkan enforcement. Pengawasan lebih mudah. Bukan karena jumlah pengawasnya ditambah tapi karena warga lain juga ikut mengawasi.

Tidak seperti sekarang yang orang cuek-cuek saja. Termasuk di kabin angkot yang sedang terpapar asap rokok. Atau saya yang cuma motret dan melewati angkot itu.

RR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun