Mohon tunggu...
Risal Sadoki
Risal Sadoki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Catatan biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilkada dan Bagaimana Nasib O'hongana Manyawa?

25 November 2024   09:55 Diperbarui: 25 November 2024   10:57 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok :Istimewa (Risal Sadoki) 

O'hongana manyawa atau orang tobelo dalam, telah mendiami hutan halmahera sejak ratusan tahun yang lalu. Beberapa catatan menyebut,  komunitas ini merupakan penduduk asli pribumi yang hidup di belantara hutan halmahera.

Irfan Ahmad, Dosen Ilmu Sejarah Universitas khairun Ternate, mengungkapkan bahwa orang tobelo yang tinggal di hutan itu lari karena menghindar dari sistem pajak yang di terapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. (cermat; Mengenal orang togutil yang hidup di hutan Halmahera)

Syaiful madjid, dalam penelitiannya, ia membagi dua kelompok untuk mengidentifikasi. Pertama, ia menyebutnya tobelo dalam. Hal itu berdasarkan penyebutan dari komunitas yang dalam bahasa tobelo yakni O'hongana manyawa atau orang tobelo yang tinggal di hutan. Bagi O'hongana manyawa, nilai nilai yang terkandung dalam tradisi wowango ditempatkan untuk kepentingan komunitas O'hongana manyawa yang akan datang (masa depan), dalam arti: setiap warga komunitas dituntut untuk menjaga dan melestarikan hutan beserta isinya untuk kelangsungan kehidupan anak cucu mereka.

Orientasi nilai komunitas O'hongana manyawa dalam kehidupan sehari hari ini sangat bertalian dengan keberadaan mereka di dalam hutan, proses kehidupan komunitas ini menyatu dengan apa yang berada di lingkungan mereka. Tentu hutan bukan hanya sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat mendapatkan bahan makanan, tetapi lebih jauh lagi di anggap sebagai sumber kehidupan dan sekaligus muara bagi eksistensi dalam perkembangan kehidupan komunitas O'hongana manyawa. (baca : ppmam; mengenal O'hongana manyawa di hutan halmahera yang dikepung tambang nikel. Faris Bobero, 03/23/24)

Masih banyak dari kita yang salah menyebutkan secara bahasa perihal komunitas ini, tentu hal demikian justu menjustifikasi O'hongana manyawa sebagai manusia yang hidup terbelakang, yakni dengan sebutan togutil. Bagi Syaiful, dalam tulisanya tidak membenarkan kita untuk memakai penyebutan togutil, karena penyebutan togutil adalah pelebelan orang luar terhadap mereka yang terbelakang. Karenanya lebih benar jika di sebut sebagai O'hongana manyawa (orang tobelo dalam yang tinggal di hutan). 

Pilkada dan bagaimana nasib O'hongana manyawa.? Sepaskah pilkada, keberlangsungan perampasan ruang hidup di maluku utara akan terus dan tetap terjadi, siapapun yang nantinya terpilih, entah di kabupaten maupun di propinsi, semuanya akan menghamba pada kepentingan nasional. Salah satu dari kita yang paling terdampak dan menjadi korban berkali kali dari pertarungaan politik adalah komunitas O'hongana manyawa .

Bagaimana tidak ? Indonesia dalam kepemimpinan soeharto menjadi cikal bakal masuknya investasi di indonesia lewat penerapan undang-undang penanaman model asing. UU PMA inilah yang menjadi momok menakutkan bagi masyarakat indonesia. Bagi istilah penulis, "UU PMA bagaikan tangan setan yang datang secara tiba tiba dan mencekik leher kita". 

Lewat penetapan proyek strategis nasional (PSN) yang di dorong oleh pemerintah atau badan usaha yang memiliki sifat strategis ini membawa malapetaka tersendiri bagi sejumlah daerah yang telah dipatok olehnya, salah satunya adalah maluku utara. Secara objektif, maluku utara adalah salah satu daerah yang hampir sebagian besar kawasan hutannya telah di babat habis oleh investasi pertambangan, hal ini secara tidak langsung juga membunuh keberlangsungan hidup komunitas O'hongana manyawa.

Di setiap tahun PEMILU, konstalasi politik di provinsi maluku utara tidak mempunyai keberpihakan terhadap nasib O'hongana manyawa. Justru sebaliknya, komunitas ini di paksa oleh pemerintah untuk hidup bermoderen. Pada tahun 70-an, pemerintah membuat sejumlah proyek pemukiman. Proyek ini membuat transmigrasi besar besar di halmahera timur, yakni subaim, dodaga, hingga tatuli, yang di sebut sebagai tuna rumah dan tuna budaya. Bagi syaiful, ini adalah politik domestikasi dalam bentuk penzinakan terhadap O'hangana manyawa.  

Bagi penulis, dengan adanya proyek demikian tentu pemerintah punya sikap yang jelas pada kepentingan korporasi yang muaranya pada akumulasi modal. Tak heran, pemaksaan terhadap komunitas O'hongana manyawa ini terus terjadi, apalagi komunitas ini adalah manusia terakhir yang menjaga hutan. mereka (O'hongana manyawa) menganggap hutan adalah tempat leluhur mereka yang patut dijaga dan dihargai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun