"Orang-orang kok masih ngumpul sih. Kaya ga ada apa-apa?"
"Naikkan dosis?"
Dosis yang dimaksud di sini adalah dosis fear atau rasa takut.
Jadi begini. Dalam komunikasi risiko atau yang biasa digunakan saat menghadapi wabah seperti virus corona, fear itu harus distel secara pas. Jangan kedikitan sehingga orang tidak gerak. Cuek. Santuy.
Tapi, tidak boleh juga kebanyakan. Nanti panik.
Kalau sudah panik pesan-pesan perubahan perilaku tidak akan diperhatikan. Yang namanya panik, orang tidak berpikir.
Jadi harus ada setelan yang pas agar orang merasa takut karena ada wabah tapi ketakutan itu disalurkan jadi perubahan perilaku (misalnya, jaga jarak minimal 1 meter, di rumah saja, cuci tangan pakai sabun, jangan usap wajah, makan bergizi, istirahat, pakai masker kalau keluar rumah dll).
Setidaknya dua yang harus diyakinkan, yaitu bahwa wabahnya itu bahaya buat dirinya atau orang-orang tersayang dan ada perilaku-perilaku yang mampu menangkalnya (effective) dan mereka bisa lakukan (self-efficacy).
Menaikan doses fear semisal dengan mengatakan virus sudah dekat (dan buat saya sendiri memang sudah dekat karena 3 kasus positif sudah ada di kelurahan sendiri, kata bu kader).
Atau mau dinaikkan lagi? Misalnya ke pesan yang menggambarkan betapa menderitanya orang yang kena virus? (semisal, mengatakan "Emak dan babe kalau kena virus corona kaga bisa napas, sesek, megap-megap sakaratul mautnya". Dan ini memang benar adanya. Lansia dan orang yang sakit memang akan mengalami sakit serius bahkan sampai pupus).
"Jadi dosis apa yag pas?"