Mohon tunggu...
Risa Margiarti
Risa Margiarti Mohon Tunggu... -

Setiap nafas yang terhembus adalah kata\r\n- notes from " Ada Apa Dengan Cinta ? "

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berawal dari Nama Berujung Nestapa

30 Mei 2013   20:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:47 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panggung politik di Indonesia memang tak henti-hentinya melahirkan aktor-aktor politik. Mulai dari politisi pria dengan berbagai latar belakang dan karakter, hingga politisi wanita dengan latar belakang yang beragam pula. Sekarang pun, ada lebih banyak kesempatan bagi politisi wanita untuk mengibarkan sayapnya di panggung politik Indonesia. Dengan adanya kesempatan untuk menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat, berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 pasal 8 ayat 2e.

Dengan berbagai kesempatan yang ada, pasti akan melahirkan aktor-aktor politik yang baru. Berbagai nama baru muncul, menggantikan aktor lama atau sekedar menghibur dunia politik dengan berbagai tindakan dan aksi politiknya.

Mereka berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Dari sekian nama aktor politik yang muncul, saya cukup heran dengan nama-nama politik yang “booming” bukan karena prestasinya di dunia politik yang digelutinya, tetapi malah dengan kelakuan buruknya. Misalnya saja karena korupsi, penggelapan uang, ataupun tindak pencucian uang.

Nama-nama seperti Muhammad Nazarudin, Luthfi Hasan Ishaq, Ahmad Fatanah pasti tidak asing di telingan anda. Nama mereka naik daun karena sepak terjangnya di ranah politik. Mereka terjerat karena kasus yang hampir serupa yaitu korupsi dan tindak pencucian uang.

Jika kita lihat dan telaah, nama-nama mereka sangat mulia. Nama yang baik pemberian orang tua, dimana mereka diharapkan menjadi pribadi yang serupa dengan nama yang mereka sandang. Ada ungkapankan bahwa nama itu merupakan doa dari orang tua.

Selain nama, jika kita lihat pendidikan mereka juga cukup baik. Ada banyak politisi yang berasal dari pendidikan yang cukup terkenal dan memang sudah dikenal baik. Misalnya pondok pesantren. Tapi, sekali lagi mereka memang kurang mencerminkan pribadi dengan nama dan pendidikan yang baik. Mereka berulah dengan berbagai tindakan yang tidak terpuji di atas nama dan pendidikan yang mereka sandang.

Sehingga, muncul suatu pertanyaan?

Sebenarnya seberapa kejamkah dunia politik itu?

Dimana banyak elit politik yang tidak lagi seirama dengan nama-nama mereka. Tak seirama pula dengan janji-janji mereka kepada rakyat.

Kenapa dunia politik begitu kejam merubah individu-individu yang notabene bernama baik dan berpendidikan. Apakah ini sepenuhnya salah ranah politik yang begitu kejam? Ataukah memang pada dasarnya orang-orang dengan nama yang baik ini tidak dapat mencerminkan pribadi yang semestinya. Ataukah, proses pendidikan mereka yang kurang baik?

Itulah sekilas mengenai wajah politik kita …

Kritik ini bukan untuk memojokkan aktor-aktor politik Indonesia yang mempunyai nama-nama yang serupa. Atau nama baik lainnya. Namun, lebih kepada kontrol kita kepada para elit politik kita, agar berkelakuan selayaknya nama yang mereka terima dari orang tua. Pada dasarnya semua orang tua menginginkan anaknya untuk menjadi pribadi yang berguna bagi nusa dan bangsa serta agama. Bukan malah menyimpang jauh dari latarbelakang yang mereka terima selama ini.

SEMOGA BERMANFAAT! SELAMAT INDONESIA!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun