Mohon tunggu...
Risang Rimbatmaja
Risang Rimbatmaja Mohon Tunggu... Freelancer - Teman kucing-kucing

Full time part timer | Fasilitator kampung | Sedang terus belajar bergaul

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berapa Dosis Ketakutan Virus Corona yang Pas?

29 April 2020   21:09 Diperbarui: 29 April 2020   21:11 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Orang-orang kok masih ngumpul sih. Kaya ga ada apa-apa?"

"Naikkan dosis?"

Dosis yang dimaksud di sini adalah dosis fear atau rasa takut.

Jadi begini. Dalam komunikasi risiko atau yang biasa digunakan saat menghadapi wabah seperti virus corona, fear itu harus distel secara pas. Jangan kedikitan sehingga orang tidak gerak. Cuek. Santuy.

Tapi, tidak boleh juga kebanyakan. Nanti panik.

Kalau sudah panik pesan-pesan perubahan perilaku tidak akan diperhatikan. Yang namanya panik, orang tidak berpikir.

Jadi harus ada setelan yang pas agar orang merasa takut karena ada wabah tapi ketakutan itu disalurkan jadi perubahan perilaku (misalnya, jaga jarak minimal 1 meter, di rumah saja, cuci tangan pakai sabun, jangan usap wajah, makan bergizi, istirahat, pakai masker kalau keluar rumah dll).

Setidaknya dua yang harus diyakinkan, yaitu bahwa wabahnya itu bahaya buat dirinya atau orang-orang tersayang dan ada perilaku-perilaku yang mampu menangkalnya (effective) dan mereka bisa lakukan (self-efficacy).

Menaikan doses fear semisal dengan mengatakan virus sudah dekat (dan buat saya sendiri memang sudah dekat karena 3 kasus positif sudah ada di kelurahan sendiri, kata bu kader).

Atau mau dinaikkan lagi? Misalnya ke pesan yang menggambarkan betapa menderitanya orang yang kena virus? (semisal, mengatakan "Emak dan babe kalau kena virus corona kaga bisa napas, sesek, megap-megap sakaratul mautnya". Dan ini memang benar adanya. Lansia dan orang yang sakit memang akan mengalami sakit serius bahkan sampai pupus).

"Jadi dosis apa yag pas?"

Biasanya memang dimulai dari dosis yang rendah dulu. Kalau bener-bener tidak mempan, baru dihajar dosis tinggi.

Untuk situasi saat ini, dosis mana yang pas?

Yang resepin dosis-dosis beginian sebetulnya pemerintah sebagai komunikator utama. Atau pemerintah daerah yang memegang kendali komunikasi di daerah, yang karakteristiknya mungkin khas.

Pertama-tama, pihak yang berwenang tentu perlu memiliki stok pesan dengan tingkat dosis berbeda. Berikutnya, lihat situasi perilaku di masyarakat. Terapkan dosis yang ditimbang sesuai lalu lihat hasilnya. Bila tidak ada reaksi, barulah tambah dosis ketakutannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun