Atau jangan-jangan sudah tidak lagi disimak? Tidak lagi dinantikan?
Pemerintah secara harian mengeluarkan angka kasus COVID-19. Hari ini (30/4/20) terdapat 10.118 kasus, 1552 sembuh, 792 meninggal.
Angka-angka itu ditampilkan tentu dengan tujuan. Selain urusan akuntabulitas, semestinya ada tujuan edukasi.
Ada angka yang positif, kesembuhan. Ada negatif, kasus positif COVID-19 dan meninggal. Dari perspektif komunikasi perubahan perilaku, angka negatif harusnya menyentuh rasa takut dan  waspada sehingga orang mencermati atau memberi perhatian. Angka positif menumbuhkan harapan dan semangat.
Resultannya: waspada, tidak panik, masih bisa berpikir dan mengambil keputusan melakukan perilaku-perilaku yang direkomendasikan. Untuk orang sehat adalah
- tetap di rumah kecuali kebutuhan penting
- kalaupun ke luar rumah selalu jaga jarak lebih dari 1 meter dan pakai masker kain
- sering cuci tangan pakai sabun dan tidak mengusap wajah
Teorinya begitu.
Bagaimana jika lama kelamaan angka-angka jadi seperti ada kesan terpola dan bisa diantisipasi pikiran orang? Apalagi bila perubahannya gradual.
Teorinya, isu yang kronis, yang kematiannya membutuhkan waktu lama dan terpencar di sana sini sini, tidak membuat orang segera takut atau waspada. Sementara, yang catastrophic, yang menimbulkan kematian banyak sekaligus di lokasi tertentu akan langsung menekan tombol rasa takut dan waspada.
Virus corona memang menyebar cepat tapi cenderung menjadi pross yang kronis, bukan catastrophic. Sehingga, jangan-jangan jadi biasa-biasa saja dan tidak dinanti lagi. Apalagi banyak orang Indonesia terbiasa berpikir Belanda masih jauh. Kalau belum di depan mata, belum bergerak.
Karena itu, perlu alternatif selain angka-angka.