Mohon tunggu...
Risal Sadoki
Risal Sadoki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Catatan biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kabar Ini Sedikit Mengetarkan Isi Rumah (Bagian 5)

30 Juli 2024   00:34 Diperbarui: 30 Juli 2024   00:36 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti yang saya sampaikan di awal bagian 4, bahwa untuk menjadi ultraman tentu kita tidak boleh memelihara ketakutan, apalagi sampai membuat orang lain kecewa, itulah salah satu prinsip yang harus di pegang oleh seorang ultramen. 

Beberapa waktu lalu juga sempat meminta maaf kepada buku dan pena, dengan alasan kepadatan kegiatan akademik yang membosankan, dosen-dosen yang tidak mau mengerti, serta teman teman yang sudah mau habis, saya belum tau entah di maafkan oleh buku dan pena atau tidak. Belum lagi informasi yang sudah terlanjur di dengar oleh mereka yang setiap hari bertanya kapan wisuda. 

Pekan depan kampus sudah mau libur, saya masih asyik bolak-balik dari rumah dosen untuk mengkonsultasikan proposal. Di sisi lain, informasi yang saya himpun katanya di buka ujian seminar, sebagai mahasiswa semester akhir justru ini menjadi kabar bahagia bagi kita yang telah di tandatangani lembar pengesahannya. Al hasil, saya memberanikan untuk mendaftarkan diri dalam ujian yang akan di gelar lima hari lagi. Di waktu yang singkat, saya mempersiapkan hal hal yang menjadi kebutuhan dalam prosesi ujian, semuanya menguras pikiran, tenaga, serta uang yang cukup. Selama proses pengurusan, banyak hal yang saya dapati, mulai dari ketidakprofesionalan dosen hingga watak kampus yang kapitalistik, semuanya bermuara pada akumulasi kapital. 

H-2 sebelum ujian, saya di konfirmasi oleh pihak TU yang mempersoalkan satu mata kuliah yang belum tuntas, ia menyuruh agar saya bertemu dengan kepala program studi untuk mengkomunikasikan hal itu, kiranya bisa tidak saya tetap ikut ujian yang akan di gelar ini. Pasalnya, keesokan harinya saya bertemu dengan kepala prodi, mendengar penjelasannya adalah kabar buruk yang sedikit mengetarkan isi rumah. 

Terima atau tidak, memang sudah begitu jalanya, saya tidak bisa berbuat apa apa, hanya segenap pasrah di dada. Bagi saya ini bukanlah sesuatu yang besar, yang terpenting saya sudah siap secara mental dan penguasaan materi jika ujian itu saya jadi ikut. Cuman begitulah, melawan ketentuan adalah tragedi, pengetahuan yang rasional saja tidak cukup untuk melawan aturan kampus yang di penuhi oleh mereka yang gila hormat, berwatak penindas, dan selalu berada dalam pengawasan negara. Eksistensi kampus justru perlu di pertanyaankan kembali, apalagi soal independensinya.

Harapan sedikit mengecewakan, terpaksa saya harus memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dulu. Paling tidak disana saya bisa mengumpulkan kekuatan kembali yang telah dikuras habis oleh embel-embel kampus yang lebih mementingkan hal yang bersifat administratif daripada kapasitas intelektual. 

Satu bulan di kampung adalah waktu yang cukup untuk mengumpulkan nyali, menjahit jalan ninja yang sudah sedikit sobek, serta merawat kepercayaan orang rumah kembali . 

__________________________

Catatan ini adalah lanjutkan dari catatan sebelumnya (bagian 4). "HARI HARI YANG BERLALU" merupakan catatan yang ingin saya tulis di akhir studi kali ini. 

Risal Sadoki | Catatan Biasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun